Lombok yang biasa disebut Bumi Gora, di timur Indonesia. Dan Aceh yang dikenal sebagai Serambi Mekkah di barat Indonesia. Dua tempat ini paling potensial dikembangkan sebagai destinasi wisata halal. Selain alam yang indah, budaya dan kulinernya menarik, suasana kehidupan religius masyarakatnya juga amat mendukung.
Wisata halal atau ada juga yang menyebut wisata syariah sebetulnya sudah booming duluan di luar Indonesia. Sepuluh tahun terakhir, Malaysia menerapkan konsep ini. Dan, sekitar 3-4 tahun belakangan, menyusul China, Thailand, Korea, Jepang dan Vietnam. Meski mayoritas penduduknya non-muslim, tapi mereka berani membidik pasar ini.
Potensi wisata halal amat besar. Pasarnya jelas. Indonesia harusnya bisa jadi kiblat wisata syariah dunia. The United Nations World Tourism Organization (UNWTO) sebuah lembaga PBB di bidang pariwisata mencatat, jumlah wisatawan Timur Tengah sekitar 30-an juta setiap tahun. Dan hanya satu juta orang dari mereka yang menyambangi kawasan Asean. Lalu, tak sampai 200 ribu orang yang singgah ke Indonesia. Sisanya kemana? Ketua Umum DPP Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Asnawi Bahari menyebut, terbanyak ke Malaysia. Alasannya, kenyamanan dan keamanan. Ini ironi. Sebaliknya, orang Indonesia yang berkunjung ke Timur Tengah, jumlahnya jutaan. Dari umroh dan haji saja, bisa mencapai 6 jutaan jemaah pertahunnya.
Data menunjukkan, kedatangan turis Timur Tengah ke Indonesia menunjukkan tren bagus. Merujuk Kementerian Pariwisata, pertumbuhannya mencapai 26 persen di tahun 2014, atau sekitar 170 ribu orang. Tahun ini harapannya, naik hingga 300 ribuan orang. “Pasar bagus, dan konektivitas memadai,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya, tentang ini. Setidaknya, sekarang ada empat maskapai besar Timur Tengah masuk ke Indonesia yaitu Etihad Airways, Qatar Airways, Emirates Airline dan Turkish Airline.
Untuk menarik mereka datang ke Indonesia, tuan rumah mesti menyiapkan keperluan yang mendukung wisata syariah. Definisinya tentu tak hanya menyiapkan makanan halal dan mushola atau mesjid di tempat wisata. Isu terpenting adalah infrastruktur yang memberi kemudahan akses menuju lokasi, layanan profesional dan higienitas atau kebersihan. ***
Artikel ini sudah dimuat di
Harian Rakyat Merdeka
Edisi Minggu, 17 Januari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar