Jumat, 23 Oktober 2015

John Riady, Pemuda Digital Indonesia: Kalau Tak Berubah, Kita Akan Kalah




 
          Bicara dengan John Riady, kita seperti di-magnet. Betah berlama-lama mendengarkan semangat dan optimismenya yang menyala-nyala. Pandangan putra kedua James Riady ini amat bernas. Lulusan dari tiga sekolah hebat di Amerika. Georgetown University, Wharton Business School di University of Pennsylvania dan Columbia University. Ilmunya paripurna, filsafat politik, bisnis dan hukum. “Pada akhirnya, belajar apapun, semua keilmuan itu nyambung,” kata John kepada Tim Rakyat Merdeka, Kiki Iswara Darmayana, Ratna Susilowati, Sarif Hidayat dan Aditya Nugroho serta fotografer Derry, akhir pekan lalu.
          Di kantornya yang didesain serba terbuka dan colourfull, John bicara tentang teknologi, pendidikan dan inovasi baru yang diluncurkan Lippo, MatahariMall.com. Perusahaan e-commerce ini akan jadi yang terbesar di Indonesia. Platform online, mirip dengan Amazon di Amerika atau Alibaba di China. Di MatahariMall, jumlah item barang yang dijual sekitar 250 ribu jenis. Atau 30 kali lipat lebih banyak dari satu toko Hypermart. Wow!
 
Pertumbuhan teknologi digital dunia amat cepat. Bagaimana kalangan usahawan memanfaatkan hal ini? Saat ini, kita mengalami revolusi industri yang keempat. Yaitu, digital revolution. Dalam 100 tahun ke depan, akan terjadi pertumbuhan ekonomi dan terobosan efisiensi yang luar biasa karena teknologi. Revolusi ini berdampak amat besar. Di Amerika, misalnya, Amazon sudah melebihi Wallmart. Padahal Wallmart punya 300 gerai, sementara Amazon nol. Di China, revenue barang dan jasa yang diperjualbelikan oleh satu platform, Alibaba, mencapai sekitar 300 miliar US Dollar atau hampir sepertiganya PDB Indonesia. Dampak teknologi terasa lebih jauh ke dalam, utamanya di China dan kini Indonesia.
 
Pengusaha besar mungkin bisa segera memahami dan bersiap menghadapi revolusi digital. Bagaimana dengan usaha kecil?Revolusi digital mengubah segalanya. Mengubah cara bergerak. Lahir Gojek, Grabbike, dan seterusnya. Mengubah cara membeli, cara membaca, cara mendapatkan barang, dan cara mendapatkan informasi. Situasi ini menciptakan peluang dan tantangan. Meng-create value baru. Dampaknya amat baik. Bagi negara, kekuasaan seperti di-demokratisasi atau terjadi democratization of power. Memberdayakan individu. Sedangkan di sisi ekonomi, teknologi memangkas biaya menjadi jauh lebih efisien, sebab perantara-perantara dihilangan. Pembeli langsung ke penjual. Dulu, mungkin ada komisi dan biaya lainnya, sehingga sampai ke konsumen, barang jadi mahal. Sekarang, dampak untuk konsumen baik, karena harga lebih murah. Dan untuk penjual juga baik karena memberikan kesempatan UKM bangkit. Teknologi memberdayakan entereupreuner pemain kecil. Dulu, UKM susah sekali jualan. Misalnya, untuk jadi supplier di Matahari tidak gampang. Luas toko Matahari kan terbatas, sehingga, penjual harus bersaing dengan yang lainnya. Sekarang, UKM buka usaha bisa di rumahnya, lalu pakai e-commerce.
 
Seiring revolusi digital, pertumbuhan bisnis e-commerce amat pesat. Bagaimana kondisi persaingannya di Indonesia? Di negara maju, e-commerce seperti dessert. Sementara di negara berkembang, termasuk Indonesia, e-commerce ibarat main course. Bahkan di daerah, e-commerce lebih hidup, karena banyak orang yang memiliki pendapatan, menginginkan beli barang, tapi tidak ada Hypermart atau Matahari, misalnya. Akhirnya, mereka lihat onlineshop, dan membeli secara online. Inilah konteks sekarang, kita hidup dalam revolusi digital yang luar biasa. Menghadapi ini, bagi sebuah usaha, berapa pun besarnya, harus inovasi. Kalau tidak, ya siap-siap kalah. Seperti Wallmart dikalahkan Amazon. Padahal pendiri Amazon itu hanya satu orang. Juga pendiri Alibaba itu, satu orang, Jack Ma.
Matahari dan Hypermart adalah pemain retail terbesar Indonesia. Kalau tidak segera berinvonasi di teknologi, ya ketinggalan. Sama dengan wartawan, dulu mungkin hanya menulis, sekarang konvergen. Selain menulis, juga harus bisa memotret, merekam, dan seterusnya.
 
Jadi Lippo me-launching MatahariMall sebagai inovasi menghadapi revolusi digital...  Bagi kami, masa depan adalah online retail, makanya kami mendirikanMatahariMall.com. Dalam dunia digital, tak ada lagi barrier. Borderless. Dulu, orang mau membangun Wallmart harus pakai izin, sementara Alibaba.com tinggal klik langsung masuk ke pasar global.MatahariMall.com ingin berusaha jadi salah satu platform nasional, semoga berhasil. Kami mau bikin platform sempurna. Jangan sampai ada yang pesan Iphone, dapatnya sabun (tertawa).
 
Menggunakan nama MatahariMall, apakah ini berarti meng-online-kan Matahari Departement Store? Kami bersyukur punya nama Matahari yang sudah kuat. Kepercayaan itu penting, apalagi bagi orang di daerah, yang masih banyak takut belanja online. Kita bukan Matahari Departemen Store yang di-online-kan. Matahari Mall dengan Matahari Departemen Store adalah dua perusahaan berbeda.MatahariMall.com menjual hanya 8 persen saja barang Matahari.MatahariMall.com adalah platform, yang mempertemukan penjual dan pembeli. Kami hanya dapat komisi kecil. Dan melalui platformMatahariMall.com, kita bantu promosi dan iklan produk-produk penjual.
 
Berarti akan banyak penjual yang menjual item barang sama ya?Misalnya, Iphone, ada sekitar 30 penjual di platform ini. Silakan semuanya berjualan. Kalau diantara mereka ada yang salah kirim barang, atau dikomplain pembeli, ya saya akan keluarkan dari platform, nggak boleh jualan lagi diMatahariMall.com.
 
Kalau ada komplain, bagaimana tanggungjawabMatahariMall.com? Kalau ada barang yang bermasalah, yaMatahariMall.com yang nanggung. Ini bisnis kepercayaan. Karena itulah, kami men-screening penjual. Juga ada training bagi penjual. Kami cek, apakah penjual ini beneran punya toko, bagaimana track recordnya. Semua barang yang dijual di sini, harus asli, tidak boleh palsu.
 
          Saat sibuk, MatahariMall.combisa menerima sampai 30 ribu transaksi perhari. Kalau ada satu persen saja bermasalah, berarti sekitar 300 komplain. “Ya, itu kita perbaiki,” kata John.
 
Bagaimana posisi MatahariMall.codibanding online shop yang lain?Online shop itu ada dua macam. Bussiness to consumer, dan consumer to consumer. Fokus saya B to C (Business to Consumer). Perusahaan UKM besar atau kecil menjual ke konsumen di platform saya. Beda dengan Tokopedia atau Bukalapak, sifatnya C to C. Itu different model yang nggak ada salahnya. Di setiap negara, model bisnis seperti itu juga berhasil.
          Kelebihan kami, selain barang bisa dikirim ke rumah, juga bisa ambil di jaringan toko Matahari. Atau kita juga punya e-locker. Loket pengambilan barang. Misalnya kita beli barang, tapi untuk dikirim ke rumah nggak ada pembantu, padahal penerimaan barang harus ada tanda terimanya. Jadi, ya barang bisa diambil diloker-loker tempat tertentu. Ini mempermudah konsumen. Di China, hal ini biasa. Kami punya rencana membuat fulfillment centre di Halim.
          Salah satu e-locker MatahariMall ada di Gedung Lippo Kuningan. Di area lobi, terlihat deretan loker ini. Tampilan cantik dengan warna menyolok. Untuk memudahkan konsumen mengambil barang.
 
Anda hafal nggak, berapa jumlah item barang yang dijual diMatahariMall.comSekitar 250 ribu item. Bayangkan, Hypermart saja paling jualan hanya 8 ribu item. Kami jualan sepertiga barang elektronik, sepertiga fashion dan sepertiganya lain-lain. Misalnya, panci, sprei, pisau dll. Itu dari puluhan ribu penjual yang jadi rekanan.
 
Apakah penjualan di online shop MatahariMall ini menggerus pendapatan offline shop Matahari Departemen Store? Sejauh ini belum ada pengaruh. Memang transaksi online terus meningkat jauh. Tapi, saat ini pendapatan dari offline store masih lebih besar dari online.
 
Bagaimana regulasi Pemerintah terhadap bisnis e-commerce. Apakah sudah cukup membantu?Sampai saat ini belum ada peraturan pemerintah. Mungkin baru rancangan. Bagi kami, prinsip terpentingnya adalah equal treatment. Pemain lokal dibantu. Di China, Alibaba tidak kena regulasi macam-macam, bahkan pemain asing ditutup. Kami, tidak perlu begitu. Pemain asing kalau mau masuk, ya silakan, tapi equal treatment yang fair.
 
Pertumbuhan ekonomi belakangan melambat. Bagaimana pengaruhnya ke bisnis e-commerce? Di Indonesia, dari total pasar retail, yang online baru 0,5-1 persen saja. Ini berarti bisnis e-commerce di Indonesia dimulai dari awal. Itu pun jumlah pemainnya sudah banyak sekali. Kalau tumbuh 10 persen dalam 10 tahun mendatang, artinya, e-commerce naik 10 kali lipat dari sekarang. Trennya, seiring pertumbuhan GDP, industri jasa akan makin besar. Retail, teknologi, internet, pendidikan, rumah sakit. Fokus bisnis Lippo di situ sekarang.  Memang saat ini, kondisi ekonomi sedikit berat. Tapi isunya ada dua, yaitu eksternal dan internal. Yang eksternal, itu di luar kontrol kita. Akibat slow down di China dan ketidakpastian suku bunga di Amerika. Posisi Presiden Jokowi memang kasian juga ya, mulai menjabat saat kondisi perekonomian dunia seperti ini. Tapi, semua menghadapi kenyataan yang sama. ***
 


 
Hobi Lari & Makan Nasi Padang 
“Rapat Pun Saya Sambil Berdiri...”
 
          John Riady lahir 5 Mei 1995. Sebelum melayarkanMatahariMall.com, John mengajar di Universitas Pelita Harapan, dan mengurusi media holding milik Lippo Group. Ketiga aktivitas itu, kini dijalankan bersamaan. Sibuk, tapi masih sempat menikmati hobinya, olahraga bersama istri. Jogging dan muay thai (bela diri tangan kosong dari Thailand). Dia juga penggemar berat nasi padang.
          Kantor pusat MatahariMall berada di Menara Lippo Kuningan. Aura kesibukan amat luar biasa di situ. Muda mudi profesional terlihat hilir mudik. Sibuk menerima orang-orang yang datang, ada juga yang menggelar rapat. Ruangan seluruhnya dibuat terbuka. Sehingga aktivitas terlihat jelas.
          “Satu-satunya yang punya ruangan di sini Pak Emir. Saya tidak punya. Bahkan, rapat pun sambil berdiri, biar efisien,” kata John tertawa. Setelah melepas kursi Dirut Garuda, Emirsyah Satar bergabung sebagai Chairman di MatahariMall. Tim Rakyat Merdeka sempat ketemu sekilas di sana. Air muka Emir kini terlihat segar, mungkin karena dikelilingi 400 karyawan muda, usia kisaran 27 tahun.
 
Anda banyak disebut sebagai Pangeran Lippo atau Putra Mahkota Lippo. Apa artinya bagi Anda. Saya tidak berpikir seperti itu. Sebenarnya di keluarga, kami tidak diharuskan atau dibesarkan untuk berdagang. Pikiran kakek saya, Pak Mochtar (Riady) atau ayah saya (James Riady), setiap orang diberi talenta yang berbeda. Kalau talentanya jadi dokter, lalu dipaksa berdagang, pasti saat bekerja tidak senang, dan tidak bisa bersaing, lalu kalah. Saya dianjurkan cari talenta sendiri, dan dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Kalau kita hebat di bidang tertentu, tapi tak ada kebutuhan masyarakat, akhirnya hanya jadi money machine. Baiknya, kita senang mengerjakan sesuatu, passionate dan berdampak positif pada masyarakat.
          Saya tidak tahu, soal mahkota Lippo. Yang jelas saya senang dilahirkan di Indonesia di era sekarang ini. Bagi saya, ini satu karunia. Satu kesempatan. Kalau saya mengerjakan bisnis ini 10 tahun lalu, itu terlalu awal. Atau mengerjakan ini 10 tahun dari sekarang, sudah telat. Saya merasa sangat bersyukur diberkati orang tua, bukan dari persektif materi. Tapi pendidikan dan kesempatan. Ini lebih sebagai sebuah amanat, seperti konsep stewardship.
 
          Semoga Lippo terus berjaya. Namun ada fakta bahwa kerajaan bisnis mulai meredup di tangan generasi ketiga. Bagaimana strateginya agar Lippo tetap bertumbuh? Ini bukan hanya tantangan di perusahaan. Banyak negara pun kesulitan melewati masa kejayaan hingga tiga generasi. Ini adalah tantangan sebagai manusia. Biasanya kalau sudah berjaya, lalu kita merasa cukup complacent. Tidak bekerja keras dan tidak inovatif. Padahal, kita harus terus bergerak, di dunia yang penuh dengan perubahan, kalau ngga maju, ya habis.
          Ini kaitannya dengan Hari Kebangkitan Nasional. Kalau ada American Dreams, maka menurut Anda, apakah Indonesian Dreams?Saat ini ada 800-100 juta orang middle class di Indonesia. Mereka ini orang-orang yang baru pertama kalinya, dalam keluarga, mengirim anaknya ke sekolah yang baik, mulai belanja di retail modern, bisa membeli rumah, motor atau mobil. Memiliki smartphone, dapat pekerjaan baik. Bisa mendapatkan KPR. Mereka ingin hidup lebih baik dari orang tuanya. Ini big dreamnya orang Indonesia.
           
          John membandingkan profil pekerja di kantornya, ibarat miniatur Indonesia.  Orang muda, baru berkeluarga, dan profesional. “Mereka ini bekerja keras sekali. Tak perlu lagi diberi handsout, sudah bisa jalan. Ibaratnya, beri mereka pancing, jangan ikannya.”
          Kalau semua orang bekerja dengan baik, maka negara ini akan makmur dan berhasil lebih cepat. “Inilah Sumpah Pemuda era 2015. Pemuda kita berjuang, berinovasi dan inilah yang membuat Indonesia makin maju,” kata John. ***
 
Wawancara ini sudah dimuat di Rakyat Merdeka edisi khusus 52 Halaman pada Rabu, 21 Oktober 2015

Silakan disimak juga di: http://ekbis.rmol.co/read/2015/10/24/221958/Kalau-Tak-Berubah,-Kita-Akan-Kalah-   dan http://www.rmol.co/read/2015/10/24/221962/Rapat-Pun-Saya-Sambil-Berdiri...%E2%80%9D-



 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar