Catatan dari Perjalanan #KelanaRasaMinang
Padang, Padangpanjang, Bukittinggi, Batusangkar, Payakumbuh dan Pariaman
(19 sd 22 Februari 2015)
Sajian agak unik ini lahir dari Ranah Minang. Namanya kopi, tapi sebenarnya obat herbal. Kopi Kawa Daun dan Kopi Daun Murbei. Dua-duanya, dibuat bukan dari sebenar-benarnya biji kopi. Sebab, yang diseduh dan diminum adalah daun. Kopi kawa daun, menggunakan daun kopi. Kopi daun murbei, menggunakan daun murbei. Tapi, karena warnanya hitam pekat, jadilah orang menyebut itu “kopi” meskipun yang pas adalah “mirip kopi”
Kuali Tempat Memasak Kawa Daun |
Lemang Tapai & Lemang Tapai Pisang menemani kopi kawa |
Kuali Tanah Liat untuk menyeduh Kopi Kawa & Daun Murbei. Di sini ditulis "teh" tapi orang mengenalnya sebagai kopi, karena warnanya hitam pekat seperti kopi |
Rasanya pahit. Kalau dicampur madu, pahitnya berkurang sedikit. Kopi kawa daun mengandung antioksidan tinggi (asam klorogenat dan guinides). Kata Arie Parikesit, founder Kelana Rasa, yang pertengahan Februari 2015 mengajak tur kuliner di Minangkabau, kadar antioksidan dalam kopi kawa daun lebih tinggi daripada teh hijau atau teh hitam. Sehingga, kawa daun baik untuk mengurangi penyakit hipertensi, kanker, jantung koroner, kolesterol dan diabetes. Penyumbatan pembuluh darah. Menarik, karena kopi ini kandungan kafeinnya rendah. Bahkan lebih rendah dari teh.
Silakan cek kehebatan kopi kawa daun ini di :
http://kopikawadaun.com/?p=850#sthash.g0cTfnWY.dpuf
Kenapa yang dipakai daunnya, bukan kopinya? Menurut situs tersebut, konon di zaman Jepang, hasil panen kopi dari Ranah Minang diekspor keluar negeri oleh penjajah. Akibatnya, pribumi tidak dapat kesempatan untuk mencicipi nikmatnya seduhan biji kopi. Minum kopi di masa itu, dianggap kemewahan. Rakyat biasa akhirnya, hanya kebagian daunnya saja. Bukan kopinya. Tak ada kopi, daunnya pun jadi.
Untuk mengolah kawa daun, amat mudah. Daun kopi yang telah dikeringkan, lalu diseduh air panas mendidih. Saya sempat mencicipinya di Cafe Kiniko, kawasan Tabek Patah. Daun kopi dijerang dalam kuali tanah liat yang besar. Orang yang mau cicip, tinggal ambil menggunakan sendok kayu kelapa. Minumnya pun menggunakan gelas dari batok kelapa dan adukan dari tangkai kayu manis. Paling enak mencicipi kopi ini dengan lemang tapai pisang, atau lemang yang original.
Selain kopi kawa daun, ada lagi kopi daun murbei. Penampilannya mirip. Warna gelap mirip kopi, dan cara menyajikannya juga sama. Rasa? Kurang bisa dibedakan dengan kopi kawa daun, karena sama-sama pahit. Kopi daun murbei juga penuh khasiat. Terutama bisa mengatasi penyakit ginjal. ***
Silakan cek kehebatan kopi kawa daun ini di :
http://kopikawadaun.com/?p=850#sthash.g0cTfnWY.dpuf
Kenapa yang dipakai daunnya, bukan kopinya? Menurut situs tersebut, konon di zaman Jepang, hasil panen kopi dari Ranah Minang diekspor keluar negeri oleh penjajah. Akibatnya, pribumi tidak dapat kesempatan untuk mencicipi nikmatnya seduhan biji kopi. Minum kopi di masa itu, dianggap kemewahan. Rakyat biasa akhirnya, hanya kebagian daunnya saja. Bukan kopinya. Tak ada kopi, daunnya pun jadi.
Untuk mengolah kawa daun, amat mudah. Daun kopi yang telah dikeringkan, lalu diseduh air panas mendidih. Saya sempat mencicipinya di Cafe Kiniko, kawasan Tabek Patah. Daun kopi dijerang dalam kuali tanah liat yang besar. Orang yang mau cicip, tinggal ambil menggunakan sendok kayu kelapa. Minumnya pun menggunakan gelas dari batok kelapa dan adukan dari tangkai kayu manis. Paling enak mencicipi kopi ini dengan lemang tapai pisang, atau lemang yang original.
Selain kopi kawa daun, ada lagi kopi daun murbei. Penampilannya mirip. Warna gelap mirip kopi, dan cara menyajikannya juga sama. Rasa? Kurang bisa dibedakan dengan kopi kawa daun, karena sama-sama pahit. Kopi daun murbei juga penuh khasiat. Terutama bisa mengatasi penyakit ginjal. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar