Kamis, 16 Juni 2016

Eksklusif Dengan Menteri Keuangan Soal Pemotongan Anggaran Rp50 Triliun (2): "Presiden Minta Money Follow The Programs"




 
Bagaimana saran dari Presiden kepada Kementerian dan Lembaga terkait efisiensi ini... Presiden bilang, money follow the programs. Artinya begini. Misal, di kementerian ada lima dirjen. Nah, sekarang ini, untuk memenuhi unsur fair, kalau anggarannya 100, maka dibagi lima. Hasilnya, tiap dirjen dapat rata, beda dikit-dikit. Dari tahun ke tahun, begitu terus porsinya. Padahal, baiknya, jangan setiap tahun polanya sama.
            Misal, tahun ini dari lima dirjen, dua menjadi prioritas, karena melakukan program tertentu. Maka, Dirjen A dan B diberi porsi lebih besar, misalnya 60 persen untuk keduanya. Sisanya yang 40 persen dibagi tiga dirjen C D E. Kemudian, tahun depannya berubah. Giliran dirjen CD, yang dapat porsi besar, dan seterusnya. Nah, melakukan perubahan paradigma seperti ini tidak gampang. Karena, terus terang, Direktorat Jenderal ini kadang merasa kerajaannya, nggak boleh diganggu. Ada kebiasaan di birokrasi, kalau nilai anggarannya turun, seolah-olah dia merasa kerjanya gagal atau posisinya tidak penting. Padahal, dalam operasional, semua keberadaan mereka itu penting, dan pelayanan bisa kacau kalau mereka tidak ada. Nah, yang diinginkan adalah, kita bisa menegaskan skala prioritas, bukan hanya di omongan atau konsep. Tapi juga di anggaran.
 
Bagaimana dengan konsekwensi ke daerah? Apabila bagi hasil sumber daya alam menurun harganya, maka bagi hasil ke daerah juga turun ya. Memang yang terkena (pemotongan) adalah daerah-daerah penghasil sumber daya alam. Selain itu, kita minta daerah melakukan penghematan di dana alokasi khusus (DAK) sekitar hampir 10 persenlah.
Tidak mengurangi programnya. Yang dihemat adalah pelaksanaan proyeknya.
 
Bagaimana sebaiknya Gubernur atau kepala daerah menyikapi pemotongan DAK ini. Apakah ada saran untuk mereka dari Kementerian? Dana desa di APBN, totalnya Rp770 triliun. Nah, di APBN-P berkurang menjadi Rp758 triliun. Tapi, transfer dana ke daerah itu masih di atas belanja kementerian lembaga. (Pemotongan) ini masih lebih kecil dari Kementerian/Lembaga, yang turun drastis dari Rp784 triliun menjadi Rp743 triliun. Bagi daerah, ini sebenarnya sangat cocok dengan semangat desentralisasi. Kita harapkan, begitu sampai ke daerah uangnya langsung diserap dengan sebaik-baiknya untuk menggerakan ekonomi daerah. Nah, ini kita punya catatan sampai akhir April, jumlah uang daerah atau uangnya pemda yang belum dipakai masih Rp230 triliun. Ini kan sayang ya. Kok uangnya di bank. Uang dikirim bukan untuk ditaruh di bank tapi untuk dipakai. Data tahun lalu, uang daerah yang keluar hanya Desember saja Rp140 triliun seluruh Indonesia. Bayangkan, dalam satu bulan Rp140 triliun sekaligus keluar. November, masih Rp240 triliun, lalu akhir Desember tinggal Rp100 triliuan. Nah, kita ingin sekarang agar belanja daerah lebih cepat terserapnya, dan lebih tersebar. Mudah-mudahan para kepala daerah ini bisa lebih semangat. Dan janganlah asal keluarin duit. Priroitas pada program yang bagus terutama infrastruktur dan yang terkait jaminan sosial masyarakat. 
 
Bagaimana baiknya swasta menyikapi efisiensi anggaran di pemerintahan ini. Pasti banyak juga dampaknya ke pengusaha kan ya...
Belanja barang misalnya mengurangi perjalanan dinas. Itu berarti mengurangi pendapatan hotel. Tapi kita menginginkan, ekonomi ini semata-mata bukan hanya oleh pemerintah, tapi justru sektor swasta ikut bergerak. Memang, kita melihat di sektor swasta masih banyak kendala. Saat ini kondisinya sedang tidak bagus, sehingga pemerintah harus di depan. Saat ini pemerintah harus realistis bahwa uangnya terbatas, maka kita harus melakukan penghematan. Menurut saya, long weekend itu bisa jadi salah satu solusi. Itu betul. Di banyak negara bikin long weekend dengan tujuan untuk menggerakan ekonomi.
 
Mengenai rencana pengenaan pajak online. Bagaimana perkembangannya.
Kita mau bikin aturan mengenai pajak untuk online. Ini supaya fair. Kita minta mereka bikin bentuk usaha tetap BUT untuk Google, Youtube, atau Twitter dan segala macam itu. Kita akan kenakan pajak final PPN maupun PPH. Ini untuk fairness. Saya yakin, sekarang ini transaksi online makin meningkat, meskipun transaksi ritel turun. Impor barang konsumsi terjadi, meski tidak ditoko, tetapi melalui pedagang e-commerce. Orang kebanyakan datang ke toko untuk ngecek barang, lihat display. Saat beli lewat online. Nanti e-commerce kena pajak juga. Kasian pedagang ritel kalau e-commerce tidak dikenai pajak. *** ***

Artikel ini sudah dimuat di
Harian RakyatMerdeka
Ediai Selasa, 14 Juni 2016

Eksklusif Dengan Menteri Keuangan Soal Pemangkasan Duit APBN Rp50 Triliun (1): "Kita Ini Belum Efisien, Masih Banyak Borosnya...”




 
Pemerintah makin mengetatkan ikat pinggangnya. Anggaran belanja negara dipangkas sekitar Rp50 triliun. Kedengarannya besar. Tapi Menteri Keuangan bilang, itu kecil, dibanding rencana pemangkasan anggaran yang pernah terjadi di tahun 2014. Bagaimana kondisi keuangan negara sesungguhnya? Berikut ini wawancara Rakyat Merdeka yaitu Kiki Iswara, Ratna Susilowati, Aditya Nugroho dan Fotografer Wahyu Dwi Nugroho dengan Menteri Keuangan Prof Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro SE MUP PhD, Jumat (10/6) di salah satu sudut ruang kerjanya, di Gedung Direktorat Pajak, Jakarta Pusat.
 
            Bagaimana postur RAPBN Perubahan saat ini. Sepertinya terjadi pengetatan anggaran yang cukup besar...
            Sebenarnya pengajuan APBN-P bukanlah sebuah keharusan. Cukup APBN saja. Sekali pakai, sampai akhir masa anggaran. Tapi, APBN-Perubahan diajukan karena muncul sesuatu yang berubah signifikan di tengah tahun anggaran. Pertama, perubahan asumsi harga minyak. Misalnya, yang tadinya 50 US Dolar per barel, kini diajukan (perubahan) menjadi 30 US Dolar. Kenapa? Karena kita melihat perkembangan harga minyak yang sangat sulit menyentuh 50 US Dolar rata-rata setahun. Kedua, inflasi. Kemungkinan lebih rendah dari yang kita usulkan. (Awalnya 4,7 persen, kini menjadi 4 persen). Ketiga, nilai tukar. Kemungkinan lebih kuat dari Rp13.900 menjadi Rp13.500 per US Dolar.
Nah, disamping itu, kita juga melihat ada penurunan harga minyak. Gara-gara itu, maka ada kemungkinan penurunan penerimaan negara. PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dan PPh (Pajak Penghasilan) terkait migas akan turun. Potensi penurunannya hampir Rp90 triliun. Berarti, harus disikapi dengan menjaga balance anggaran. Kalau penerimaan menurun, tapi belanjanya tetap, ya defisit (anggaran) akan melebar cukup tajam. Sehingga, konsekwensinya, kita harus melakukan sesuatu. Nah, yang kita lakukan saat ini, memberikan ruang pelebaran defisit, tapi tidak terlalu besar. Hanya sampai 2,48 persen dari 2,15 persen.
 
Sesuai undang-undang, maksimal defisit anggaran 3 persen. Untuk memenuhi belanja negara, menambal kekurangannya dari mana? Defisit ini 2,48 persen. Artinya, kebutuhan penambahan anggaran untuk menutupi defisit, ya sekitar Rp40 triliun. Darimana penambahannya? Rencananya, Rp19 triliun kita pakai extra cash tahun lalu. Sisanya, pemerintah mengeluarkan surat berharga negara baru. Nah, kita juga melakukan pemotongan belanja di kementerian dan lembaga. Besarnya hampir Rp50 triliun.
Itu dipotong rata dengan metode. Pertama, anggaran yang diutamakan dipotong atau dihemat adalah belanja operasional yang tidak prioritas. Apa itu? Ya variasinya bisa dari perjalanan dinas, rapat kerja, seminar sampai belanja iklan, promosi dan segala macam. Itu kita minta dihemat. Selain itu, juga mengurangi belanja barang atau modal yang bukan prioritas. Contohnya, membangun gedung atau kantor, belanja furnitur, komputer harus dihemat. Dengan cara itu, maka kita berharap outcome dari APBN 2016 tidak terganggu. 
 
            Apakah ada pemotongan anggaran pembangunan infrastruktur? Itu belanja modal prioritas, belanja infrastruktur tetap terjaga. Kalau proyeknya bisa dikerjakan, kalau perlu dipercepat penyerapan anggarannya. Tapi yang tidak prioritas, anggarannya dipotong atau penyerapannya diperlambat. Ini untuk menjaga balance anggaran.           
            Berapa sebetulnya potensi penurunan pendapatan negara? Dari sisi penerimaan, ada potensi shortfall. Kami mengggunakan perhitungan sederhana. Penerimaan pajak nonmigas tahun lalu Rp1.011 triliun. Pertumbuhannya 13 persen dibanding 2014, maka dapatnya Rp1.142 triliun. Pertumbuhan ini angka wajar. Kalau kita gunakan angka yang sama tahun ini. Maka, akan ada shortfall Rp175 triliun dari target Rp1.317 triliun. Shortfall itu, kami harapkan bisa ditutup dengan tax amnesty. Harapannya, UU Tax Amnesty bisa selesai sebelum APBNP-nya diketok. Dua-duanya kita harapkan selesai pada bulan puasa ini.
 
Bagaimana antisipasinya apabila pembahasan tax amnesty tak selesai dan terus terjadi tarik ulur di DPR? Kita harapkan kesepakatan harus selesai sebelum APBN diketok. Sebenaranya, ini Panja jalan terus. Bukannya kita tidak ada kegiatan. Panja membahas pasal demi pasal. Ini adalah undang-undang yang sangat spesialis, maka bunyi pasalnya harus kuat. Tax amnesty harus laku dijual, agar bisa menarik sebanyak mungkin orang untuk ikut. Karena itu pasalnya perlu memberikan keyakinan. Itu yang membuat pembahasan menjadi agak lama. Jumlah pasal, sebenarnya tidak banyak.
 
Banyak pihak mengkritik rapat-rapat Panja Tax Amnesty tertutup. Bagaimana tanggapan Menteri? Kita mengikuti tata tertib DPR. Panja sebetulnya boleh tertutup, juga boleh terbuka. Yang saya ingat, hanya Rapat Panja APBN yang terbuka. Kalau undang-undang, rapat panjanya kebanayakan tertutup. Silakan cek di DPR recordnya. 
 
Apakah ada tarik ulur dalam pembahasan tarif tax amnesty?
Tarif masih dibahas. Pembahasan saat ini lebih banyak kepada definisi, bagaimana cara membuat orang yakin akan ikut. Bukan hal yang mudah mengajak orang membawa uangnya kembali ke Indonesia.
 
Bagaimana agar pengurangan anggaran sampai Rp50 triliun ini tidak berpotensi kepada menurunnya kinerja di kementerian atau lembaga? Sebenarnya tidak (menurunkan kinerja), karena anggaran yang dipotong bukan prioritas dan bukan operasional. Dengan teknologi IT dengan management yang lebih baik, harusnya bisa. (Pemotongan) Rp50 triliun itu kecil lho. Tahun 2014, pernah ada gede-gedean pemotongan anggaran sampai Rp100 triliun.
 
Oh iya? Bukankah selama ini APBN-P seringkali isinya berupa penambahan anggaran. Dan ada Dewan yang menyebut, baru sekarang APBN-P malah isinya pengurangan anggaran... Tahun 2014 pernah. Nah, pada nggak ingat kan? 2014, BBM harusnya naik, tapi diputuskan tidak naik. Maka, ada pemotongan Rp100 triliun. Tapi, saat pembahasan di badan anggaran DPR, pemotongannya diputuskan jadi Rp40 triliun. Jadi, nggak beda jauh dengan sekarang. Itu, orang lupa. Soal APBN-P jadi pengurangan, memang ada DPR yang bilang begitu ke saya. Dan saya bilang, kok bisa lupa. Tahun 2014 itu, zaman Pak SBY, saya yang memimpin panjanya, saat saya wakil menteri. Ada pemotongan. Jadi, APBN-P isinya tidak harus menambah. Justru, kita harus punya pikiran, APBN kredibel. 
 
 Jadi struktur APBNP sekarang lebih realistis? Ya harus lebih realistis. Tetapi memang harus ada catatan, ini disertai dengan tax amnesty.
 
Kementerian Keuangan juga anggarannya dipotong. Nah, yang dihemat apa saja?
Kita dipotong sekitar Rp1,4 triliun. Yang dihemat, utamanya perjalanan dinas, penundaan pembangunan gedung kantor. Dan ada peralatan bea cukai yang tidak urgent ditunda dan sebagainya. 
 
Apakah ada Kementerian yang tidak dipotong anggarannya, karena sifat programnya urgent seperti kesehatan dan pendidikan? Tidak ada. Semua Kementerian/ Lembaga kena potong dengan besaran yang berbeda. Kementerian PU, yang terkena pemotongan paling besar karena menerima anggaran yang paling besar. Tapi Menteri PU bilang ke saya, bisa. Karena masih ada anggaran dari sisa lelang. Ketika kita membikin rencana proyek, misalnya Rp100 miliar. Pas dilelang ternyata bisa Rp90 miliar. Nah, itu ada sisa lelang. Ada juga sisa kontrak. Pak Jonan (Menteri Perhubungan) cerita ke saya, sisa lelang dan sisa kontrak dijadikan satu, lalu Kementeriannya juga bisa menambah PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Jadi, (meskipun) APBN kementerian dikurangi, tapi dia bisa pakai PNBP-nya untuk belanja sendiri. Pak Jonan juga mengatakan, ada project yang dibatalkan karena tidak siap benar, dan ada penghemetan operasional, seperti rapat dan segala macamnya.
 
Jadi, anggaran Kementerian dikurangi, harus melakukan pengetatan ikat pinggang, tapi diharapkan bisa menaikkan PNBP-nya... Sebenarnya dibilang pengetatan ikat pinggang nggak juga. Kenapa? Ya, harus diakui, kita ini belum efisien. Masih ada borosnya. Porsi belanja pegawai masih cukup besar meski itu harus. Lalu belanja barang. Ini kecenderungannya, naik dan selalu mengikuti belanja total. Harusnya, belanja total bisa naik, tapi belanja pegawai ya tergantung. Nambah atau tidak. Ada kenaikan gaji atau tidak. Harusnya, porsi belanja prioritas ada di infrastruktur. Tapi, selalu kejadiannya, belanja barangnya ikut naik. Saya mengharapkan kementerian mengotimalkan pemungutan PNBP-nya dan juga me-review tarif PNBP. Kita tidak ingin tarif PNBP terlalu tinggi sehingga masyarakat tidak kesulitan.Tetapi ada tarif, yang terus terang, tidak di-review 20 tahun sehingga angkanya menjadi lucu dalam konteks hari ini. Kementerian harusnya melihat, mana tarif yang lebih mendekati market, mana tarif yang harus dijaga supaya masyarakat bisa akses. Contohnya di Kementerian Perhubungan. Begitu tarifnya terkait maskapai, mungkin bisa mengikuti tarif sesuai market. Tarif airport Soekarno-Hatta, ya dibuat asal tidak lebih tinggi dari Changi Singapura. Tapi, kalau PNBP menyangkut masyarakat, ya dijaga supaya tidak memberatkan.
 
Kementerian Perhubungan bisa menaikkan penerimaan melalui PNBP. Bagaimana kementerian lain? Memang, saya lihat, Kementerian yang paling agresif menaikkan PNBP-nya ya, Pak Jonan (Menteri Perhubungan Ignasius Jonan). ***

Artikel ini sudah dimuat di
Harian RakyatMerdeka
Edisi Selasa, 14 Juni 2016