Sabtu, 23 Januari 2016

Wisata Syariah (3): Perlu Edukasi Tentang Servis dan Higienitas


Untuk menjadikan dua provinsi itu sebagai pintu wisata halal Indonesia, tentu serangkaian langkah penting sudah dipikirkan oleh para pemangku kebijakan. Tak ada yang meragukan keseriusan pemerintah membangun infrastruktur, tapi layanan dan higienitas adalah isu krusial. Ini pekerjaan rumah yang harus jadi perhatian Lombok dan Aceh.


Foto 1. Pedagang kain mengerubungi pembeli di Pantai Tanjung Aan, Lombok

  


Saya melakukan perjalanan ke dua porvinsi tersebut pertengahan Desember akhir tahun lalu. Di antara dua kunjungan itu, saya juga sempat singgah di Bali beberapa hari. Sehingga bisa merasakan perbedaan mendasar, dalam hal layanan kepada wisatawan di tiga tempat, Lombok, Bali dan Aceh.


Pelayanan termasuk persoalan serius di Lombok dan Aceh. Masyarakat perlu diedukasi agar paham konsep melayani dengan profesional. Apalagi agama Islam mengajarkan, tamu harus disambut, dijamu dan dimuliakanSaat Saya di Aceh, misalnya, tour guidekurang komunikatif saat memberikan informasi tentang daerahnya. Layanan servis di rumah makan, hotel-hotel pun perlu lebih responsif. 


    Foto 2. Wisatawan menikmati mie Aceh di salah satu restauran di Banda Aceh.


Tentang higienitas atau kebersihan. Banyak lokasi makan enak tapi kebersihannya kurang meyakinkan. Misalnyadi Lombok dan Aceh ada restoran cukup besar dan makanannya terkenal enak. Tapi lalatnya juga banyak. Atau lantai, meja dan kursi kurang terawat.


Ketua Umum PWI Margiono dan rombongan, termasuk saya, pernah makan di salah satu restoran di Lombok yang cukup terkenal. Kami makan lahap karena enak. Bahkan nambah lauk berkali-kali. Andaikan tempat itu dibuat lebih bersih, pastilah makin diserbu pencinta kuliner.


Concern Gubernur NTB dan Gubernur Aceh tak perlu diragukan soal ini Keduanya pantas dapat acungan jempol karena komitmennya kuat terhadap program pariwisata syariah di daerahnya. Saat HUT Provinsi ke-57, 18 Desember 2015 lalu, Gubernur NTB Zainul Majdi berencana mengembangkan eco halal hub di wilayah Mandalika Resort, setelah Lombok meraih penghargaan “wisata halal” kelas dunia. Konsepnya, bukan ditujukan pada wisatawan muslim, tapi seluruh turis. Mereka yang non-muslim juga bisa menikmati pelayanan wisata halal. “Ini memberikan kenyamanan dan keamanan. Sekaligus bagi muslim, kemudahan dalam beribadah,” jelas Gubernur. Sarana, prasarana dan akses menuju lokasi wisata diperbaiki, hotel fasilitas halal, serta makanan minuman bersertifikat halal.

Masyarakat kami sangat ramah dan bersahabat. Saya yakin wisatawan Timur Tengah yang berkunjung ke Lombok-Sumbawa, akan merasa seperti pulang ke daerahnya sendiri,” katanya. 


          Di wilayah Aceh, Gubernur Zaini Abdullah pun mendukung program wisata khusus syariah. Misalnya, Wonderful Ramadhan in Aceh, setiap bulan puasa. Banyak budaya unik dan menarik yang bisa diikuti turis.


          Di Jakarta, Masyarakat Ekonomi syariah pernah menggelar diskusi bersama sejumlah pakar dan pengamat tentang Wisata Halal, Mei tahun lalu. Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah, Sapta Nirwandar mengingatkan, definisi wisata halal bukan sekedar makanannya yang halal. Tapi haruslah mencakup lifestyle. Intinya membuat turis muslim dunia nyaman berada di Indonesia.


          Sedangkan menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, wisata halal itu baiknya mengacu kepada prinsip rahmatan lilalamin, rahmat bagi alam semesta. “Itu artinya universe, maka namanya Universal Tourism,” katanya. Sehingga, yang merasakan manfaat dari servis halal bukan hanya muslim, tapi semua orang. Yang ditonjolkan, adalah layanan profesional dengan nilai-nilai syariah.


          Presiden Markplus & Co Hermawan Kertajaya juga menuturkan, halal lifestyle ditujukan kepada layanan. “Islami dicerminkan dalam perilaku layanan dan pemasaran dijalankan dengan jujur,” katanya. 


Kalau prinsip-prinsip layanan profesional dan higienitas tercipta di Serambi Mekkah dan Bumi Gora, maka tak lama lagi, Indonesia bisa jadi kiblat wisata halal kelas dunia. ***


Artikel ini telah dimuat di

Harian Rakyat Merdeka

Edisi Minggu, 17 Januari 2016



Artikel tersebut juga telah dimuat di Rakyat Merdeka Online
Senin 18 Januari 2016