Kamis, 07 Juli 2016

Nebeng Menteri Ikut Pantau Arus Mudik Lebaran: Tak Ada Lagi, Penumpang Nginap Di Emper Pelabuhan



Makin dekat lebaran, intensitas kerja Menteri Perhubungan Ignasius Jonan makin padat. Tiada hari libur. Aturan dilarang cuti untuk semua pegawai Kemenhub, juga berlaku untuk dirinya. Hampir setiap hari Jonan berada di lapangan. 

Akhir pekan kemarin, Jonan mengecek Pelabuhan Kumai, Kalimantan Tengah, lalu berlanjut ke Makasar. Agenda kerjanya berkejaran dengan waktu, dan lokasi yang dituju cukup terpencil. Karenanya, Jonan menggunakan pesawat kapasitas 7-8 orang jenis Hawker 900XP milik Kementerian Perhubungan. Wartawan Rakyat Merdeka, Ratna Susilowati, ikut dalam rombongan. 

Berangkat dari Halim Perdanakusumah Jakarta. Di samping kiri Menteri, duduk Bambang Tjahjono (Dirut AirNav Indonesia), di depannya ada Yudhi Sari Sitompul (Direktur Bandara) dan Atok Urrahman (Staf Khusus Menteri). Sedangkan Adolf R Tambunan (Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut), duduk persis di belakang Jonan. Pejabat Humas Sindu Rahayu dan Ajudan Lettu Marinir Andik Kristiawan, di deretan lain. 

Perjalanan agak terlambat karena saat mau berangkat, ban pesawat gembos. Butuh sejam perbaikan, tapi akhirnya semua lancar. Sampai di Pangkalan Bun, matahari mulai redup. Langsung bergerak ke Pelabuhan Kumai, sekitar 15 menit jalur darat. Jalanan ternyata amat mulus, meski ini tergolong kawasan marjinal. Di Pelabuhan, Jonan memuji. Bersih dan tertib. Ruang tunggu juga rapi.

Dia bercerita. Dulu, kondisinya nggak karu-karuan. Ribuan penumpang yang tinggal di pedalaman, menyerbu pelabuhan jelang Lebaran, cari tiket. “Misal, ada yang dapat tiket, jadwal kapalnya minggu depan, masa mau pulang lagi? Mereka susah payah sampai Pelabuhan, dan untuk menunggu keberangkatan, akhirnya nginap berhari-hari di emperan terminal, toko,” kata Jonan. Petugas pelabuhan menimpali, “Benar Pak. Dulu kerja aparat keamanan di sini berminggu-minggu karena kuatir rusuh dan sering ada keributan.”

Kini, sistem pembelian tiket online. “Jadi, mereka datang, sesuai jadwal keberangkatan,” kata Jonan lagi. Di Pelabuhan Kumai, penumpang tujuan Jawa, mencapai 33 ribu orang sepanjang liburan Lebaran. Jonan sempat dialog dengan Syahbandarnya, Junaidi. “Tiket untuk penumpang nggak dijual melebihi batas kan?” tanyanya. Junaidi menjawab tegas. “Tidak Pak.”

Junaidi lalu melapor ke Menteri Jonan, per 1 Juli akan mengakhiri tugas. Menteri pun memberinya hadiah. Yaitu foto khusus berdua. Wah, Junaidi sangat senang. Seumur-umur bekerja, berpuluh-puluh tahun jadi pegawai Kemenhub, baru kali itu, tepat sehari sebelum mengakhiri tugas, dia bisa berfoto dengan Menteri Perhubungan. 

Beranjak ke Bandara Iskandar Pangkalan Bun, Jonan menyisir areal terminal kedatangan dan keberangkatan. Tidak luas, tapi cukup bersih. Kursi-kursi di ruang tunggu dan counter check in, tertata baik. Sebelum pamitan, dia sempat menyantap sop singkong, menemani rombongan yang berbuka puasa. Setelahnya, Jonan pun terbang menuju Makasar. 

Dua jam di udara, Jonan sempat ngobrol. Saya duduk di deretan belakang, bersama ajudan. “Saat kecelakaan Air Asia, kita datang (ke Pangkalan Bun), sampai 3-4 kali ya,” papar Jonan. Lokasi jatuhnya Air Asia, pada Desember 2015, adalah di perairan Selat Karimata, sekitar 200 km dari Pangkalan Bun. 

Di atas pesawat, Jonan minta buku kecil, lalu menulis sendiri pengaturan jadwal kegiatannya, termasuk siapa saja pejabat yang harus ikut, disertai berbagai catatan. Kebiasaan Jonan memang seperti itu, nanti protokol menyesuaikan. Jadwal final lalu di-share di grup khusus personil Kemenhub, yaitu petugas yang terkait kegiatan Menteri.

Jonan termasuk menteri yang melek teknologi. Di telinganya, nyaris selalu menempel bluetooth headset, sehingga bisa menerima dan menelpon dengan cepat saat dibutuhkan. Dia juga aktif merespon dan men-share laporan via Whatsapp. Mungkin sekaligus mengecek anak buah. “Kadang, saya terima pesan dari Bapak jam tiga dini hari,” kata Ajudan, Andik Kristiawan. Prajurit Marinir ini, perawakannya tegap dan selalu sigap. 

Selama arus mudik ini, handphone Jonan tak pernah sepi dari informasi lapangan. Bahkan, sampai lewat tengah malam, masih bunyi. “Saya baca laporan,” katanya, saat saya tanya, keesokan harinya, mengapa sering tidur amat larut. Jonan lalu memperlihatkan deretan pesan di handphonenya. Ada laporan kondisi terminal di wilayah Jawa Barat, ada juga kondisi rel menggantung akibat banjir di Pasuruan. “Rel tak bisa dilewati. Jalur Jember-Banyuwangi, terputus. Mungkin cuma semut yang bisa lewat,” candanya. Apa laporan yang paling jadi atensi? Jonan bilang jalur darat, dan jalan raya. “Karena potensi kecelakaannya besar,” kata dia.

Di Makassar, Jonan mengunjungi posko mudik di Bandara Sultan Hasanuddin. Dia bilang, penerangan bandara sebaiknya ditambah. “Saya jarang mendarat di sini malam. Kalau (penerangan seperti ini), coba anda baca koran. Fotonya kelihatan, tapi mungkin tulisannya tidak kelihatan,” katanya. Dirut Angkasa Pura 1 Sulityo Wimbo yang mendengarkan Jonan, terlihat manggut-manggut.

Dari bandara, Jonan mengunjungi menara Air Traffic Control. Kondisi ATC-nya lebih bersih dan lebih bagus dari ATC Soekarno-Hatta, Jakarta. Salah satu petugasnya, Angel, sedang hamil empat bulan, tampak senang sekali bisa bertemu dan salaman dengan Jonan. Angel ingin anaknya diberi nama. Menteri  pun menulis di secarik kertas; Gabriel. “Wah berarti nama anak saya nanti, Gabriel Siburian,” teriak Angel, kegirangan. Jonan bilang, tiap kali melihat wanita hamil, dia terharu. “Hamil itu satu-satunya pekerjaan yang tidak bisa dilakukan lelaki. Karenanya, itu adalah tugas paling mulia,” katanya.


Dari tower, Jonan turun ke lantai bawah, menuju ruangan serupa di film Star Trek. Tempat pemandu lalu lintas udara. Semua pergerakan pesawat dipantau dan diikuti hingga keluar wilayah udara Indonesia. Jika ada informasi traffic, petugas bisa langsung komunikasi dengan pilot pesawat yang dituju. Ada sekitar 10 petugas memelototi monitor yang bergambar titik-titik kecil. Tiap titik berarti satu pesawat. “Satu orang maksimal memantau 12 pergerakan pesawat,” kata seorang petugas. Dan tiap dua jam, diberi istirahat, agar tidak kelelahan. 

Fungsi pemantauan ini, kalau di darat, mungkin mirip tugas polisi lalu lintas. Di Kepolisian ada TMC (Traffic Management Center) Polda Metro Jaya, yang terkenal itu. Atau kalau di laut, namanya VTS (Vessel Traffic Service). 

Menurut Jonan, navigasi adalah kegiatan yang seringkali dilupakan. “Padahal, ini adalah pekerjaan yang banyak, investasinya besar, dan mendidik personilnya pun susah. Tapi, sayang, kurang mendapat perhatian,” katanya. Jonan mengatakan itu, saat meresmikan VTS Distrik 1 di Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makasar, keesokan harinya.

Kemenhub saat ini serius membenahi navigasi, karena menyangkut aspek keselamatan. Semua distrik navigasi harus dimodernisasi. Tantangan terbesarnya, bukanlah mensosialisasikan kepada user. “Tapi, para pimpinan direktorat masih banyak yang gaptek,” ujar Jonan, spontan. Gaptek adalah istilah gaul, singkatan dari gagap teknologi. “Jadi, tolonglah, jangan gaptek. Saya ini generasi yang saat skripsinya masih pakai mesin ketik. Tapi, saya tidak gaptek. Setidaknya, semangat saya, tidak gaptek,” kata Jonan, disambut tawa hadirin. 

Jonan tegas. Soal navigasi terkait keselamatan, tidak boleh ditawar. Itu dia ucapkan lagi saat berkunjung ke terminal penumpang Pelabuhan Soekarno-Hatta Makasar. Beberapa pekan lalu ada insiden penjualan 900-an tiket palsu di sana. Kalau dipaksakan berlayar, kapal kelebihan penumpang, dan berpotensi tenggelam. “Tiket palsu itu pidana. Dan kalau ini sering terjadi, Manajemen Pelni diganti aja,” kata Jonan.

Di Pelabuhan penumpang, hari itu tidak ada kapal yang sandar. Tapi Menteri cukup senang melihat penataan terminal yang bersih dan terang. Juga tersedia garbarata menuju pintu masuk kapal. Bukan hanya bisa maju mundur, tapi garbaratanya bisa dinaikkan dan diturunkan, menyesuaikan ketinggian kapal. Menurut Jonan, salah satu tolok ukur kesejahteraan masyarakat dilihat dari ketertiban transportasinya. “Di negara manapun, kalau mau naik ke kelas menengah, tak ada yang transportasinya tidak tertib,” tambahnya. 

Kembali ke Jakarta, Jonan sempat tertidur di pesawat. Jadwal yang padat, wajarlah dia beristirahat. Saya bisikin Ajudan. “Tu, Pak Menteri tidur. Ajudan boleh tidur sedikit.” Lettu Andik senyum-senyum saja. Tak lama, kepalanya mulai tertunduk. Hebatnya, dia tidur ala marinir. Badan dan bahunya tetap tegak, meskipun matanya tertutup. Tapi cuma lima menit, dia sudah terjaga lagi. Semua personil di Kementerian Perhubungan memang harus selalu siaga. Boro-boro mikirin pulang kampung, beli baju baru pun belum tentu sempat. 

Ada meme yang dikirim diantara mereka. Lucu. Gambar Menteri Jonan, gelantungan di gerbong kereta api, dengan baju dinas Kemenhub. Lalu ada tulisan: “Lebaran nggak usah beli baju baru, karena yang kalian pakai baju dinas.” 

Ya, itulah pilihan hidup. Mereka sering diingatkan Jonan. “Kita harus percaya bahwa insan transportasi juga patriot.” ***

Artikel ini sudah dimuat di Harian RakyatMerdeka, edisi Senin 4 Juli 2016