Selasa, 22 Maret 2016

Wisata Medis Ke Negeri Tirai Bambu (2) : Ini Testimoni Relawan Jokowi Yang Lambungnya Dipotong

 China sudah jadi destinasi medis yang mendunia. Selama enam hari (8 sd 14 Maret 2016) wartawan Rakyat Merdeka, Ratna Susilowati, menuju Guangzhou dan Beijing, mengunjungi beberapa rumah sakit untuk melihat kecanggihan pengobatan, perpaduan barat-timur. Teknologi kedokteran modern dipadu metode tradisional khas China. Berikut ini laporannya.


Sihol Manullang dijenguk oleh Prof Wu Liang Ping, setelah dua hari menjalani operasi gastric bypass untuk menyembuhkan diabetes.
 (Foto by ratnasus)


Ada tiga pasien penderita diabetes dan obesitas dari Indonesia yang ditangani Prof Wu Liang Pingdi Jinshazhou Hospital of Guangzhou University of Chinese Medicine. Saat dijenguk, kondisi ketiganya telah membaik. Bahkan salah satunya, Sihol Manullang, sudah bisa turun dari ranjang dan berjalan pelan-pelan. Sihol Manullang selama ini dikenal sebagai Ketua Barisan Relawan Jokowi Presiden-2014 atau disebut Bara JP. Saat itu, hari kedua pasca operasi, Sihol malah ikut menyaksikan “live” bedah lambung yang dilakukan Prof Wu, terhadap pasien lainnya. Sejumlah pasien yang pernah, dan akan menjalani operasi yang sama juga hadir. 

          Sihol sempat menunjukkan luka operasi, kepada 11 wartawan Indonesia, yang berkunjung ke kamarnya. Ada 4 titik berbalut perban di areal perut. Salah satunya, terlihat sebuah selang kateter keluar mengalirkan darah-darah sisa operasi dari tubuhnya. Di tangan kiri Sihol, ada jarum infus mengalirkan cairan dari tiga tabung obat. Warna putih susu, dua lainnya bening. 

          Sihol juga dijenguk oleh tim dari NorgenHealth, platform layanan medis taraf internasional yang pertama dan terbesar di China.Norgenhealth inilah yang membantu Sihol dan pasien lain dari Indonesia berobat di sana. Dari mulai konsultasi, memilihkan rumah sakit dan metoda pengobatan yang cocok, sampai pengurusan visa dan akomodasi untuk kerabat yang mendampinginya di Guangzhou.

          Sihol sudah lama mendengar kehebatan dokter-dokter di China. Tapi, awalnya dia tidak mengerti, bagaimana caranya berobat ke sana. “Saya mengetahui NorgenHealth melalui internet dan mencobanya,” papar Sihol. Ternyata, layanannya amat nyaman, bersahabat dan lancar di rumah sakit. “Bahkan perawatnya di sini, sangat ramah-ramah,” katanya. 

          Sihol menderita diabetes selama 14 tahun. Gula darahnya pernah mencapai 560 hingga badannya drop. Berbagai pengobatan dilakukan. Sampai ke negeri tetangga, tapi merasa kurang cocok dan diabetesnya tak kunjung membaik. Akhirnya, Sihol memutuskan operasi, karena lelah minum obat dan kuatir dengan efek buruk diabetes. 

          Prof Wu menceritakan, lambung Sihol Manullang dipotong, dari volume normal 400 ml, tinggal 50 ml. Dalam keadaan normal, lambung amat elastis dan bisa melar hingga 1000 ml. Sedangkan lambung yang telah dipotong, dalam enam bulan bisa mencapai kapasitas 100 ml. Kemarin, Rakyat Merdeka sempat mengontak Sihol Manullang, yang sudah berada di Jakarta. “Saya sekarang sudah kembali aktivitas seperti biasa,” katanya.



Hendra Gunawan, penderita obesitas, bersiap pulang ke Indonesia, seusai menjalani operasi sleeve gastrectomy. (Foto by NorgenHealth)

          Pasien lainnya Hendra Gunawan dari Katapang (Kalimantan Barat), pengusaha swasta berusia 36 tahun. Tubuhnya gemuk, 142 kilogram dan Body Mass Index mencapai 46. “Saya suka sekali makan. Semua makanan enak,” katanya sambil tertawa. Hendra memutuskan operasi karena dietnya sering gagal. Segala jenis pengobatan sudah pernah dicoba. Tapi berat badannya susah turun. Saat dikunjungi, Hendra sudah empat hari keluar dari ruang operasi. Kondisinya terlihat segar. Dia berharap, tak lama lagi, tubuhnya jadi lebih sehat dan langsing. “Sekarang badan terasa mulai ringan,” kata dia. Hari itu, Hendra mengonsumsi makanan cair. Dua hari sebelumnya, asupan makanan hanya dari cairan infus. 

Sedangkan Tapian Manullang berasal dari Jakarta. BMI-nya sekitar 26. Postur tidak terlalu gemuk, usia 40 tahun dan tujuh tahun menderita diabetes. Matanya sering rabun, dan kondisi badan sering lemas. 

Menurut Prof Wu, setelah operasi, gula darah akan berangsur-angsur turun, dan tubuh jadi lebih fit. Hari itu, kondisi ketiganya cukup bagus dan dibutuhkan sekitar sepekan pemulihan di rumah sakit. Pasien akan pulih total setelah tiga-empat bulan. Dampak dari operasi gastric bypass (pemotongan lambung) atau sleeve gastrectomy (pengecilan lambung) bukan hanya menyembuhkan diabetes dan obesitas. Namun lebih dari itu, juga mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat.

Saat di Beijing, saya sempat bertemu dengan pasien yang baru delapan hari operasi gastric bypass di Asia Pro Bariatric & Metabolic International Surgery Centre. Pria ini mukanya kelihatan segar, meskipun badannya gemuk. Tapi, dia mengaku sangat sehat. Di meja buffet makanan, saya sengaja berdiri di sampingnya. Ingin melihat cara dia makan. Rupanya dia tahu sedang diperhatikan. “Saat ini saya masih makan sup sampai 45 hari setelah operasi,” katanya. Tapi, dia tak merasa lapar.

“Saya tak bisa membayangkan, bagaimana caranya mengelak dari makanan enak,” respon saya, sambil tertawa. Dia menjawab ngakak. “Wah, dulu saya juga sulit mengelak makanan enak. Lapar mata. Tapi, sekarang saya sudah bisa menahan diri.”

Tahu kami ngobrol, Dr Vijayray D Gohil, yang mengoperasi pasien itu, ikut gabung. Dia bilang, setelah 45 hari, sudah boleh makan bubur dan yang halus-halus. Lalu, 4-5 bulan kemudian, pasien boleh makan apa saja. Porsinya otomatis sedikit, karena kapasitas lambung sudah mengecil, sehingga terasa cepat kenyang.

Saya juga sempat tanya Prof Wu soal ini. “Setelah menjalani operasi, aktivitas makan harus dianggap sebagai pekerjaan yang serius,” katanya. Itu berarti, menguyah makanan harus pelan-pelan. Menikmati dengan detail, sampai ke gigitan terakhirnya. (Bersambung)

Artikel ini sudah dimuat di RakyatMerdekaOnline, Senin 21 Maret 2016. Silakan klik link ini:

http://dunia.rmol.co/read/2016/03/21/240220/Ini-Testimoni-Relawan-Jokowi-Yang-Lambungnya-Dipotong

Artikel ini juga sudah dimuat di HarianRakyatMerdeka, edisi Rabu 23 Maret 2016