Rabu, 29 April 2015

Pro Kontra Kereta Super-Cepat “Saya Tidak Menentang Tapi Jangan Paksa Saya Keluarkan Anggaran”


Sebulan terakhir ini, ada pro kontra soal pembangunan kereta super-cepat atau highspeed train. Menteri BUMN Rini Soemarno kelihatannya antusias dengan proyek ini. Kabarnya investor Jepang dan China tertarik menggarap proyek tersebut. Bagaimana pandangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan? Berikut wawancaranya dengan Rakyat Merdeka.

            Menurut Anda, apakah Indonesia saat ini membutuhkan kereta super-cepat? Saya tidak menentang proyek ini sama sekali. Sangat mendukung kalau ada investor yang mau membangunnya. Rute Jakarta-Surabaya atau Jakarta-Bandung. Silakan. Tapi dengan satu syarat, pemerintah tidak memaksa saya mengeluarkan anggaran dari Kementerian Perhubungan.
            Mengapa? Kemenhub punya call centre di 151. Banyak yang tanya, kenapa kereta dibangun lagi di Jawa, di Ambon saja jalanan masih banyak yang hancur. Dan di Papua infrastruktur transportasi masih buruk. Mereka khawatir, apakah pemerintah hendak memperbesar ketimpangan? Jadi, Saya mohon tidak pakai APBN. Saudara-saudara kita di perbatasan dan pedalaman, infrasturkturnya masih jauh ketinggalan. Saya ingat pesan Presiden. Bahwa pembangunan hendaknya harus dimulai dari wilayah terluar, terpencil, perbatasan, atau wilayah rawan bencana. Kami di Kementerian menerapkan itu untuk tujuan pemerataan pembangunan. Mungkin kalau Menteri BUMN tugasnya memodernisasi infrastruktur dan komersial.
            Sudah pernah diajak bicara rencana ini baik oleh Presiden atau Menteri BUMN? Di rapat kabinet belum ada. Menteri BUMN juga belum pernah bincang secara resmi. Presiden kalaupun mendukung program ini mungkin karena yang membangun swasta.
            Berapa biaya membangun kereta super-cepat? Kira-kira all in cost 15-20 juta USD per kilometer. Jakarta-Surabaya sekitar 800 kilometer. Kalau keretanya jadi dibangun, harga tiketnya kemungkinan lebih mahal dari pesawat terbang.
            Jadi, kereta super-cepat ini bukan angkutan rakyat ya. Di dunia ini, hanya ada satu negara, yang pendapatan GDP-nya di bawah 10 ribu USD tapi punya kereta super-cepat, yaitu China. Mereka membangun itu untuk propaganda besar-besaran memodernisasi negara. Sisanya, di Jepang, Perancis, Jerman, Spanyol dan Korea. Dipakai untuk angkutan rakyat, tapi rakyat yang penghasilan GDP-nya 40 ribu USD. GDP kita sekarang kisaran 4 ribu USD. Amerika saja tidak punya kereta super-cepat. Itu luxury. Di Jepang dan China tidak semua orang bisa naik kereta itu. ***

Wawancara ini dimuat 
Rakyat Merdeka, 
edisi Senin 27 April 2015

Kuliner Enak Di Kota "Kuntilanak"

Pontinak artinya kuntilanak. Nggak percaya? Coba saja cek tulisan di alamat ini:http://unik.kompasiana.com/2010/10/20/kuntilanak-dan-sejarah-pontianak-296077.html 

Kisah tentang Kuntilanak ini mungkin bisa jadi tulisan terpisah. Bercerita tentang hebatnya Raja saat menaklukan kuntilanak-kuntilanak di kota itu. 

Pontianak, Ibukota Kalimantan Barat ini, meski maknanya kuntilanak, namun suasananya sama sekali tidak menyeramkan. Kotanya cukup indah dan nyaman. Kulinernya pun justru menyenangkan dan mengenyangkan. Dibanding wilayah lain di Kalimantan, di Pontianak banyak tinggal warga keturunan Tiongkok. Bahkan di Singkawang, kabarnya 70 persen penduduk adalah keturunan Tiongkok.

Rupanya, hal itu berpengaruh ke masakan. Di Pontianak dan sekitarnya, kuliner yang populer kebanyakan hidangan ala Mandarin. Semacam bakmi, mie tiaw, dimsum dan bubur. Pernah coba baso gepeng? Nah, itu jenis bakso yang amat khas dari Pontianak. Kini bakso gepeng sudah populer di Jakarta dan sejumlah kota lain di Indonesia.
Chai Kue Kukus. Isi kucai (hijau), isi kacang hijau (kekuningan), isi bengkuang (putih)

Chai Kue Goreng. Isi kucai (kiri) dan isi bengkuang (kanan)


Mie Pangsit Mangkok dengan taburan krupuk udang

Saya diajak mencicip bakmi di Bamboo. Ada menu bakmi ayam atau seafood dengan taburan krupuk udang yang digunting tipis-tipis memanjang. “Kerupuk udangnya endess bangetss,” kata Donny Prayudi, spesialis Kuliner Ponti, yang juga jurnalis di kota ini. Kata dia, kerupuk udangnya lumer di mulut. Aih, saya amat menyesal tak mencoba menu itu. Saat di Bamboo, saya kepincut menu bakmi pangsit yang tak kalah menggoda. Sajiannya, berupa bakmi kering dan kuahnya di mangkuk terpisah. Siram mie dengan lemon cui dan sambal pedas, aduk, baru dimakan. Rasanya bakal lebih nendang. Lemon cui termasuk asesoris wajib di meja makan, selain saus sambal dan kecap. Dengan siraman lemon cui, rasa bakmi jadi gurih, asam, pedas dan segar. Saking enaknya bakmie itu, porsi yang tadinya ingin berbagi dengan suami, malah habis sendiri.
          “Waduh, modusnya lemon cui nih. Jatah suami akhirnya Cuma 20 persen,” ledek Arie Parikesit, founder Kelana Rasa yang jadi leader perjalanan kami ke Pontianak.

Di Bamboo juga tersedia kue chai atau choi. Sejenis dimsum. Ada jenis dikukus dan digoreng. Isiannya macam-macam. Kucai (kehijauan), bengkuang (putih), kacang merah (kemerahan) dan talas (agak nuansa ungu).  

Jangan lupa mampir ke Apollo, dan Polo. Ini dua resto bakmi yang posisinya sebelahan. Kokinya saudaraan. Koki Polo, dulunya dari Apollo. Di pintu depan dua restoran itu ada tulisan yang lucu. Mie Tiau Apollo sejak 1968: Tidak pernah pindah. Sementara di pintu satunya: Mie Tiau Polo, Pindahan Dari Sebelah.




Mie Tiaw Pollo




Mie Tiau Apollo

Dua resto itu sama-sama penuh. Masing-masing rupanya punya pelanggan sendiri. Penasaran mana yang lebih enak, ya coba saja dua-duanya, dan pesan menu yang sama. Tampilan memang mirip, tapi rasa agak beda. Menurut saya, sama enaknya sih. Bedanya mie Apollo lebih kenyal, sedangkan racikan bumbu, Polo gurih manis.
Mie Kuah dari Resto Apollo

Di Pontianak, hidangan bakmi bisa dimakan pagi, siang dan malam. Untuk sarapan, ada bakmi yang enak. Di kawasan Gajah Mada, ada street food yang menjual bakmi pagi hari. Pakai gerobak motor, tulisannya bakmi Asiang. Ciri khasnya, bakmi kuah ikan dengan taburan kacang kedelai. Rasanya wow segar.
Mie Kuah dengan taburan kedelai 

Bakmi Pontianak yang paling enak ada di Singkawang. Jaraknya lumayan jauh karena perlu berkendara sejauh 140an kilometer untuk mencapai kota itu. Racikan yang enak dan halal dibuat oleh Haji Herman. Pria keturunan Tionghoa yang sudah mualaf 20 tahunan lamanya. Restorannya persis di jalan utama menuju Kota Singkawang, Bakmi Haji Aman. Sudah haji, bakmie-nya aman di makan pula. Pilihan lain, di Bakmi 68. Ini resto bakmi yang amat populer. Tempatnya cukup bersih, dan berada di kawasan pasar Singkawang. Ciri khasnya, cari saja resto yang di dinding ruang dalamnya dipenuhi foto-foto artis dan pejabat yang dipotret bersama pemiliknya. Rupanya, banyak sekali orang terkenal yang pernah singgah ke tempat bakmi ini.

Mie Kering Haji Aman, Singkawang

Makanan selain bakmi dan mie, banyak juga. Ada yang unik, misalnya pengkang yang dicocol di sambal kepah. Apa itu? Pengkang mirip lemper ketan, tapi ada isian udang ebi. Saat dibakar di perapian, bungkusan daunnya dilumuri minyak sehingga terasa makin gurih. Sambal kepah adalah sambal kerang. Mirip sambal bajak ala Jawa, yang diaduk dengan kerang remis. Rasanya pedas manis. Pengkang bisa didapat di Desa Peniti, pinggiran Pontianak. Kalau mau ke Singkawang, pasti lewat daerah itu.
Pengkang dengan sambal kepah

Ada lagi, kangkung sotong. Racikan sederhana, tapi rasanya lezat. Di Pasar Singkawang, ada satu pedagang yang khusus menjual kangkung sotong. Kangkung yang segar direbus sebentar, ditaburi kacang goreng tumbuk, lalu disiram kuah sotong yang dikentalkan dengan kanji dan asam jawa.
Kangkung Sotong

Kuliner Pontianak banyak sekali jenisnya. Masih ada racikan masakan yang dipengaruhi melayu-arab. Kari kambing dengan pacri (acar nanas) dan dolca (sayur kol dan terung). 


Sajian dari RM Sahara. Kari Kambing, Pacri (Acar Nanas) dengan Dolca (sayur kol dan terung)

Yang paling enak adalah masakan rumahan ala Dayak. Kami dijamu di kediaman Ibu Maemunah di Kawasan Jeruju, dekat Pelabuhan TPI. Tuan rumah memasak makanan yang enak sekali. Sayur kangkung malu (putri malu yang bisa dimakan) dan ubi merah dengan kuah santan kental. Dan tumisan buwas (mirip daun tangkil) diracik dengan udang. Sambalnya yang mantap, sambal calo (dari udang difermentasi) dan sambal buduk (dari teri yang ditumbuk). ***

Sajian Khas Dayak. Sayur Kangkung Malu, Ikan Kering, Sambal Buduk, Sambal Calo, Tumis Buwas


Tulisan ini catatan dari perjalanan #KelanaRasaPontianak, pada 24, 25 dan 26 April 2015.

Selasa, 28 April 2015

Arief Yahya Soal Target Pariwisata Ingin Datangkan 20 Juta Turis: Saya Dikritik Itu Mimpi...


          Enam bulan jadi menteri, gaya kerja Menteri Arief Yahya masih sama seperti saat dia jadi Dirut Telekom. Berangkat pagi, pulang menjelang tengah malam. Awalnya, ada saja yang protes. “Ada yang candain saya, kami sekarang kerja mirip seperti pegawai Telkom, tapi gajinya PNS,” kata Arief Yahya sambil tertawa, saat diwawancarai eksklusif oleh Rakyat Merdeka, antara lain Kiki Iswara, Ratna Susilowati, Budi Rahman Hakim, Muhammad Fiki Azis dan Tim Redaksi, di kantornya, pertengahan pekan ini.
          Muka Arief Yahya kelihatan kelelahan. Tapi semangatnya tidak padam. Menggebu-gebu, Arief menceritakan program dan target dengan paparan sekitar satu jam melalui slide dan memperlihatkan contoh-contoh iklan untuk promosi wisata Indonesia. Sekarang iklan-iklan “Wonderful Indonesia” ada di Singapura dan China, pasar terbesar wisatawan Indonesia.
          Selain Bali, apa lagi potensi wisata Indonesia yang bisa masuk toplist dunia?Memang saat ini top destinasi masih Bali. Tapi kalau tujuan khusus sebenarnya banyak. Misalnya, Bunaken dan Raja Ampat masuk destinasi top dunia untuk diving, snorkling. Sejumlah pantai di Indonesia juga masuk yang terindah di dunia. Potensi kita amat besar. Ranking dunia secara umum, kita di nomor 70 dari 140 negara. Keindahan alam dinilai A, harga dianggap kompetitif. Tapi memang masih ada sejumlah kelemahan, antara lain infrastruktur dan health hygiene.
          Turis ke Indonesia, terbanyak datang ke mana? Ini ada data. Ternyata 90 persen orang datang ke tiga tempat, yaitu Bali, Jakarta dan Batam. Jadi, untuk marketing, sumber daya harus fokus di tiga tempat itu, dan sekitarnya. Misalnya, menjadi Greater Bali (termasuk Lombok, Banyuwangi, Bromo dan seterusnya). Lalu Greater Jakarta (termasuk Jabar bagian barat, Cianjur, Cipanas, Sukabumi), dan Greater Batam. Turis yang datang ke Jakarta ada 2,3 juta orang, tapi ke wilayah Banten, misalnya, baru 200-an ribu orang. Ini artinya daerah sekitar kurang memanfaatkan keberadaan orang yang datang ke Jakarta.
          Apakah tagline kita tetap Wonderful Indonesia atau akan diubah? Itu tetap. Sudah kita diskusikan dan debat, pilihannya tetap itu. Sebab, belum banyak juga yang tahu. Apapun bagi saya, sama saja. Yang tidak boleh, kita tidak mempromosikannya. Makanya, kita bisa kalah dengan Truly Asia (tagline pariwisata Malaysia).
          Bagaimana strategi Anda jualan pariwisata Indonesia? Strategi marketing simpelnya kita sebut DOT. Destinasi, Originasi (asal) dan Time (waktu). Terbanyak destinasi adalah Great Bali, Great Jakarta dan Great Batam. Dan originasi terbesar dari Singapura, Malaysia, Australia, Tiongkok dan Japan. Maka, promosi wisata harus menyesuaikan dengan waktunya mereka (Time). Jangan promosi di saat yang salah. Setiap negara itu ada kekhasan waktu libur. Misalnya Tiongkok. Mereka punya lima musim liburan. Tahun ini Februari saat Imlek, Mei saat liburan buruh, Juni-Juli liburan sekolah, lalu Oktober liburan nasional dan ada liburan akhir tahun sampai tahun baru. Jadi, saat menggarap pasar Tiongkok, promosi setidaknya lima kali di waktu-waktu itu. Kalau waktu promosinya tidak pas, target tidak akan tercapai.
          Anda punya target mendatangkan wisatawan 20 juta orang di tahun 2019. Bagaimana mencapainya? Turis dari Singapura, Malaysia dan China sekarang sudah mengalahkan jumlah turis yang datang dari Australia. Jadi, China adalah plan kita. Hipotesis saya, kalau promosi kita di China dilakukan dengan besar, maka meningkatkan 50 persen saja dengan cepat sangat mudah.
          Arief lantas menceritakan strategi promosi dengan fokus di Tiongkok. Beberapa bulan lalu, dia datang ke Beijing bersama Dirut Garuda Arif Wibowo. Mempromosikan Bali dengan timing yang pas, memasang iklan di koran dan televisi setempat, sekaligus ikut meluncurkan rute Beijing-Denpasar. Hasilnya, mengejutkan. Dari pintu Bali, turis asal Tiongkok naik sampai 60 persen. Tahun 2014, turis Tiongkok yang ke Indonesia tidak sampai 1 juta orang. Saat ini, orang Tiongkok yang ke Bali saja sudah mencapai 1 juta. Sehingga, kenaikan turis asal Tiongkok mencapai 42 persen. “Jadi, kalau kita promosi dengan benar, hasilnya pasti bagus,” kata Arief Yahya.
          Dia mengingatkan, target mendatangkan turis 20 juta adalah target Presiden. Bukan target menteri. “Untungnya, kalau target Presiden, maka semua menteri harus mendukung. Tapi, tetap saja banyak orang di luar kritik saya. Katanya, ini mimpi. Menurut saya, itu malah terlalu kecil. Harusnya kami dikritik, 20 juta itu kurang besar,” ujarnya, sambil membandingkan bahwa jumlah turis Malaysia saat ini mencapai 25 juta dan Thailand 26 jutaan.
          Bagaimana dengan anggaran promosi pariwisata Indonesia dibanding negara lain. Kalah biaya, bukan berarti kalah strategi kan? Tahun 2014 hanya Rp300 miliar, sekarang 2015 ditambah menjadi Rp 1 triliun. Untuk wilayah dengan potensi pariwisata Indonesia yang banyak sekali, anggaran ini ya sangat kecil. Bandingkan dengan Malaysia, anggaran promosinya mencapai 300 juta USD. Dan Singapura yang luas wilayahnya seuprit, mencapai 278 USD. Nominal kita kalah jauh.
          Menteri Arief lantas menceritakan strategi BAS atau Branding, Advertising dan Selling. Anggaran promosi Rp 1 triliun, dialokasikan untuk Branding 50 persen, Advertising 30 persen dan Selling 20 persen. Ke negara mana, promosi terbanyak? Sekitar 50 persen ke negara-negara ASEAN, pasar terbesar turis ke Indonesia.
          “Dulu, ada nggak iklan Wonderful Indonesia di Singapura, atau misalnya nempel di biskota Singapura? Ngga ada. Sekarang baru kita lakukan. Asean lebih dulu. Anggaran promosi jangan dibagi-bagi ke negara kecil, yang belum tentu turisnya datang ke Indonesia. Setelah ASEAN selesai, lalu ke Asia Pasific dan China, Jepang Korea. Sumber uang turis kita ada di situ. Baru ke tempat lainnya,” tutur Arief.
Apakah dulu promosi pariwisata kita ibarat jualan es di musim hujan ya? Kalau dulu, branding sendiri. Advertising sendiri. Setelah muncul di koran, misalnya, tidak dilanjutkan dengan action. Mestinya, setelah awarness, muncul interest, lanjutkan dengan desire dan action. Nah, actionnya ini selling. Jualan. Setelah orang tertarik, teruskan dengan penawaran, selling. Kalau mau ke tempat itu, biayanya sekian, sekian, dan seterusnya.
          Arief memaparkan strategi lainnya. Yaitu POS (Paid Media, Own Media dan Social Media). Tiga jenis strategi ini tak bisa dipisahkan. Beriklan di media, diikuti dengan penjelasan lebih detail di Own Media, atau portal milik Kementerian. Saat ini sudah dibuat dengan alamat www.Indonesia.Travel yang isinya rinci dan detail mengenai program dan penjelasan destinasi. “Kalau kita promosi tentang Lombok di media, misalnya, maka di own media harus dijelaskan ada apa di sana. Ada Gili. Lalu ke Gili naik apa, bagaimana mencapainya, ada penjelasan program, event dan seterusnya. Setelah itu mainkan di social media,” katanya. Arief menyebut, perlu kerjasama dengan pengguna medsos yang followernya banyak.
          Mau tidak mau, Kementerian Pariwisata sekarang harus melek teknologi. Hasil exit poll yang dilakukannya, sekitar 70 persen turis asal Tiongkok melakukan pencarian destinasi dan transaksi melalui digital media. ***
 
Wawancara ini telah dimuat di Harian Rakyat Merdeka
Edisi Senin, 20 April 2015
 

Pariwisata & Toilet Jorok: Arief Yahya Ngambek


  Syukurlah Menteri Pariwisata kita yang baru, Arief Yahya, peduli pada urusan toilet di tempat wisata. Dia, sama seperti kebanyakan dari kita, ngambek dan kesal tiap kali melihat toilet yang jorok. Turis datang jauh-jauh dari mancanegara, disuguhi pemandangan indah, tapi bisa emosi melihat toilet yang kotor dan menjijikan.
          “Saya sudah ngamuk. Sudah, umumin saja di koran. Menpar ngambek,” kata Arief Yahya, saat berbincang dengan Tim Rakyat Merdeka, di kantornya, pekan ini.
          Menurut Arief, harusnya urusan toilet di tempat wisata menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat. Tapi kenyataannya, sulit. Saat ini, nilai kualitas toilet Indonesia, mengutip World Economic Forum, hanya 40, dari 140 negara atau termasuk terburuk di dunia. Menteri Arief sangat malu dengan kenyataan itu.
“Pemda mengelola toilet saja tidak bisa. Saya agak marah. Karena itu, Kementerian Pariwisata akan membuat 34 toilet percontohan, atau satu proyek percontohan di tiap provinsi. Target awal nantinya dibangun 1000 toilet untuk dibisniskan. Dalam setahun bisa untung. Dengan cara ini, everybody happy,” katanya.
          Bagaimana caranya membisniskan urusan toilet? Idenya mirip dengan membangun wartel (warung telekomunikasi) saat dia jadi Dirut Telkom. Waktu itu, jaringan komunikasi buruk dan penetrasi telepon rendah. Karenanya muncul ide membangun wartel dengan menggandeng para pebisnis lokal. Dari 125 proyek percontohan, akhirnya menjamur hingga 125 ribu wartel di seluruh pelosok.
          Kini, dia mengajak Asosiasi Profesi Laundry Indonesia (APLI) dan Asosiasi Perusahaan Klining Servis Indonesia (Apklindo) untuk menggerakan usahawan daerah berbisnis toilet. Standar ditetapkan Kementerian. Misalnya, untuk membangun toilet tipe 27 (berisi 6 unit toilet) diperlukan biaya sekitar Rp150 juta. Operasional 10 jam sehari atau 600 menit, bayar Rp1000 tiap pengguna. “Ini keuntungannya besar. Dalam setahun bisa balik modal,” katanya. Dengan cara ini, pengelola untung dan wisatawan pun senang karena datang ke tempat wisata dan mendapat toilet bersih.
          Bagaimana kalau Pemda marah? Arief menjawab, kalau ada yang marah, ya silakan. Ayo tunjukkan ke saya, mana toiletmu.” 



Ngiri & Gemas Melihat Maldive
 
          Sektor pariwisata menyumbang 10 persen PDB atau Produk Domestik Bruto. Bandingkan dengan Malaysia, menyumbang 16 persen PDB negaranya, dan Thailand 20 persennya. “Makanya, saat nilai tukar Dollar naik dan neraca perdagangan turun, kondisi ekonomi Thailand tetap stabil karena ditopang oleh tourism,” kata Arief. Padahal potensi pariwisata di Malaysia dan Thailand kalah jauh dibanding Indonesia.
          Arief mencontohkan Maldive. Pendapatan Maldive dari sektor pariwisata 2 miliar USD atau sekitar Rp26 triliun, padahal jumlah penduduknya hanya 300 ribuan orang. Dia ngiri dan gemas melihat kenyataan ini. Di Indonesia, kepulauan sejenis Maldive banyak, dan berpotensi dikembangkan jadi aeal wisata besar. Misalnya di Belitung, Anambas, Nias dan Raja Ampat. “Jadi, proyeksi untuk mengalahkan Thailand itu sangat mungkin,” katanya.
          Biaya untuk ke Raja Ampat itu amat mahal, karena sebanding dengan biaya keliling Tiongkok. Bagaimana plannning pemerintah untuk mempermudah aksesnya? Sementara ini, positioningnya dipertahankan untuk pasar high end. Sehingga kondisi alamnya bisa terjaga.
 
Kira-kira bagaimana pengaruh kebijakan pembebasan visa terhadap sektor pariwisata. Peningkatan pendapatan bisa berapa persen? Kebijakan itu akan dimulai Mei nanti. Saya perkirakan pendapatan naik 1 miliar USD atau sekitar Rp13 triliun. Kita memang kehilangan 25 USD (dari biaya pembuatan visa) tapi spending turis minimal 1200 USD per orang. Dan itu, efeknya langsung ke masyarakat. ***

Wawancara ini dimuat di Rakyat Merdeka edisi Senin, 20 April 2015


Senin, 27 April 2015

Jonan “Cuci Piring” Di Kementerian Perhubungan: Nggak Usah Setor Ke Saya & Ngga Usah Belikan Pisang...



 Jonan nyaris tak pernah libur. Ngantor pagi, pulang kadang lewat tengah malam. Akhir pekan turun ke pelosok daerah. Enam bulan ini dia keluarkan puluhan permen, merevisi aturan lama dan turun ke 34 provinsi. Jonan mengecek dan memperbaiki sistem keamanan, pelayanan dan keselamatan di setiap pelabuhan, stasiun dan bandara yang jumlahnya amat banyak. Total pelabuhan 1241 (yang dikelola Pelindo hanya 112). Dan total bandara 237 (yang dikelola Angkasa Pura hanya 26). Menteri berdarah Gorontalo-Palembang itu tertawa saat tim Rakyat Merdeka bengong.
            “Nah, nggak percaya kan jumlahnya begitu banyak? Kalau saya keliling semua pelabuhan saja, bisa-bisa tiga tahun baru selesai,” katanya kepada Kiki Iswara, Ratna Susilowati, Kartika Sari, Sarif Hidayat dan Adit (?), Rabu malam. Wawancara dilakukan di kediaman dinasnya, Widya Chandra Jakarta Selatan, sampai lewat tengah malam. Herannya, dia tetap bugar dan energik.
             Setahun ini, anggaran pembangunan infrastruktur di daerah untuk bidang transportasi darat, laut dan udara mencapai Rp65 triliun. Dalam enam bulan pertama, apa yang mulai kelihatan hasilnya? Pelabuhan, bandara, kereta api, misalnya, tidak mungkin dibangun dalam 1 tahun, kecuali panggil Bandung Bondowoso (tertawa). Harus ada masterplan dulu. Kalau tidak, bisa kena minimal sanksi administratif. Lalu Amdal. Kalau tidak dilakukan, pidana. Nah, saat ini saya mewarisi pekerjaan, dimana ada ratusan pelabuhan dan puluhan bandara sudah dibangun bertahun-tahun tapi tidak ada Amdalnya. Padahal Amdal harus dikerjakan. Kalau ada proyek disetujui tanpa Amdal, maka di kemudian hari, saya bisa-bisa masuk jadi terpidana. Ini tantangan luar biasa. Selain itu, sejak 2006, ada hampir 3 ribu proyek belum dibasto-kan (berita acara serah terima operasi). Karena tidak ada basto, tidak bisa keluar anggaran perawatan. Padahal, proyeknya sudah jadi dan sudah digunakan.
            Jadi, Anda mendapat warisan pekerjaan yang berat ya. Hmm, yang jelas saya mendapat warisan yang harus dikerjakan. Jadi, program di Kementerian Perhubungan kebanyakan meneruskan, memperbaiki atau menyelesaikan program yang dulu.
Garis tangan Jonan memang jadi tukang cuci piring. Dulu, dia menerima Bahana dalam kondisi berdarah-darah. Di tangannya, perusahaan itu bisa meraih laba. Juga saat ngurus kereta api. Dia membalikkan kerugian di PT KAI sebesar 83 miliar, jadi keuntungan sebesar Rp 154 miliar dalam waktu setahun. Angkutan kereta yang dulu kumuh dan dekil disulap jadi bersih, teratur dan bermartabat. Sebelum dia tinggalkan, KAI bahkan mencatat laba lebih dari 500 miliar.
            Speed kerja Anda cepat. Sedangkan birokrasi dikenal lambat. Bagaimana mensinkronkan ini. Ular tergantung kepalanya. Misalnya, ada Peraturan Menteri yang akan direvisi. Maka, saat rapat pagi diputuskan, sore sebelum jam 4, Permen hasil revisi sudah harus ada di meja saya, tinggal tanda tangan, lalu kirim ke Kemnkumham. Bisa kok. Hari Minggu kemarin, misalnya ada yang teriak minta pencairan anggaran PSO, saya bilang Senin  dibayar. Ternyata juga bisa.
            Kepalanya jalan, kalau buntutnya nggak mau jalan, bagaimana? Ya gigit saja buntutnya. Tapi biasanya sebelum digigit, sudah pergi duluan (tertawa).
            Problem internal birokrasi lainnya, yang kini diselesaikan apa lagi ya? Soal tender dan prosesnya. Ini ngomongnya gampang, tapi sebenarnya susah. Sebab, ada orang terbiasa melakukan begitu. Menurut saya, tidak semua kebutuhan barang perlu tender. Misal beli kursi, masa pakai tender. Nanti malah lebih mahal ongkos tendernya, daripada harga kursinya. Saya masukkan ke LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), jadi tidak usah tender.
            Problem terpenting yang perlu diselesaikan adalah detail desain sarana transportasi harus memenuhi unsur safety atau keselamatan. Ini soal membangun kultur yang memerlukan konsistensi. Contoh, dulu ukuran peron untuk kereta api terlalu sempit, sehingga kalau penumpang banyak berjejalan, bisa jatuh ke jalur kereta api. Sekarang sudah dilebarkan.
            Untuk mengubah kultur pegawai agar bisa bersikap seperti itu, upaya Kementerian apa saja. Memberikan pengarahan rutin, sidak atau bagaimana? Kami buat dua Peraturan Menteri. Tentang standar keselamatan dan standar pelayanan umum. Ini ngomongnya gampang, padahal urusannya detail dan banyak yang protes. Soal standar ini saya galak. Bayangkan, dulu ada kontainer masuk kapal tapi tidak tercatat di manifes. Akibatnya kita tak tahu beban kapal, sehingga faktor keselamatan tidak bisa dihitung. Atau ada pesawat terbang yang sabuk pengaman penumpangnya rusak. Ini semua harus diingatkan dan diperbaiki.
            Rencana pembangunan jalur kereta api Sulawesi dan Papua Barat, sudah sampai mana? Di tahap studi perencanaan. Itu sesuai instruksi Presiden dan baru dianggarkan di APBNP tahun ini. Realisasi mudah-mudahan sebelum 2019. Jalur Sulawesi yaitu Makassar-Manado. Jalur Kalimantan yaitu Pontianak-Balikpapan. Ini target waktu yang sempit, padahal jaringan rel dan tanahnya belum ada. Membangun rel dan keretanya sih dua tahun bisa selesai. Tapi yang lama studi perencanaan dan pengadaan tanahnya. Di Sulawesi jalur Makasar-Parepare ada reaktivikasi dari rel bekas Belanda, sekitar 30 kilometer. Sebentar lagi bisa terealiasi.
Mengapa Program tol laut yang dikampanyekan Presiden Jokowi terasa meredup. Sebenarnya sudah sampai tahap apa? Mudah-mudahan Juni sudah jalan. Diperkirakan ada 63 destinasi, dan tahun depan 90 destinasi, lalu 120 destinasi. Pelni disubdisi pemerintah untuk membuat freed liner atau kapal angkutan terjadwal, supaya harga barang di wilayah timur tidak beda jauh dengan wilayah barat. Dulu, kapal barang sudah ada. Tapi yang ke wilayah timur tak berjadwal. Mereka ngetem, menunggu barang. Ongkos kirim juga bisa double karena pulangnya belum tentu bawa barang. Kapalnya kecil-kecil, maka saat ombak tinggi, tidak ada kapal yang datang. Maka pedagang menaikkan harga barangnya. Pelni nanti akan pakai kapal besar, sehingga tidak harus tergantung ombak.
            Jumlah pelabuhan banyak sekali. Bagaimana agar kerja pegawainya, terutama yang dipelosok, dipinggiran, di wilayah perbatasan, sesuai standar dan memahami aspek-aspek pelayanan dan keselamatan. Mereka gajinya kecil lalu kita minta pelayanan bagus, itu sepertinya menaruh harapan yang sia-sia. Soal layanan memang tantangan besar. Tapi tentang aspek keselamatan, itu harus. Jumlah accident dan incident di laut tahun lalu lebih dari 400. Tahun ini, sampai hari ini, nggak sampai 30. Lumayan turun banyak. Kenapa bisa turun? Sanksi tegas. Syahbandar di tiap pelabuhan pasti tahu, kapan cuaca buruk, atau kapal kelebihan muatan. Kalau diloloskan berlayar dan ada kejadian, dia harus kena sanksi. Ini saya terapkan. Ada pemberontakan, keributan besar. Mungkin karena sudah jadi kebiasaan, dulunya nggak apa-apa kok sekarang dipersoalkan.
            Tapi akhirnya ditangani dengan baik. Resepnya bagaimana? Saya tidak punya vested interested. Misalnya, dulu kapal A boleh jalan, tapi kapal X nggak boleh. Sekarang tidak. Dampaknya banyak orang tidak suka pada saya. But I make the rules and regulation. It is implemented untuk siapapun. Saya juga bikin surat perintah berlayar online. Bisa diakses di Inaport.net. Sistem handling di pelabuhan pun akan dibuat online. Agustus nanti lauching. Saya yakin bisa.
            Pasca kecelakaan QZ301, bagaimana perbaikan regulasi transportasi udara?
Unsur safety digenjot dulu. Ini industri no mistakes. You can not make mistakes at whatever reason. Intoleran atas kesalahan sekecil apapun. Sebab sekali terjadi kecelakaan, dampaknya besar sekali. Memang tidak mungkin zerro accident, tapi harus ada upaya mengurangi kecelakaan. Misalnya menetapkan tarif atas dan bawah. Ini supaya airline terdorong menjaga maintenance dan ada uangnya. Semua orang memang tidak mau celaka. Tapi sikap orang memahami tidak mau celaka itu beda-beda. Lalu, di tiap airline harus ada inspektur yang bertanggung jawab dengan pengecekan dan terkait keselamatan penerbangan. Yaitu inspektur operasional penerbangan, seorang kapten pilot agar memahami pekerjaannya. Juga ada inspektur maintenance. Mereka ini dijadikan pegawai negeri.
            Jadi PNS itu gajinya tidak sebesar pilot. Apa mungkin melakukan tugas menjadi inspektur operasional atau inspektur maintenance dengan gaji kecil?  Ya memang gaji inspektur kecil. Sekitar 4-5 juta. Bandingkan dengan pilot 80-100 juta. Kalau gaji mereka kecil, bagaimana akan memeriksa dengan baik. Kalau tidak dinaikkan gajinya, atau tidak diberi tunjangan khusus, akhirnya mereka ngompreng. Saya sudah lapor Presiden dan meminta inspektur yang bertugas terkait keselamatan diberi tunjangan khusus, atau sebelum itu diberikan, mereka diizinkan ngompreng. Standar di dunia, regulator itu penghasilannya 70 persen dari industri yang diatur agar mereka memiliki dignity. Presiden sudah menelpon ke Menteri PAN-RB dan meminta ini jadi prioritas untuk dinaikkan. Bahaya kalau kekuasaan besar tapi penghasilan kecil. Ibaratnya, satu keluarga butuh daging 10 kilo. Lalu ada sapi lewat, apa bisa ambil hanya 10 kilo tanpa membunuh sapinya? Nggak bisa. Dia sembelih dapat 500 kilo, lalu bagi-bagi. Maka berantakanlah semua.
Ada yang bilang, katanya, kalau pegawai negeri kan kerjanya pengabdian.  Kerja jadi menteri, pengabdian nggak apa-apa. Tapi, ini inspektur adalah anak-anak muda. Usia 30-40 tahun. You face the reality.
Perbaikan sistem dan regulasi transportasi udara, bisa diceritakan lebih detail. Ada yang bilang, minta izin rute di Kemenhub susahnya setengah mati. Itu dulu. Sejak 6 Februari lalu, flight approval dibikin online. Sekarang sedang dibuat online untuk slot time dan izin rute. Akhir Mei atau awal Juni bisa jalan. Kami juga bikin sistem dimana tower navigasi udara untuk semua bandara bisa terintegrasi. Termasuk membayar PNBP, setoran ke bank. 
            Semua perubahan, baik dari gaya kerja maupun sistem berbasis teknologi ini pasti ada yang menentang ya. Banyak yang nggak suka. Tapi internal dengan cepat bisa menerima. Sebab, saya mempromosi orang bukan karena suku, agama atau favoritisme. Fair berdasarkan assesment. Yang terbaik naik, yang tidak mampu diganti. Nggak usah setor ke saya. Nggak perlu saya dibeliin pisang, saya bukan monyet.

Wawancara ini telah dimuat di Harian Rakyat Merdeka
Edisi Senin, 27 April 2015



Pontianak, Kota Seribu Warung Kopi

 Selama 20 tahun jadi wartawan, baru akhir pekan kemarin Saya menginjak Kota Pontianak. Dibanding Samarinda, Balikapapan (Kalimantan Timur) dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan), kota-kota yang pernah saya kunjungi di Kalimantan, Pontianak terlihat lebih ramai dan tertata.



Potensi kulinernya pun amat banyak. Kotanya hidup sampai menjelang pagi. Anak-anak mudanya suka nongkrong dan ngobrol hingga lewat tengah malam. Sedangkan yang tua-tua dan dewasa juga senang ngumpul dan bercerita. Karenanya, tak heran warung-warung kopi di Pontianak penuh terus. Baik yang buka pagi hingga sore, maupun sore sampai jelang pagi. Saat Saya di sana, sempat melihat suasana lewat tengah malam di kawasan Gajah Mada. Anak-anak muda dari segala usia dan komunitas meramaikan warung kopi di sepanjang jalan di situ. Sisi kanan kiri jalan dipenuhi deretan warung kopi dan street food.



Warung kopi, untuk tak menyebutnya sebagai cafe, menyediakan penganan yang khas. Teman nyeruput kopi adalah pisang goreng Pontianak, menu khas yang terkenal itu, dengan olesan sarikaya yang rasanya legit sekali. Pisang Pontianak jenisnya kepok yang lezat, dibentuk seperti kipas, lalu dicelup dalam tepung dan digoreng. 

Suasana warung kopi di Ponti jangan disamakan dengan hingar bingar warkop dan cafe di Jakarta. Di sini, cukup pakai meja kayu yang kecil, lalu sediakan kursi-kursi plastik yang banyak. Pengunjung membludak sampai ke luar warung, bahkan memenuhi sebagian badan jalan. Karena warkopnya berada di tepian jalanan. 

Di warung Sukahati, Kawasan Pasar Tanjung Pura, ada yang lebih unik. Pilihan teman ngopi bukan hanya pisang, tapi ada talas goreng. Talasnya spesial, hasil tani lokal dengan warna keunguan. Dibalut tepung. Lalu bagian luarnya diolesi Sarikaya. Rasanya empuk, legit dan manis. Sarikaya buatan Sukahati amat terkenal. Home made dan bisa dijadikan oleh-oleh.


Talas goreng keungunan (kiri) dan pisang goreng (kanan). Keduanya diolesi sarikaya


Pisang goreng Pontianak dengan sarikaya


Talas goreng tepung dengan sarikaya

Warung kopi Sukahati termasuk legendaris. Berada di areal Pecinan, Kota Pontianak. Tempatnya sempit dan nyempil di antara deretan toko di Pasar Tanjung Pura. Suasananya panas dan agak kumuh. Tapi, rasa kopinya boleh dicoba. Buka sejak pagi dan tidak pernah sepi sampai tutup di sore hari.
Selepas sore, bisa mampir dan lanjut ngopi ke kawasan Gajah Mada. Racikan di WK Winny boleh juga diicip. Minuman campuran kopi, teh dan susu-nya lezat. Di China kabarnya racikan ini disebut Kopi hainam.

Saya sempat menyusuri sebagian dari kawasan Gajah Mada, malam itu. Tak sempat saya hitung, tapi tak kurang 20-30 an warung kopi ada di sisi kanan kiri jalan. Dan semuanya penuh. Anak-anak muda, kebanyakan lelaki, kelihatan asyik cerita, berbagai kisah hobi. Ada juga yang main kartu. Selain pisang dan talas ungu goreng, ada lagi teman nyeruput kopi yang unik, yaitu tau-swan. Ini sejenis bubur. Isinya, biji kacang hijau yang dikupas, didalam saus sagu yang bening. Dimakan hangat-hangat dengan sensasi kriuk-kriuk dari remahan cakwe yang digoreng kering. Di tempat saya tinggal, kawasan Serpong, ada satu cafe yang menyediakan menu ini. Malahan bisa pilih, dimakan dingin atau panas. Yang membedakan jenis cakwenya. Di tempat saya, cakwe yang dipakai jenis umum. Lunak seperti yang biasa ditabur di atas bubur ayam.

Gaya makan tau-swan dengan cakwe lunak, kata Donny Prayudi, kawan saya yang jurnalis di kota Pontianak, ada di Singkawang, jaraknya 140an Km dari Pontianak.


Tau-Swan, saat saya cicipi dari penjual di Jalan Gajah Mada

Warung kopi di Pontianak jumlahnya banyak sekali. Kalau Donny menjuluki kotanya sebagai Kota Seribu Apotik, maka menurut Saya yang pas, Pontianak adalah kota seribu warung kopi. Sebab, Saya liat, jumlah apotik kalah banyaknya dengan warung kopi.

Dony bilang, warung-warung kopi itu punya pelanggan yang khas dengan karakter tertentu. “Ada warkop yang khusus anak band, anak motor, atau komunitas lain,” katanya. Bahkan ada warung kopi yang pelangganya adalah pekerja, dan menyediakan layanan refleksi atau pijat. Ada juga warung kopi yang khusus kelas atas dan biasanya yang datang adalah pejabat atau politisi. Salah satu yang terkenal adalah Warung A-Siang. Sayangnya, Saya tidak sempat ke sana. A-Siang di sejumlah blog wisata dan kuliner ditulis sebagai peracik kopi yang ciri khasnya tidak pernah pakai baju. Badannya gempal. Dia meracik sendiri kopi-kopi untuk pelanggannya. Buka sejak pukul 4 subuh sampai jam 1 siang.

Di Pontianak, soal kopi, bukan hanya urusan life style tapi juga budaya. Jenis kopi yang diminum tidak penting. Mau pilih rasa pahit atau manis terserah saja. Namun yang jelas, minum kopi di Pontianak ibarat alat perekat. Menemani perkawanan, melengkapi diskusi dan ngobrol yang menyenangkan. Mungkin juga menghangatkan suasana pacaran. Bahkan, bisa jadi salah satu cara dan alat politik sederhana untuk mencapai kekuasaan. ***

Minggu, 26 April 2015

Menteri Jonan Soal Gosip Reshuffle Kabinet: Menggantung Begini, Perasaan Jadi Nggak Enak


       Gosip tentang reshuffle kabinet rupanya sudah terdengar kencang ke telinga para menteri. Salah satunya, Ignasius Jonan. Kepada Kiki Iswara, Ratna Susilowati dan Kartika Sari dari Rakyat Merdeka, Menteri Perhubungan itu bilang, jika media saja sudah mendengar gosip reshuffle, ya pasti para menteri begitu juga.
            Menurut Anda, apakah sudah waktunya reshuffle kabinet? Dari sudut pandang itu, reshuffle bertujuan untuk memperbaiki kinerja. Tapi soal ini yang harus menjawabnya Presiden. Saya tidak berhak menilai kinerja kolega saya.
            Jadi, informasi reshuffle kabinet yang Anda dengar itu bagaimana? Saya mendengar gosip. Ini gosipnya kencang. Menurut saya, kalau mau reshuffle ya sekarang. Tapi kalau tidak, ya mestinya Presiden segera umumkan bahwa tidak ada reshuffle, jadi para menteri bekerja saja.
            Gosip reshuffle ini apakah mempengaruhi suasana kerja di kabinet? Ini sulit mengatakannya. Suasananya bisa terbaca atau tidak. Dalam laut bisa diduga, tapi dalam hati siapa tahu. Tapi kalau menggantung begini, perasaannya jadi nggak enak. Nggak enaknya kita jadi menduga-duga, siapa ya yang diganti. Jangan-jangan saya ya.
            Anda siap kalau diganti? Saya selalu siap. Saya menganggap pekerjaan ini pengadian untuk masyarakat. Jadi kalau Presiden berpikir ada yang lebih baik dari saya, maka beliau harus mengganti saya, demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Saya ini tidak penting. Lebih penting kemajuan masyarakat.
            Mengapa Anda siap diganti? Lho, memangnya kalau saya nggak jadi menteri, lalu saya nggak bisa makan? Dulu, waktu saya dipanggil dan ditawari jadi menteri, saya sudah bicara kepada Presiden. Kalau ada yang lebih baik dari saya, monggo Pak, jangan saya. Ini jabatan bukan ego. Bukan hadiah, tapi amanah dan pengabdian.
            Bagaimana mekanisme evaluasi kerja para menteri? Saya tidak tahu.
            Apakah menggunakan sistem rapor, seperti di pemerintahan yang lalu? Rapor seperti anak sekolah ya. Kalau ada sistem seperti itu, terlalu menyederhanakan suatu kegiatan yang sebenarnya kompleks sekali. Saya contohkan dulu, saat bertugas di Kereta Api. Kami bicara dengan semua direksi bahwa kita ibarat tim sepakbola dan main bersama-sama. Kita janjian, kalau ada diantara kita, ada yang merasa kurang mampu bermain bagus ya berhenti. Itu fair. Makanya, tiap pergantian jabatan di Kereta Api tidak pernah ribut. Janganlah berusaha dengan segala cara agar kita tetap di situ. Itu nggak pantas.
            Menilai diri sendiri, pantas tidak pantas atau mampu tidak mampu itu sepertinya masih sulit di kalangan pejabat kita ya.  Dulu, kelasnya Direksi kereta api saja bisa. Masa kabinet tidak bisa. Ya pasti bisalah. Seperti saya, kalau saya dianggap nggak mampu, saya akan berhenti. Atau satu hari, jika saya tak bisa membenahi, ya saya akan pergi. Itu lebih mulia daripada mempertahankan posisi padahal orang menganggap kita sudah tidak mampu.
            Di sejumlah survei tentang kinerja kementerian, anda termasuk yang dianggap berprestasi. Ini tentu membanggakan. Ada komentar? Saya tidak bangga untuk diri sendiri. Tapi saya bangga ternyata Kementerian Perhubungan bisa berprestasi. Itu adalah prestasi 30 ribu pegawai Kementerian Perhubungan. Saya kan cuma mandor.
            Menurut Menteri Jonan, hubungan komunikasi antar menteri, dan menteri dengan Presiden saat ini dalam kondisi baik-baik saja. Presiden mudah dihubungi, juga ada sinergi diantara para menteri. “Tapi belakangan ini saya tahu beliau sibuk sehingga tidak lagi, sedikit-sedikit menghubungi Presiden. Yang bisa saya selesaikan, ya diselesaikan sendiri,” katanya.
             Cape ya jadi menterinya Jokowi? Kerjaan memang banyak dan saya baru belajar jadi menteri. Ini adaptasinya sekitar 6 bulan. Tapi setelah itu, akan kembali normal. Bagi saya, cape nggak cape itu ukurannya gampang. Kalau perut tambah buncit ya berarti cape, karena itu tanda berarti nggak sempat olahraga (tertawa).
 
Wawancara ini sudah dimuat di Harian Rakyat Merdeka edisi Senin, 27 April 2015.