Kamis, 12 Januari 2017

Menteri ESDM Ignasius Jonan: Presiden Bilang Listrik Harus Murah Supaya Bangsa Ini Kompetitif



Presiden ingin harga listrik lebih murah sehingga terjangkau masyarakat. Bagaimana caranya? Sebagai regulator, peran Kementerian ESDM amatlah penting untuk membuat harga listrik lebih kompetitif. Bagaimana caranya? Ignasius Jonan yang baru 2,5 bulan duduk di kursi Menteri ESDM itu membeberkannya cukup detail. Wawancara dengan Jonan berlangsung di Bali, pekan lalu, di saat kunjungan kerja ke pembangkit listrik dan terminal BBM. 

Presiden Jokowi berulang kali menyebut bahwa harga listrik harus murah. Bagaimana peran Menteri ESDM merealisasikannya?

Jadi begini. Pertama, goal atau tujuan dari Bapak Presiden, bahwa listrik harus makin lama makin affordable atau harganya makin terjangkau oleh masyarakat. Bagi kebanyakan orang yang tinggal di kota besar, atau yang kelas menengah ke atas, mungkin listrik itu bagian yang biasa saja saat harganya naik atau turun. Tapi Indonesia ini dari Sabang sampai Merauke. Dari Miangas sampai Pulau Rote. Penghasilan orang beda dan kehidupannya pun berbeda-beda. Kita ini satu bangsa, tapi akses listrik sekarang baru tercapai 89 persen.

Target sesuai arahan presiden, tahun depan, diharapkan elektrifikasi 92 persen. Tahun 2018, menjadi 96 persen. Dan, 2019, jadi 100 persen. Sehingga 2019, semua rakyat Indonesia punya akses listrik. Nah, 100 persen elektrifikasi itu, bukan berarti listrik tersedia tapi orang nggak bisa beli. Listrik harus tersedia dan terjangkau. Itu yang dimaksud listrik murah, bahwa harganya makin lama makin terjangkau masyarakat. 

 

Kedua, ini masalah daya saing bangsa dari segi produksi. Kalau listrik makin murah atau kompetitif, maka barang produksi Indonesia bisa makin kompetitif. Ini tujuan Presiden yang harus dijalankan oleh semua stakeholder di bidang kelistrikan. Regulatornya, saya. Jadi, saya harus mendorong ini.

 

Caranya?

Caranya tentu bukan membuat peraturan semata. Satu, membuat atau mengarahkan sumber energi dasar listrik sesuai geografis dan juga sesuai dengan sumber-sumber listrik atau sumber energinya. Contoh, sekarang saya sudah izinkan di daerah tambang batubara dibangun mine mouth coal fire plant atau pembangkit listrik di mulut tambang.

 

Bukankah dulu rencana itu ada. Tapi nggak berkembang...

Begini. Kita akan ubah beberapa aturannya. Contoh, tambang batu bara Bukit Asam di Tanjung Enim. Kirim batu bara pakai kereta, dibawa ke Lampung. Lalu dibawa ke Tarakan (Kalimantan Utara) pakai kapal, atau dikirim ke Tanjung Jati di Jawa barat. Ini biayanya berapa besar coba? Nah, kalo bikin listrik di situ (dengan pembangkit mulut tambang), lalu tinggal bikin transimisi. Mungkin sebagian transmisi dibikin PLN, sebagian lagi dibikin Bukit Asam, lalu dibuatkan gardu induk, bisa nyambung. Bikin transmisi biaya perkilometernya lebih murah dan lebih mudah dibanding biaya transportasi (mengirimkan batu bara).

 

Kedua, kita lagi buat peraturan menteri. Kita mendorong PLN bisa tunjuk langsung pembangkit listrik tenaga gas untuk yang di sumur-sumur gas. Namanya, well-head gas turbine power plant. Nah, gas juga sama. Bayangkan, bikin pipa segitu panjang, ratusan kilometer. Kan lebih baik power plant dibangun di situ, bikin transmisi, lalu buat gardu induk. Itu lebih murah. 

 

Ketiga, kita mendorong Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Sesuai kesepakatan di COP 21 (Conferene of the Parties) di Paris tahun lalu, bahwa bauran energi ini diharapkan mencapai 23 persen di tahun 2025. Tapi, begini ya. EBT jangan diarahkan bahwa yang mendorong adalah ide atau keilmuan semata, tetapi listrik yang reasonable. Yang masuk akal, sesuai sumber di daerahnya. Jangan yang sudah ada panas bumi, malah bikin PLTU yang pakai batu bara. Apalagi, ngirim batu baranya jauh. Di daerah yang ada panas buminya, ya bikin PLTP (Pembangkit Listrik Panas Bumi), seperti Lahendong (Minahasa), Ulubelu (Lampung), Kamojang (Garut) dan sebagainya. Panas bumi kita ini potensinya diestimasi bisa menghasilkan 29 ribu Megawatt. Tapi yang baru dibikin sekitar 1.500 MW atau baru sekitar 5 persennya. Target kita bisa mencapai 7.500 MW di tahun 2023.

 

Contoh lain. Di pesisir, misalnya Papua. Di Sorong, Kaimana atau Jayapura. Kalau ada pertanyaan, bisa nggak dibangun PLTU pakai batubara? Jawabannya, ya pasti bisa. Tapi mengirim batubaranya darimana? Kalau dari Kalimantan. Itu ongkosnya mahal. Nah, kalau mau, bisa pakai gas, supply lebih dekat, ada dari Tangguh. Gas bisa dibawa menggunakan kapal ke Jayapura, dan mungkin bisa sampai ke Manokwari.

 

Bagaimana dengan wilayah Papua yang aksesnya sulit. Pengiriman gas atau batubara tentu jadi kendala? Jadi, saya merasa beruntung ditugaskan hampir dua tahun di Perhubungan. Saya sudah melihat 34 provinsi sebanyak rata-rata 2,5 kali. Jadi tahu gambarannya. Yang di Wamena, Yahukimo, Oksibil dan wilayah yang pegunungan-pegunungan itu, nggak bisa pakai gas. Kalau mau pakai gas, misal bangun di Sorong, masa narik kabelnya sepanjang itu, ongkosnya berapa? Wong tengahnya hutan semua, nggak banyak yang tinggal. Kalau gas sudah pasti tidak mungkin pakai pesawat, karena gas itu mudah terbakar. Kecuali gas perut ya, hahaha (tertawa).

 

Nah, caranya bagaimana? Ya bikin pembangkit setempat. Liat kondisi. Kalau bisa tenaga matahari ya, pakai matahari. Ada orang bilang, mataharinya nggak cukup. Ya, kalau nggak cukup, bisa dual power. Matahari dan misalnya, diesel. Tapi saran saya jangan diesel ya. Bukan karena mahal. Tapi, bawa dieselnya itu ke sana pakai pesawat. Mahal.

 

Kalau bangun pembangkit tenaga matahari, ya solar farm-nya harus besar sekali. Kemungkinan lain, pakai mini hidro. Kalau letak desanya jauh-jauh, ya pakai mikrohidro. Satu kecamatan, bisa pakai satu Pembangkit Lisrik Mikrohidro atau PMH. Satu pembangkit menghasilkan setengah megawat. Itu setengah juta watt lho. Cukup. Masa ada satu kecamatan di desa terpencil butuh satu juta watt? 

 

Yang lain, misalnya di tempat yang banyak sungai. Presiden sudah pernah jelaskan. Di Papua, ada Sungai memberamo, ya itu dipakai. Kalau perlu bangun pembangkit listrik tenaga air. Lalu, di kota-kota besar, kami sarankan, pakai tenaga sampah atau biomassa. Itu bisa. Kecil-kecil nggak apa. Sifatnya independen. 

 

Nah, hal-hal seperti ini harus diperjuangkan, supaya harga listrik bisa terjangkau. Kalau PLN terus dipaksa untuk jual listrik murah, tapi beli listriknya mahal sekali, ya berat. Akhirnya teriak subsidi. Nah, itu nantinya debat lagi. 

 

Kalau pembangunan listrik bisa bersifat independen, berarti tidak ada lagi jaringan listrik nasional ya? Jaringan listrik nasional atau national grid nggak ada di Indonesia. Lha wong, Indonesia negara kepulauan kok pakai nasional grid. Amerika saja yang luas daratannya 4 kali Indonesia, tapi satu benua, dia juga nggak nyambung listrik ke kepulauan. Nah, Indonesia yang pulaunya ratusan ribuan, meski yang dihuni mungkin sekitar 800-an pulau, kalau mau nyambung listrik itu biayanya berapa? 

 

Misalnya, di kepulauan-kepulauan Maluku. Begitu ada Blok Masela, bisa dipakai gasnya. Di Maluku Utara juga bisa, karena pegunungannya nggak terlalu tinggi. Kalau Masela jadi, itu untuk dijual gasnya, dan bisa untuk bangun listrik di situ. Dari Sulut, dekat dengan Maluku Utara, PLTG juga cocok, karena tidak terlalu jauh dari Teluk Bintuni. 

 

Di Sulawesi Utara, kalau mau bangun coal fire (PLTU) sebenarnya cocok karena batubaranya dari Kalimantan nggak jauh. Tapi, pembangunan PLTU di sana, kecuali diatur luarbiasa soal polusinya. Kalau nggak (diatur) bisa mengganggu, karena Sulawesi Utara targetnya menjadi provinsi pariwisata, seperti Bali.

 

Bagaimana support pemerintah terhadap energi baru dan terbarukan. Pemerintahan sebelumnya tidak memberi atensi khusus terhadap hal ini. 

 

Begini. Jangan orang sekedar bilang Pak, saya punya teknologi. Misalnya, solarcell, mereka bilang, ini harus dipake dan di Jakarta pun harus dipakai. Lho, menurut saya, ya tergantung. Harganya bagaimana? Orang cari listrik, kan sama dengan cari penghidupan. Dimana yang paling kompetitif, ya apa (sumber untuk listriknya) di situ. Ini penting. Arahan Presiden begitu. Bukan bilang pokoknya harus, pokoknya begini. Nggak bisa dipaksakan. 

 

Sebulan lalu, saya bicara dengan menteri energinya Uni Emirates Arab, saat pertemuan OPEC, Wina. Dia bilang, negaranya membangun solar cell 150 MW, dan harga listriknya 2,99 sen. Lha, di sini, pembangkit solar cell mintanya 14 sen, 15 sen atau 20 sen USD. Orang lalu bilang, ya Timur Tengah, mungkin absorbsi sinar mataharinya banyak. Yo wislah, dikali dua deh. Sekitar 6 sen USD, bisa? Atau, sudahlah. Kalau nggak bisa 6 sen USD, bisa tidak disamakan saja dengan harga listrik gas. Kalau itu bisa, sudah alhamdulilah. Gitu, lho. 

 

Januari ini, saya mau ke sana mewakili Presiden. Coba nanti kita liat sendiri. Ini negara Emirates, lifting minyaknya sehari 3 juta barrel, dan konsumsi mereka cuma 100-150 ribu barrel. Negara eksportir minyak terbesar, tapi mereka sudah memikirkan membangun listrik dengan sollar cell. Jadi, saya sangat mendorong energi baru terbarukan. Itu passion luar biasa. Kita targetnya ada, tapi harganya harus terjangkau.

 

Tentang pernyataan Presiden bahwa harga listrik selama ini mahal karena ada broker atau makelar pembangkit listrik. Bagaimana tanggapan Anda?

Saat di Lahendong (Minahasa), ada arahan Presiden. Tolong, listrik ini investasinya dan segala macemnya itu, jangan sampai ada makelar di tengah. Jadi ini, misalnya begini. Ada investor asing mau investasi listrik dan ikut tender. Karena prosesnya sulit –nah, ini harus kita permudah ya— maka, dia cari-cari dan dikenalkan dengan Tuan X. Nah, X lalu bilang pada investor itu, sudah begini saja, sampeyan bawa uang nggak? Bawa. Punya teknologi? Punya. Ya, sudah semua dokumen, kata Tuan X, saya yang urus sampai jadi deh. Tapi, nanti saya minta saham gratis 20 persen. Nah, yang kayak begini ini kan nambah biaya. Gitu lho.

 

Apakah ada upaya lain terkait regulasi perhitungan investasi, untuk membuat harga listrik murah? 

Ini terkait dengan arahan Presiden menyangkut energi dasar. Waktu kami ke Iran. Iran itu jual LNG murah. Katanya murah. Saya belum tahu sih. Tapi, apabila masuk ke Indonesia, lalu masuk ke pembangkit-pembangkitnya PLN, itu mesti dihitung, nett berapa harganya. Nah, kita akan bikin patokan. Kita keluarkan peraturannya. Misal, harga gas per mmbtu itu 0,12 ICP (Indonesia Crude Price). Nah, kalau harga penawaran lebih dari itu, dia boleh impor tapi harganya harus di bawah itu. Boleh saja impor dan Presiden bilang kenapa nggak, supaya lebih sehat, ada kompetisi. 

 

Menurut Pak Dirut PLN, investasi listrik itu ya, kadang uangnya 8-10 tahun kembali. Jadi, kalau ada kontrak selama 30 tahun, orang itu berarti untungnya besar sekali. Di PLTP Lahendong yang kemarin, saya tanya. Ini, disusutkan berapa tahun aktiva tetapnya, semua instalasi. Jawabnya, 7 tahun. Ya, menurut saya, kurang dong. Lha wong pipa segala, misalnya, itu bisa dipakai 15-20 tahun kan. Makanya, harga jadi mahal. Nah ini akan kita atur. Kita akan usulkan, nanti diubah penyusutan seumur kontrak atau minimal 20 tahun, mana yang lebih kecil.

 

Harga jual listrik di PLTP Ulubelu, misalnya sekitar 7,5 sen USD. Di Lahendong sekitar 11,4 USD. Itu menurut saya terlalu tinggi. Penyusutannya harus dibikin 20-an tahun supaya harganya turun. Terhadap kontrak yang sudah ditanda-tangani ya tidak bisa diubah. Kita harus menghormati kontrak. Tapi, yang belum ya kita akan perbaiki menggunakan Peraturan Menteri. Tentunya, kita akan mendorong sebuah aturan yang fair dan reasonable buat pelaku dunia usaha juga.

 

Listrik murah ini kan tujuannya mulia sekali. Bapak Presiden bilang, harga listrik harus lebih murah supaya bangsa ini lebih kompetitif produksinya dan semua rakyat bisa menjangkaunya. Listrik ini termasuk kebutuhan dasar. Tidak ada listrik, maka peradaban sangat sulit tumbuhnya. 

 

Listrik Indonesia sekarang ini katagorinya mahal atau murah dibanding negara lain?

Mahal murah itu harus ada komparasinya. Ini, contoh. Ada pembangkit listrik tenaga hidro yang besar sekali, sekitar 2.000-an MW di Serawak. Terserah, orang mau bilang ini desperate atau nggak desperate. Tapi, faktanya, dia jual listrik ke PLN Malaysia kira-kira 2 sen USD. Nah, kita liat, pembangkit listrik tenaga hidro di kita, harganya sekitar 7-8 sen USD. Nah, kenapa nggak dicari efisiensinya, gitu lho. Kok industri ini tidak berjuang supaya output produknya menjadi lebih mudah, terjangkau dengan kualitas lebih baik dan lebih murah. Kan mestinya, itu harus diperjuangkan. Semua industri di era globalisasi, tanpa pengecualian, termasuk industri energi, ya harus begitu.

 

You tahu, misalnya handphone. Dulu, 25 tahun yang lalu, ukuranya besar sekali. Padahal fungsinya, cuma buat telepon, nggak bisa untuk SMS, padahal harganya bisa satu Kijang. Nah sekarang, handphone sudah canggih, kapasitas mungkin 10 kali lipat dari handphone zaman dulu itu, tapi harganya cuma seperlimapuluh Kijang. Nah, itu lho maksudnya teknologi itu. Jangan tambah lama, tambah mahal. Industri listrik itu ya, harusnya kayak gitu. 

 

            Detikcom mengutip data dari PLN, harga rata-rata listrik Indonesia dibanding negara lain perSmester 1 2016, adalah sebagai berikut: 

 

Tarif Listrik Industri Besar: Singapura (Rp1.689/kWh), Filipina (Rp1.551/kWh), Thailand (Rp1.270/kWh), Malaysia (Rp1.066/kWh), Indonesia (Rp1.011/kWh) dan Vietnam (Rp777/kWh).

Tarif Listrik Bisnis Besar: Singapura (Rp1.843/kWh), Filipina (Rp1.607/kWh), Malaysia (Rp1.320/kWh), Vietnam (Rp1.305/kWh), Indonesia (Rp1.159/kWh) dan Thailand (Rp1.114/kWh). 

Tarif Listrik Rumah Tangga: Filipina (Rp2.653/kWh), Singapura (Rp2.602/kWh), Indonesia (Rp1.496/kWh), Malaysia (Rp1.374/kWh), Thailand (Rp1.351/kWh) dan Vietnam (Rp1.120/kWh).

***

Wawancara ini sudah dimuat di Harian RakyatMerdeka edisi Rabu, 4 Januari 2017


 

 

Asman Abnur, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Pegawai Lembur Jangan Cuma Diongkosi Martabak Doang..


 

Putra Batam ini tak menyangka jalan hidupnya tiba-tiba berubah, saat dia ditunjuk menjadi pembantu Presiden Jokowi. Empat bulan duduk di kursi Menteri PAN-RB apa saja yang sudah dilakukan? Seberapa sulit melakukan reformasi birokrasi dan mengubah kultur pegawai sipil kita? Berikut ini petikan wawancaranya dengan Kiki Iswara, Ratna Susilowati, Kartika Sari, Haikal Amrullah dan Wahyu Dwi Nugrono dari Rakyat Merdeka, akhir pekan lalu. 


Selama empat bulan jadi menteri, terobosan apa saja yang dilakukan untuk mereformasi birokrasi? 
Selama empat bulan ini, saya konsentrasi kepada dua hal. Pertama, fokus kepada pelayanan publik.  Dan kedua, penerapan sistem e-goverment di pemerintahan. Caranya, dengan menciptakan role model, dari pusat hingga ke banyak daerah, khususnya di tingkat kabupaten/kota dan propinsi.

 

Role model ini untuk bidang apa saja?
Fokus utamanya role model untuk pelayanan publik. Karena, selama ini pelayanan publik birokrasi banyak dikomplain masyarakat. Bukankah, nampak sekali terasa perbedaan sistem pelayanan, jika kita masuk ke kantor pemerintahan, dibandingkan masuk ke bank. Sekarang, sudah ada sekitar 59 role model. Dan ini, nanti direplikasi tingkat nasional hingga ke daerah. Jadi, jangan lagi pergi studi banding kemana-mana. Sudahlah, tiru saja 59 role model ini. Datang, lihat, copy atau tiru dan terapkan di daerahnya.

Di beberapa daerah kabupaten/kota, propinsi, sudah diterapkan e-budgeting. Dan dengan sistem ini, anggaran bisa dihemat luar biasa. Maka, saya menjadikan daerah ini contoh penerapan e-budgeting. Sistemnya, mulai dari e-planning, e-control dan e-procurement dan seterusnya. Saya harapkan, role model bisa mempercepat penerapan sistem reformasi birokrasi di daerahnya masing-masing. Di bidang SDM, saya menggenjot Lembaga Adminsitrasi Negara (LAN) untuk melakukan pelatihan-pelatihan. Sistemnya jangan seperti yang dulu lagi.

Dulu, sistem pelatihannya bagaimana?
Antara lain, pelatihan dijadikan (syarat) jabatan. Sekarang, tidak boleh lagi seperti itu. Masuk ke LAN karena pelatihannya memang bagus. LAN kini mereformasi diri juga. Saat ini ada mekanisme Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan (Diklatipim) 1 dan Diklatpim 2. Setiap lulusannya, misal, diwajibkan mencipta inovasi. Misal, jika dia birokrat dibidang keimigrasian, maka ciptakanlah sebuah sistem reformasi bidang keimigrasian. Hari ini, saya baru saja dari Kemenkumham menutup Diklatpim 2 dengan Menkumham. Target saya, setelah ini, pelayanan imigrasi kita tidak kalah dengan di luar negeri.

Peserta Diklatpim sekarang tidak akan diberi sertifikat sebelum menciptakan sebuah inovasi. Sekarang ini, tercipta sekitar 3.000 inovasi. Tinggal kita lihat saja, mana yang bisa ditiru dan dijadikan role model. 

 

Apa contoh ide inovasi yang menarik?
Diklatpim 2 di Ambon diikuti sekitar 52 peserta. Malahan ada yang dari Papua juga. Saat diberi tugas membuat sebuah inovasi, ada yang unik. Di Papua, ada pegawai kesehatan yang berusaha agar malaria tidak jadi penyakit mewadah. Caranya, dengan membuat sistem agen. Agen ditunjuk dari orang-orang biasa, tapi dididik untuk mengatasi demam malaria. Biasanya bidan yang keliling mengobari malaria, tapi ini agen. Orang ini mengobati, tapi sekaligus jualan di warungnya. Ini kan sebuah ide inovasi, yang perlu diapresiasi.Ada sekitar 52 ide inovasi pelayanan publik yang sudah dipamerkan. Dari dinas perikanan, misalnya, ada ide inovasi budidaya tidak perlu pakai kolam. Cukup dengan kotak-kotak buatan, diisi air, dan di situ dilakukan pengembangan ikan. Ternyata banyak diantara birokrasi kita pintar-pintar dan kreatif. Kini, tinggal diapresiasi saja kerja mereka. Sekarang ini, seluruh ASN (aparatus sipil negara), yang hendak naik jenjang jabatan, wajib mengikuti diklat dulu. Kalau tidak punya sertifikat diklatpim, tak perlu diberi jabatan tertentu. Sehingga, aparatur birokrasi itu perlu diakreditasi. Ibaratnya, kalau di perusahaan ada ISO.

 

Jadi Aparatur Sipil Negara nanti harus memiliki semacam sertifikat kompetensi?
Iya, kita arahkan seperti itu. Jadi tidak ada lagi kepala daerah yang memberi jabatan kepada seseorang, hanya karena dia, misalnya, bagian dari tim suksesnya. Karena dia ikut memenangkan sebagai bupati atau walikota, lalu diberi kedudukan tinggi. Tidak boleh ada yang begitu ke depan. Jabatan di birokrasi baiknya terpisah dari kekuatan politik.

Bukankah hal seperti itu sudah sangat lumrah dan menjadi kultur. Mungkin tidak mudah mengubahnya? Justru kultur yang seperti itu harus kita ubah. Dengan metoda dan sistem yang baik. Gunakan sistem merit. Inilah target kami di Kemenpan.

 

Apa hal tersulit dalam mereformasi birokrasi?
Banyak birokrat yang sudah merasa ada di zona nyaman. Maksudnya, mereka terbiasa dalam situasi yang menguntungkan dirinya. Maka, orang seperti itu akan berusaha mempertahankan sistem lama. Ini tidak ada tawar menawar lagi. Kita paksa ubah dengan sistem IT. Juga diberikan apresiasi untuk yang bisa melakukan inovasi di bidang unit kerjanya. Apresiasi dalam bentuk kenaikan pangkat lebih cepat, atau rekomendasi untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi agar mereka jadi ASN unggulan, yang diharapkan menjadi pemimpin di unitnya.

 

Berapa banyak aparatur sipil negara sekarang?
Banyak. Jumlahnya mencapai 4,7 jutaan. Terpenting, masing-masing unit, sistemnya sudah jalan dengan baik. Tinggal kita desain bagaimana sistem pelatihan dan pendidikannya. Jenjang karier pegawai tidak boleh ada lagi yang sistemnya suka-suka. Harus ada standarnya.

 

Saat ini banyak sekali badan-badan dan lembaga yang kerjanya tidak kelihatan di publik. Terkait reformasi birokrasi, apakah ada badan atau lembaga yang dibubarkan? Sekitar 11 lembaga non struktural, sudah kami bubarkan. Saya tidak hafal apa saja. Tapi, badan atau lembaga yang seperti itu, biasanya orangnya ada, pekerjaannya tidak produktif. Jadi dibubarkan saja. Hal lain, saya juga melakukan penyederhaanaan organisasi di Pemda. Sekarang ada PP No 18. Pemda tidak boleh mengembangkan organisasi di luar aturan yang sudah dibuat. 

 

 

 


Jiwa Birokrat Harus Melayani, Jangan Merasa Berkuasa...

 

Sebelum berkiprah di kabinet, Asman Abnur adalah anggota DPR RI. Mantan Wakil Walikota Batam ini, lahir di Pariaman, 2 Maret 1961. Asman adalah politisi berdarah pengusaha. Ayahnya pedagang emas yang sukses di Tanjung Pinang dan Batam. Asman Lulus S-2 Magister Manajemen tahun 2004 dari Universitas Airlangga. Dan saat ini tengah menjalani studi doktoral Ilmu Ekonomi Islam, di Universitas yang sama.

Selepas sarjana, Asman melanjutkan usaha orang tuanya berjualan emas, dan berkembang jadi banyak usaha. Diantaranya beberapa unit SPBU, sejumlah restoran, apotek, pusat kebugaran, Bank Perkreditan Rakyat Konvensional & Syariah dan money changer. Pernah menjabat Ketua HIPMI Batam dan Ketua Kadin Batam. Asman ditunjuk menjadi Menteri PAN-RB pada 27 Juli 2016. “Jadi menteri ini, saya anggap garis tangan, amanah, ada kesempatan memberikan pengabdian untuk negeri ini,” kata pria yang hobinya ngopi ini. 

Setelah jadi menteri, waktu luangnya makin terbatas. “Kalau weekend saya jogging, lalu ngopi. Atau ke Batam jenguk orang tua. Kadang kalau saya ke daerah, saya cari, kedai kopinya dimana,” ujarnya.

 

Sikap aparatur birokrasi yang baik, idealnya punya rasa melayani. Bagaimana caranya menumbuhkan kesadaran ini? Saya menuntut aparatur memiliki dua hal. Pertama, kesadaran hospitality, yaitu sikap melayani, ramah dan jangan lagi mengedepankan kekuasaan. Selama ini ada stigma, ASN seolah berkuasa, padahal harusnya dia melayani. Kedua, sikap entreuprenership. Jika memiliki jiwa ini, dia akan melakukan inovasi. Ini penting. Tanpa sikap seperti itu, kita akan kalah dalam persaingan. Dua hal ini membuat aparatur bersikap semangat kerja tinggi, tidak cepat menyerah dan mengacu pada hasil. Setiap langkah dan setiap anggaran yang dikeluarkan, harus dipikirkan, apa hasilnya untuk negara. Jangan sampai hanya berpikir, yang penting duitnya terserap, tapi hasilnya tak bisa diukur.

 

Di negara-negara maju, justru lulusan-lulusan terbaiknya diangkat menjadi birokrat. Di negara kita mengapa tidak seperti itu ya? Saya sedang menguber sistem pengupahan. Di jabatan-jabatan tertentu, seharusnya, gaji pegawai tidak kalah dengan swasta. Kita ini sudah melakukan penghematan, maka wajar kalau pegawai yang berprestasi diberi apresiasi. Ibaratnya, masa lembur sampai jam 10malam, tapi pulang cuma dikasi martabak doang.. hahaha (tertawa).

Selama ini begitu? Ya, palingan dibelikan nasi bungkus. Itukan tidak profesional. Mudah-mudahan ke depan segera diperbaiki. Aparatur sipil kita tidak boleh kalah dengan ASN di Korea, Jepang dan Singapura. Coba sekarang, lihat berapa gaji gubernur, walikota, bupati itu berapa? Saya tidak menyebut gaji menteri ya. Lalu, bandingkan dengan BUMN. Gaji menteri dengan gaji pegawai BUMN saja jauh. Saat ini saya sedang coba hitung, gaji standar eselon satu dan dua itu berapa yang baik. Kalau sistemnya bagus, kan mereka juga bahagia bekerjanya.

 

Bagaimana progress moratorium aparatur sipil negara? Ke depan, kita akan merekruit aparatur sipil sesuai kebutuhan. Jangan sampai membebani anggaran negara. Ada beberapa daerah, yang belanja pegawainya mencapai 80 persen. Coba, itu bagaimana kepala daerahnya bisa membangun kalau anggarannya banyak untuk belanja pegawai. Saya mensyaratkan, ke depan, belanja pegawai tidak boleh lebih dari 50 persen. 

Bagaimana upaya mengurangi jumlah ASN, apakah ada program pensiun dini atau sejenisnya? Sebetulnya, melalui sistem online, kita jadi bisa tahu mendetail jumlah pegawai. Misalnya, kita akan tahu jumlah guru yang menumpuk ada di wilayah mana, dan guru apa saja. Yang menumpuk itu, bisa kita distribusi ke wilayah yang membutuhkan. Saya mengharapkan, ASN ini jadi perekat nasional, jangan terkotak-kotak. Pegawai daerah A, tak berarti hanya bertugas di daerah A. Eselon dua, misalnya, harusnya diputar lintas kabupaten. Banyak terjadi, saat pilkada, pejabat eselon dua yang tidak mendukung, tidak terancam dinonjobkan. Untuk tamatan STPDN, setelah lulus, tidak dikembalikan dulu ke daerahnya. Ada 2000 tamatannya yang kita distribusikan lintas propinsi. Anak Papua, bertugas dulu di Jabar, Jateng, agar saat kembali ke daerahnya, dia punya wawasan nasional.

 

 

Tentang Pelaksanaan e-government

Dengan Sistem Online, Otomatis Tak Ada Lagi Pungli

 

Bagaimana penerapan sistem online kepegawaian. Sudahkah dilakukan menyeluruh?
Badan Kepegawaian Negara (BKN) wajib tahun depan akan online dengan seluruh kementerian, di seluruh propinsi, kabupaten dan kota. Kita sedang membangun data centernya di lantai 3 (kantor Kemenpan-RB). Jadi, kalau seluruh data sudah online, kita akan tahu, misalnya, hari ini, berapa orang pegawai yang pensiun di seluruh Indonesia, berapa yang harus naik pangkat, dan seterusnya. Kelak, tak perlu lagi ada pegawai bawa-bawa map mengurus dokumen ke BKN. Bahkan, seharusnya tak perlu lagi diminta surat pengangkatan pegawai negeri, karena itu harusnya otomatis terdata di BKN atau BKD. Dengan online, maka kita juga bisa tahu berapa komposisi pegawai yang dimiliki, di tiap daerah dan distribusinya.   

Kelak, mungkin kita juga bisa tahu jumlah pegawai yang bolos tiap harinya?
Ya, mudah-mudahan nanti bisa sampai begitu. Tapi, dengan sistem online, maka kita jadi bisa tahu formasi birokrat, dan standar pendidikannya. Saya targetkan, semua tamatan universitas yang IPK-nya tinggi, kalau perlu tak usah tes untuk jadi pegawai negeri. Ini agar kita dapat bibit-bibit yang bagus. Tentu, ini harus dibarengi dengan perbaikan tunjangan kinerja. Orang yang bibitnya bagus, dituntut kerja bagus dan transparan tapi kerja lembur selama ini tidak pernah dihitung. 

Jadi harusnya gaji birokrat yang ideal itu bagaimana hitungannya? Apakah lembur akan masuk hitungan pendapatan?
Nanti ada hitung-hitungannya. Ada peraturan pemerintah yang akan kita keluarkan. Saat ini, sudah disampaikan ke Presiden, mudah-mudahan dalam waktu dekat keluar. Mudah-mudahan disetujui Presiden. 

Dengan sistem online, apakah akan terjadi penghematan biaya birokrasi?
Saya yakin efisiensi akan terjadi. Dengan e-budgeting, e-planing dan e government, Kabupaten Banyuwangi, misalnya bisa hemat sampai Rp 1 triliun. Sistem online juga otomatis mencegah pungli. Kalau transparan, terbuka, kita jadi tahu prosesnya sudah sampai mana, kapan selesainya dan nomor antrian jelas. Bayarnya juga jelas ke bank, tidak ada lagi sistem pembayaran cash, dan tidak ada kesempatan untuk pungli. Selama ini, pungli terjadi karena ada celah, ada peluang. Bayangkan, jika uang pembayaran cash, melihat uang menumpuk, apa tidak tergoda?

 

Bagaimana caranya agar sistem online bisa menjamin tidak terjadi pungli? Sebab, pegawai yang nakal bisa membuat sistem yang online dimatikan. Sistem elektronik saja tidak menjamin. Sudah online tapi sistemnya di-off kan. Itu terjadi apabila pengawasan tidak ketat. Karenanya, kita perlu memperkuat sistem pengawasan internal. Inspektorat perlu diperkuat. Jangan sampai orang luar tahu lebih dulu daripada pengawas internalnya

Apa ada target dari Presiden, kapan pelayanan publik harus bisa online secara menyeluruh? Target Presiden, agar saya fokus pada dua hal. Yaitu, pelayanan publik dengan sistem e-gov. Jadi saya kencang saja di dua hal itu. Dan di daerah ternyata sudah banyak sekali perubahan. Bagi daerah-daerah yang belum, kami berikan role model. Saya suruh copy paste, nggak perlu studi banding kemana-mana lagi yang hanya menghabis-habisin duit.

 

Apakah Kementerian PAN-RB memiliki penilaian, birokrasi di kementerian mana yang paling rapi sistemnya? Itu rahasia. Saya memang membuat sistem penilaian. Yang dinilai, sistem reformasi birokrasinya, kinerjanya. Penilaian setiap tahun ada.

Apakah penilaian ini diumumkan di sidang kabinet?
Sementara ini belum. Saya akan lapor dulu ke Presiden. Nanti (penilaian) masing-masing kementerian ada tingkatannya. 

Parameternya apa? Itu ada metodanya. Kerja salah satu deputi bidang reformasi birokrasi dan pengawasan. Kita punya standar penilaian berdasarkan survei. Ada kuesionernya ke publik. Sistem kerja yang efektif ada ukurannya, ada targetnya. Hasil dari penilaian itu bisa rekomendasikan besarannya tunjangan kinerja. Di tahun 2017, saya ingin kita lebih fokus memberi apresiasi ke pelayanan publik yang bagus. Dengan KPK saya menghadiri acara antikorupsi di Riau. Dan kejutan, ada sejumlah Polres, yang dinyatakan bebas korupsi.

***

Wawancara ini sudah dimuat di

Harian Rakyat Merdeka

Senin, 19 Desember 2016