Rabu, 27 April 2016

Eksklusif dengan Dirjen Pajak Ke Dwijugiasteadi (2)

Soal Perolehan Pajak: Kalau Semua Gotong-Royong, Insya Allah Target Tercapai

Dirjen Pajak dan Tim RakyatMerdeka di ruang kerjanya. (Foto by WahyuDwi)

 Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi memastikan target pajak tahun ini realisitis. Untuk mencapainya diperlukan kesadaran para wajib pajak. Dia menyampaikan hitung-hitungannya.

 Bapak optimis target pajak tercapai? Insya Allah mencapai target kalau kita semua bergotong royong. Saat ini jumlah kelas menengah ada ada 129 juta, sedangkan yang terdaftar memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru 27 juta orang.       

            Apa saja kesulitannya menambah jumlah wajib pajak? Kesulitan menarik pajak itu tergantung tingkat kepatuhan. Menarik pajak tergantung pada enam variable. Pertama, masyarakat percaya terhadap undang-undang pajak. Kedua, masyarakat percaya terhadap pegawai pajak. 

Ketiga, ada beberapa masyarakat mencoba tidak bayar pajak. Dalam pikiran mereka buat apa bayar pajak. Nanti saja (bayarnya) kalau sudah diperiksa. Keempat, norma sosial masyarakat belum malu jika tidak bayar pajak. Kalau di luar negeri masyarakat yang menunggak pajak merasa malu. Kalau disini emang gue pikirin hehe... Pemahaman seperti ini yang mesti diubah.

Kelima, kemudahan dalam membayar pajak dan terakhir adalah memberikan penjelasan kemana saja uang pajak digunakan. Misalnya untuk pembangunan jalan dan pembangunan sekolah, maka yang harus menjelaskan adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

 Ken memberi contoh di Amerika Serikat. Menurut dia, para guru di sana memberikan sanksi kepada anak sekolah yang mencoret-coret tembok dan trotoar dengan cara meminta maaf kepada pembayar pajak melalui media Youtube. Pasalnya, pembangunan jalan dan trotoar itu dibangun menggunakan uang pajak. 

“Semakin besar pajak, semakin besar infrastruktur yang bisa dibangun,” katanya. 

 Apakah jumlah aparat pajak saat ini sudah cukup? Jumlah pemeriksa pajak hanya 4.700-an orang. Jumlah wajib pajak yang diperiksa baru 0,01 persen dari yang terdaftar, yaitu 27 juta wajib pajak. Jadi sekitar 270 ribu orang. Apakah cukup? Tentu kurang.

 Idealnya berapa jumlahnya...

Seharusnya saya bisa memeriksa 25 persen wajib pajak dari yang terdaftar. Bukan 0,01 persen. Jauh banget. Tapi Ditjen Pajak tidak bisa komplain karena kami eksekutor policy.

 Bagaimana dengan tunggakan pajak 2.000 perusahaan? Terkait dengan 2.000 Perusahaan Modal Asing (PMA) saya sudah bentuk tim untuk memeriksanya.

            Mengenai peristiwa pembunuhan pegawai pajak. Menurut Anda, mengapa hal itu bisa terjadi? Anak buah saya membawa surat paksa membayar pajak karena Wajib Pajaknya ada tunggakan. Kenapa ada tunggakan? Karena ada pemeriksaan. Saat banding dia kalah, maka kita kasih surat paksa pajak. Ini bukan paksa badan dan disita. Dengan kejadian ini, kita langsung melakukan penagihan, semua kita sita termasuk rumahnya. Rumahnya akan dilelang untuk membayar tagihan pajak.

 Untuk diketahui, dua petugas Ditjen Pajak tewas ditusuk oleh seorang wajib pajak di Kepulauan Nias, Agusman Lahagu (45). Mereka adalah adalah Juru Sita Penagihan Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sibolga Parado Toga Fransriano Siahaan dan Tenaga Honorer di Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Gunungsitoli Sozanolo Lase. Keduanya ditusuk karena menagih tunggakan pajak Agusman yang mencapai Rp 14,7 Miliar. ***

Artikel ini sudah dimuat di Harian RakyatMerdeka edisi 22 April 2016


Eksklusif Dengan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi (1): "Kami Tidak Berburu Di Kebun Binatang..."

Dokumen Panama Papers dan rencana pemberian pengampunan pajak (Tax Amnesty) jadi buah bibir akhir-akhir ini. Banyak spekulasi muncul yang bikin orang penasaran. Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi buka-bukaan mengenai kedua hal tersebut dengan kepada tim Rakyat Merdeka: Kiki Iswara, Ratna Susilowati, Kartika Sari, Sarif Hidayat, Aditya Nugroho dan fotografer Wahyu Dwi Nugroho di kantornya, Selasa malam  (19/4). 


Dirjen Pajak berpose di ruang kerjanya. (Foto by ratnasusilo)

 Ken menerima tim Rakyat Merdeka di ruang rapat lantai 5 Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jalan Jenderal Gatot Soebroto, JakartaSelatan. 

Lelaki kelahiran Malang 8 November 1957 ini menjelaskan berbagai isu-isu aktual dengan slide power point di layar proyektornya. Sebagian informasi yang disampaikan sifatnya off the record.  Suasana wawancara sangat cair, gaya bicara Ken yang ceplas-ceplos mengundang tawa. Kami cukup terkejut, karena informasi yang dimiliki Ditjen Pajak tentang WNI yang diduga menyimpan uangnya di luar negeri, begitu lengkap.

 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ingin sekali tax amnesty segera berjalan. Bisa diterangkan maksud dan tujuannya? Pertama, tujuan tax amnesty itu  untuk  meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kedua, untuk memasukan uang dari luar dan diinvestasikan di Indonesia. Sehingga bisa menyerap tenaga kerja. Dan, bila lapangan kerja bertambah, tentu meningkatkan daya beli masyarakat. Saat daya beli meningkat, maka produksi tumbuh dan akhirnya masyarakat sejahtera. Ketiga, selain dapat uang tebusan, tax amnesty digunakan untuk menciptakan objek pajak baru. 

Dengan tax amnesty, maka otomatis terjadi ekstensifikasi pajak. Artinya, akan muncul perusahaan-perusahaan baru yang berinvestasi. Jadi, kalau ada orang bilang kita berburu di kebun binatang, itu sebenarnya nggak. Nggak ada itu. Ngapain kita berburu di kebun binatang. Ya mungkin jika sesekali.  Binatangnya, misalnya, sapi 50 kilo, ngakunya satu kilo, ya kita kejar.

 Sebenarnya bagaimana cara menghitung kewajiban wajib pajak….

Ini informasi penting yang perlu diketahui. Sistem pajak kita self assessmentartinya hitung sendiri, lapor sendiri dan bayar sendiri. Ini diatur dalam Udang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal 12 yang isinya menyebutkan Ditjen Pajak tidak berkewajiban mengeluarkan surat ketetapan pajak. Itu sangat jelas. Jadi, jangan menganggap, seolah-olah orang pajak menghitung pajaknya orang. Nggak. Mereka (wajib pajak) ya menghitung sendiri. Kecuali, Ditjen Pajak mendapatkan bukti, dapat laporan, saya bisa melakukan koreksi. Bukan berarti saya kerja sendiri. Saya delegasikan ke pejabat yang berwenang. Kerja sendiri cape. Bisa gempor hehe...

          Jadi, bila selama lima tahun para wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)-nya dengan benar, ya nggak usah diperiksa lagi. Dalam konteks ini, Saya nggak bisa paksa. Misal, eh kamu punya potensi sekian, laporin dong. Nggak bisa. Kecuali ada data. Data itu dari mana? Bisa dari semua pihak.

Dalam pasal 35 UU KUP setiap instansi pemerintah, lembaga dan asosiasi

wajib memberikan data dan informasi kepada Ditjen Pajak. Makanya asosiasi kartu kredit juga kita minta. Sudah ada Peraturan Pemerintah (PP)-nya. Bahkan data lalu lintas devisa juga harus diberikan.

Kapan tax amnesty bisa diterapkan? Saya berharap regulasi tax amnesty bisa selesai sebelum akhir bulan ini. Tax amnesty itu penting untuk perekonomian. Dari uang tebusan, pemerintah bisa menciptakan investasi baru, dapat wajib pajak baru, menyerap tenaga kerja, meningkatkan daya beli, hingga menjaga produksi terus berjalan dan meningkat.        

Berapa potensi pemasukan yang bisa didapatkan dari tax amnesty? Saya berharap ya potensi sebesar-besarnya.  Berapa targetnya tergantung tarif yang diberikan oleh Undang-Undang nanti.

 Bukankah pemerintah sudah menetapkan targetnya sebesar Rp 60 triliun? Saya tidak pernah bilang target. Saya masih menunggu (undang-undang). Saya punya catatan, tapi saya belum bisa sampaikan.

 Apakah Dirjen Pajak menetapkan target, berapa orang yang akan mengakses tax amnesty?Saya sih berharap sebanyak-banyak. Berapa angka pastinya? Saja jawab lagi, ya sebanyak-banyaknya, hahaha...

 Belum lama ini Ketua DPR Ade Komarudin bilang DJP sudah memiliki data lengkap orang-orang Indonesia di luar negeri yang berpotensi mengakses tax amnesty…. Oh, soal itu, data saya lengkap. Saya punya data, bukan (bersumber) dari pers, tapi dari tukar menukar informasi dengan beberapa lembaga internasional. Banyak orang bicara hanya tentang nama di Panama Papers. Padahal itu hanya salah satu dari 18 negara tax haven.

Dirjen Pajak memperlihatkan sejumlah slide tentang program institusinya. (Foto by WahyuDwiNugroho)

           Ken menunjukkan data lewat slide. Jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang namanya tercantum di Panama Papers hanya sekitar 800-an orang. Sementara total orang Indonesia yang berinvestasi di negara tax haven mencapai 2.580 orang. Bahkan, Ditjen Pajak memiliki informasi lengkap. Mulai dari nama, alamat, email dan nomor paspornya. “Kalau nomor paspor tidak mungkin bisa dikibuli, karena orang keluar negeri pakai paspor,” kata Ken.

Apakah dokumen Panama Papers mendukung kebijakan tax amnesty? Itu mengkonfirmasi kalau data DJP benar. Dulu kalau kita ngomong tax amnesty, banyak orang bilang DJP bohong.

 Bagaimana cara memungut pajak dari potensi itu? Saya harus tahu subjek dan objeknya. Kalau nggak tahu bagaimana meyakinkan subjek untuk bayar pajak. Subjek itu orangnya. Misalnya di data itu, ada nama Ali. Kami harus tahu dulu, itu Ali siapa? Ali Topan atau Alibaba? Alamatnya di mana? Kemudian objeknya. Apakah  pajak penghasilan atau dividen atau yang lainnya. Kemudian pengenaan tarif? Apakah tarif tax amnesty atau tarif umum.

 Siapa yang menentukan tarif tax amnesty, pemerintah atau DPR? Bersama-sama. Pemerintah menyampaikan usulan, nanti ditanyakan DPR setuju atau nggak.

 Dalam dokumen Panama Papers disebutkan ada tiga pejabat negara masuk. Bagaimana tanggapan Anda?Saya belum menemukan. Pak Harry (Harry Azhar Azis, Ketua BPK) saya panggil klarifikasi karena di media sudah ribut. Dan, klarifikasi itu biasa-biasa saja. Bapak Harry saya panggil sebagai wajib pajak untuk memberikan klarifikasi.

 Apakah Menteri BUMN Rini Soemarno dan Wantimpres Rusdi Kirana juga akan dipanggil, sebab namanya juga disebut ada di list Panama Papers... Itu Rini yang mana? subjek harus jelas. Saya harus cek dahulu. Apakah sesuai dengan dengan data saya. Soal nama, kami sehari ngecek 200-an orang.

 WNI atau perusahaan yang disebutkan masuk dalam dokumen Panama Papers belum tentu bersalah… Betul. Anda lihat saja, Bank Mandiri masuk, apakah mereka salah? Hampir semua perusahan go public memiliki SVP (Special Purpose Vehicle). Itu boleh-boleh saja. Pertanyaannya apakah mereka menyembunyikan pajak? Ya harus dicek. Jangan WNI yang masuk dalam dokumen Panama Papers disebut koruptor. ***

Artikel ini sudah dimuat di Harian RakyatMerdeka edisi Jumat, 22 April 2016.