Sabtu, 12 November 2016

Menteri Kehutanan Siti Nurbaya Bakar: Ada Titik Api, Pemilik Lahannya Langsung Kita Telepon

 

            Peristiwa kebakaran hutan dan darurat asap, meredup setahun terakhir. Apakah kebakaran hutan sudah bisa ditaklukan? Bagaimana agar bencana asap tidak terulang lagi? Berikut ini obrolan Menteri Kehutanan Siti Nurbaya Bakar saat silaturahmi dengan Tim Rakyat Merdeka di kantornya, akhir pekan lalu. Dari Rakyat Merdeka Kiki Iswara Darmayana, Ratna Susilowati, Riky Handayani, Kartika Sari, Fiki Azis dan Fotografer Dwi Pambudo

 Bagaimana caranya menaklukan kebakaran hutan. Setahun terakhir ini, kejadiannya tidak masif seperti waktu lalu. Adakah strategi khusus? Ya dijagain terus. Atau orang Jawa bilang, di-rewangin. Yang kami lakukan, begini. Pertama, memonitor setiap hari, sepanjang tahun. Itu konsisten. Meskipun kadang ada yang bete, tetapi harus dilakukan konsisten.

 Kedua, komunikasi dan interaksi. Harus rajin memberitahu gubernur saat di kabupaten tertentu titik apinya diperkirakan banyak. Tiap Dirjen dan Irjen mendapat tanggungjawab wilayah untuk melakukan pemantauan dan komunikasi. Misalnya, begitu ada hotspot, gubernurnya diajak bicara sampai ditemani saat mengambil keputusan. Juga ada komunikasi dengan Satgas. Secara teknis, kebakaran hutan itu sebenarnya ditangani BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Mereka yang menyediakan pesawat. Saat ada warning, kita berinteraksi. BNPD turun bersama Manggala Agni (pasukan pemadam kebakaran hutan dan lahan) juga TNI dan Polri. Yang tak kalah penting adalah terus menerus mewarning perusahaan. Tiga bulan sekali kita ingatkan. Kita kirimi mereka surat. Begitu ada hotspot (titik api), kita lihat di konsensi, dan langsung pemilik lahannya ditelepon.

 Dengan mekanisme bekerja seperti ini bagus hasilnya. Tahun ini sampai minggu kedua Oktober, lahan yang kebakar seluas 270 ribuan hektar. Dibanding sebelumnya mencapai 2,6 juta hektar. Di lahan gambut, tahun lalu mencapai 900 ribu hektar, sekarang 42 ribu hektar.

 Illegal Logging biasanya jadi isu yang seksi. Tapi dua tahun belakangan ini terasa meredup. Mengapa demikian? Tentang illegal logging. Kita masih terus mengejar pelaku-pelakunya. Tapi memang makin sedikit ya. Dulu, pemain-pemainnya ada di Kaltim, Kalbar dan di beberapa kabupaten tertentu. Sekarang mulai nggak kelihatan. Masih ada tapi sedikit. Sebagian dari mereka ada yang sudah bermetamorfosis. 

 Maksudnya metamorfosis? Dulunya, mereka merambah dan mungkin masuk katagori illegal logging, lalu dilegalisir dengan izin kepala daerahnya. Kemudian dimintakan lagi izin hingga ke pusat, sampai disahkan dengan tata ruang. Begitulah metamorfosisnya. Tapi yang seperti ini kita tetap waspadai. Ada beberapa contoh. Yang Taman Nasional Tesso Nilo (Riau), misalnya, itu kelihatan banget. Dari 80 ribu hektar, sebanyak 60 ribu hektar diantaranya sudah diokupansi. Katanya diambil rakyat. Tapi, masa ada rakyat yang punya 1000 hektar? Atau 300 hektar? Oleh karena itu, kita kolaborasi dengan kawan-kawan LSM, sama-sama memperhatikan, dan akhirnya ada yang konsensinya dicabut. Kalau terasa penanganan ilegal logging itu lamban, karena di lapangan complicated banget. Rata-rata ada keterkaitan dengan perusahaan, keterkaitan dengan aparat dan keterkaitan dengan masyarakat yang dimobilisasi. Tapi, sekarang sudah terlihat polanya, dan operasi pun disiapkan. 

 Apakah Kementerian melakukan moratorium perizinan?

Moratoirum izin di hutan primer, lahan gambut. Lalu lahan Sawit di-hold dulu sambil menata dan mengidentifikasi riwayat izin yang 2,3 juta, legal atau nggak. Kami koordinasi dengan BPN dan Kemendagri.

 Bagaimana support dari Presiden terhadap penindakan para pelanggar aturan kehutanan? Apakah Kementerian memiliki kewenangan penindakan hukum?

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum cukup memegang peranan. Apalagi, pejabatnya (Dirjen Penegakan Hukum Kementerian LHK) adalah yang termuda di sini. Konsepnya penertiban dan pembinaan. Jadi, bukan hanya penegakan hukum yang dirapihkan, tapi juga perizinannya. Support Presiden sangat luar biasa. Beliau tanya, “Bu Nurbaya, ada beban nggak?” Saya bilang, ngga. “Ya, udah kalau nggak ada beban, kita jalankan. Saya dukung penuh.” Begitu kata Presiden. Jadi, ya kita jalankan. Jumlah polisi hutan kita sangat terbatas. Hanya 8 ribuan, sementara luas hutannya sampai 120 juta hektar. Okupansi konflik, biasanya terjadi antara perusahaan dengan masyarakat, atau dengan masyarakat adat. Belum lagi, ada konflik hutan dengan satwa, dan lain-lain. Sehingga, persoalannya menjadi kompleks.

 Kerja Birokrasi 

 Bagaimana pola dan program kerja selama dua tahun pertama, mengingat dua kementerian ini sering mengalami bongkar pasang. Disatukan, dipisah, lalu disatukan lagi. Dua tahun ini, kami struggle dengan hal-hal konseptual. Ada beberapa hal dilakukan. Pertama, dari aspek keterbukaan. Ada unsur luar, termasuk LSM, yang rutin dilibatkan dalam policy exercise. Ini supaya konsep menjadi lebih pas dan lebih kena dengan situasi lapangan. Unsur dari luar menambah kekuatan data, metoda, dan lain-lain. 

 Kedua, aspek keterbukaan informasi. Ini dampaknya banyak tekanan juga ke kita. Misalnya, pengaduan melalui whatsaap, sms dan lainnya. Banyak orang di luar, lembaga, bahkan Komnas HAM juga cukup keras terhadap kita, apalagi soal kebakaran hutan. Namun akhirnya terasa di ruang publik, bahwa bahaya lingkungan itu ancaman bagi kehidupan manusia. Makanya, kita membenahi sama-sama. 

 Lalu ketiga, penegakan hukum. Sekarang ini, penegakan hukum oleh Kementerian LHK, sampai sanksi administratif. Terhadap perusahaan yang salah, dikenai pembekuan sampai pencabutan. Jadi, penyatuan dua kementerian (Lingkungan dan Kehutanan), membuat regulasi saling menguatkan.

 Keempat, direktif dari Presiden sangat jelas. Presiden berasal dari Kehutanan. Sehingga beliau betul-betul melihat bahwa kehidupan masyarakat desa kawasan hutan itu sulit, dan tahu bagaimana memperbaiknya. Direktif beliau sangat keras. Saat terjadi kebakaran, misalnya, direktif lapangan konkrit. Misalnya, harus sekat kanal, harus begini, harus begitu, gambut direstorasi, gambut di-manaje dan lain-lain. Saya berharap, makin ke sini, kesadaran masyarakat bermunculan, sehingga sama-sama merasakan bahwa ancaman lingkungan itu berbahaya, dan harus ditangani bersama. 

 Bagaimana melakukan beragam terobosan dengan cepat, sesuai keinginan Presiden, dalam situasi kerja birokrasi yang dikenal lamban? Apakah dikerasi? 

Yang lebih pas bukan keras. Tapi istilah saya, permurnian birokrasi. Dulunya, birokrat di Kehutanan itu di-stigmakan sebagai rezim perizinanlah, mafia hutan-lah, dan sebagainya. Tapi saya perhatikan, ternyata ini persoalan birokrasi dan harus dimurnikan ke relnya. Kita punya tekad dan akhirnya bisa berjalan.

 Bagaimana caranya melakukan pemurnian birokrasi? Mengubah mind set tentu bukan hal mudah. Sesuai keinginan Presiden, pemerintahan ini maunya dekat dengan rakyat, terbuka untuk rakyat. Sementara di birokrasi, stigmanya kaku, tidak bisa tembus dan awalnya, tak ada LSM yang mau masuk ke sini. Lalu, saya menyadari bahwa dua kementerian ini (Kehutanan dan Lingkungan), punya database yang kuat. Data apa saja yang saya minta, hampir nggak pernah nggak kejawab. Tetapi, gaya kerjanya sangat silo, sesuai fungsi dan tugasnya sendiri-sendiri. Kuat di content, tapi lemah di context. Saya sendiri pun ketika baru masuk ke sini, berusaha mencari konteks. Kehutanan dan lingkungan dikaitkan dengan kepentingan rakyat dan kesejahteraan rakyat itu bagaimana ya? Dari sebelah mana mulainya ya. Lalu, saya pelajari. Di birokrasi istilahnya, one step up, two steps down. Jadi sekarang kalau mengerjakan sesuatu, ya exercise-nya bersama, dan saya ajak dua layer ke bawah. 

 Bagian tersulit dari upaya memurnikan birokrasi? Bagian tersulitnya adalah memberikan pemahaman tentang konteks secara menyeluruh sampai ke jenjang bawah. Karena selama ini, mereka bekerja dengan juklak, juknis, sesuai aturan, sesuai regulasi. Pekerjaan di dua kementerian ini, knowledgebases-nya kuat. Ada keilmuan dan nggak bisa pakai common sense. Tentang definisi hutan, definisi pohon, pohon tumbuh, fast growing, spesies dan sebagainya. Itu semua ada ilmunya dan mereka jago-jago. Tapi keilmuan harus dikawinkan dengan kebutuhan. Dikawinkan dengan pandangan dari luar.  Ini nggak gampang. Awalnya, agak sulit menyatukan cara kerja birokrasi dengan LSM.

Mula-mula ada resistensi, tapi kini semua merasakan manfaatnya. Tantangannya berat, tapi relatif baik jalannya. Saya merasa, satu demi satu, masalah selesai. 

 Program Kerja

 Ruang lingkup dan kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan itu banyak sekali. Bagaimana menentukan skala prioritasnya. Memang kerja kementerian kita ini gila-gilaan ya hahaha (tertawa). Tugasnya, menjamin oksigen bagus, menjamin alam dan lahan untuk pangan. Juga harus menjamin air bagus, menjamin energi oke, menjamin tumbuhan dan tanaman obat, jalan. Karenanya, concern dan atensi kepada lingkungan dan kehutanan itu harus kuat karena ini menjadi aspek penopang kehidupan.

 Dalam dua tahun ini, sudah ada penyiapan. Tentang air, misalnya. Kita identifikasi, ada 334 lokasi sumber air di Jawa, dan 120 di luar Jawa, yang harus dijaga. Itu spring, danau, sungai dan sebagainya. Kami data, sampai kapasitasnya, berapa meter perdetik. Untuk tumbuhan, misalnya, kami identifikasi, untuk pangan antara 24-137 jenis. Untuk obat ada 21-300 lebih jenis. Tapi ya, setelah diidentifikasi, terus mau dibagaimanakan? Ini PR masih banyak. Belum lagi terkait pertambangan. Tambang rakyat, kita sudah identifikasi. Ada 352 spot di lebih dari 110 kabupaten dan kota. Kenapa saya agak telat dan merasa sulit mengurus tambang, karena harus kerja bareng dengan kementerian lain. 

 Dari sekian banyak pekerjaan, mana yang prioritas? Sepertinya penting semua. Pertama, snapshot atau show case-nya kebakaran hutan. Karena itu sudah terjadi belasan tahun, bahkan sampai 17 tahun, sehingga nggak boleh terjadi lagi. Kita sudah dapat cara memadamkan, tapi sistemnya harus dikembangkan dan dibuat lebih bagus, lebih mapan. 

 Kedua, memberi masyarakat akses untuk bisa memanfaatkan hutan, melalui program perhutanan sosial. Data menyebut, lebih dari sepertiga desa di Indonesia, yang miskinnya, ada di tepi atau di dalam hutan. Yang kita pikirkan, rakyat disuruh beresin hutan, tapi masak nggak dapat apa-apa. Kalau kita suruh masyarakat menanam, terus mereka mendapat apa? Makanya, kita kuatkan konsep hutan sosial. Kita serius menyiapkan konsep ini.

 Ketiga, deforestasi, kemerosotan lingkungan. Keempat, perizinan dan sebagainya. Itu bagian paling sensitif dan sudah kita benahi di dua tahun pertama. Penataan perizinan di kawasan-kawasan hutan yang diokupansi oleh konsensi, mulai ditertibkan. Bagian itu, yang disebut Presiden sebagai moratorium. Ada lokasi-lokasi yang nggak boleh dibuka. Misalnya, sebagian hutan yang benar-benar hutan di Papua, Gorontalo, dan beberapa daerah lainnya. Kalau pun dibuka, harus ada konsensi untuk masyarakat. Termasuk untuk masyarakat adat. 

 Kementerian LHK sedang mengembangkan program restorasi ekosistem. Bisa dijelaskan? Itu adalah program kombinasi. Konsep pemberdayaan masyarakat sekaligus bisnis. Sambil berbisnis, tapi alamnya di-restore, dikembalikan. Masyarakat mengambil manfaat dari hutan, tetapi lingkungannya tetap dijaga. Caranya, masyarakat diberi pemahaman manajemen korporasi agar tercipta generating income, profit dan lain-lain. Memang, ada unsur patriotik juga. Sebab, saat menjalankan bisnis restorasi ekosistem, dalam 10-15 tahun pertama mungkin hutannya nggak boleh diapa-apain. Yang bisa diambil terbatas, misalnya hasil hutan madu.

 Program restorasi ekosistem sudah pernah dirintis tahun 2006-2008. Format seperti ini tak ada modelnya di negara lain. Sementara di sini, ada 15 perusahaan dan 550 ribuan hektar, dan 50-an lagi izinnya antri. Program restorasi ekosistem kita perkirakan mencapai 1,6 juta hektar. 

 Ini konfigurasi bisnis baru. Setelah HTI, HPH dan lain-lain, dulunya dianggap “bermusuhan” sama rakyat. Dimana, pada areal tertentu, di dekat areal produksi dibuat rekayasa industri baru. Kita pakai pola koperasi tanaman rakyat. Dikelola korporasi dan diberi manajemen korporat. Ide ini sudah dilaporkan kepada Presiden dan beliau oke. Sekarang ini kita sedang membuat pilot project. Antara lain di Pulang Pisau Kalimantan Tengah.

 Bagaimana kepedulian masyarakat menyangkut kerusakan lingkungan? Isu-isu kritis yang lahir dari masyarakat belakangan ini, apa ya? Ada. Misalnya, persoalan sampah dan sampah plastik. Itu dianggap sudah kritis dan benar-benar kuat di-drive masyarakat. Ada orang whatsaap saya. “Bu Nurbaya, saya mau bikin pengumuman Indonesia darurat sampah.” Nah, saya bilang, diskusikan dulu deh dengan multistakeholder. Jangan minta izin sama saya untuk deklarasi. Kita mesti mendengar dulu dari seluruhnya. Juga terkait limbah sungai dan danau.

 Yang lain lagi, ekowisata. Wacana ini muncul dari masyarakat di sekitar taman-taman nasional, kawasan konservasi dan pelestarian alam. Saya respon, begini deh, kita buat, orientasinya kawasan konservasi tapi menjadi basis pengembangan wilayah. Jadi taman nasional harus dihubungan dengan tujuan pembangunan di daerah itu. Perkiraan saya, setelah ini, dari masyarakat akan muncul penguatan hutan desa. Itu mungkin usulan dari kalangan adat dan desa.

 Ada lagi tentang lahan kritis. Soal ini, penanaman (pohon) itu harus terus menjadi kesadaran bersama. Kalau nggak ada pohon, ya nggak bisa ketolong. Misalnya di Jepara. Setelah ditanami pohon banyak-banyak, kini sudah tumbuh sampai 40 mata air baru. Beberapa tahun lalu, Pak JK menanam pohon di kawasan Cisanti Jawa Barat. Itu masa-masa Pak JK jadi wapres di periode lalu. Nah, ketika saya ke sana lagi, sudah bertambah tiga mata air baru. Jadi, saat ada pohonnya, mata air bisa bertambah.

 Ada Grup Whatsaapan Antar Menteri 

Rapat-rapat Langsung Nyelonong, Nggak Protokoler

 Bagaimana koordinasi antar kementerian? 

Komunikasi kita bagus. Kita kalau rapat dengan menteri lain, ya nyelonong aja. Misalnya, tadi malam, saya dengan Bu Rini (Soemarno). Lalu tadi pagi dengan Ibu Sri Mulyani. Tempo hari sekitar jam 7 pagi, Pak Sofyan (Djalil) tahu-tahu sudah di sini. Atau tiba-tiba Mentan datang ke sini. Atau, saya juga bisa saja muncul di ESDM. Komunikasi relatif oke dan bagus. Nggak pakai protokoler. Ada whatsaapan antar menteri. Misalnya, kalau ada Dirjen yang terlalu keras, nanti menterinya telepon. Bu Nurbaya, tolong Pak Dirjennya jangan galak-galak, misalnya hahaha (tertawa). Atau kalau ada Dirjen salah bicara, saya yang menelpon, eh Pak Dirjennya begini, begitu, dan seterusnya. 

 Bagaimana intensitas komunikasi langsung dengan Presiden? 

Saya setiap bulan membuat laporan dan dilaporkan kepada Presiden. Monitoring (kebakaran hutan) itu kita patroli, lalu difoto. Tiap kali turun atau ada laporan dari lapangan, langsung masuk ke posko sehingga publik dan wartawan langsung tahu. Ini perintah Presiden, kita harus siaga terus sepanjang tahun. Untuk rakyat, ya kita harus siap. Nggak boleh stop. ***

Artikel ini sudah dimuat di Harian RakyatMerdeka edisi Rabu, 9 November 2016.



****

 

 

 

 

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (2)

“Kerjaan Di Laut, Banyak Hengki Pengkinya...”



            Kementerian Perhubungan punya rencana besar, yaitu privatisasi 7 bandara dan 22 pelabuhan, yang selama ini dikelola secara BLU (Badan Layanan Umum) oleh Kemenhub. Selain diserahkan ke BUMN (Angkasa Pura dan Pelindo), ada skema baru mengajak perusahaan asing. 

            Kepada Kiki Iswara, Ratna Susilowati, Kartika Sari, Aditya Nugroho, Nur Rochmanuddin dan Randy Tri Kurniawan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menceritakan program-programnya. Sabtu akhir pekan lalu (22/10), di rumah dinasnya, Budi Karya menyempatkan ngobrol sambil main pingpong, dan pertemuan santai dengan alumni kampusnya, di UGM.

Sudah tiga bulan bertugas sebagai Menteri Perhubungan. Bagian mana yang menjadi fokus perhatian?

Kita concern pada manusia. Sebab, dari manusia itulah kita bisa men-drive kegiatan. Saya memberdayakan semuanya. Mengenali karakter. Dalam 1,5 bulan pertama, saya tidak melakukan perubahan satu posisi pun. Saya biarkan mengalir dulu, sambil melakukan pemotretan. Kalau tiba-tiba dilakukan perombakan, itu berarti justifikasi subjektif. 

Apa yang Anda temukan?

Saya melihat kegiatan di perhubungan itu birokrasi. Secara birokrasi, pintar. Pintar membuat regulasi. Tapiada yang perlu dikoreksi. Bahwa, sebaiknya, kita lebih terbuka. Open mind. Saya sharing dengan teman-teman, mari membuka diri. Birokrasi melayani, tapi juga care terhadap stakeholder, partner. Operator adalah klien utama kita. Kalau ada masalah, bukan harus ditegur, tapi diajak diskusi dan mencari jalan keluar bersama. Kita nggak membuat jarak dengan mereka. Saat rapat, kita duduk, selesaikan masalah bersama-sama. Pada titik tertentu, kita tempatkan satu pola. Kita back to basic menjadi regulator, dan memberi kesempatan lebih luas kepada operator melakukan kegiatannya.

Bagaimana maksudnya, memberi kesempatan luas kepada operator berkegiatan?

Saya mengerti konsepnya dulu. Di-keep beberapa pelabuhan dan bandara, supaya ada tempat untuk rotasi pegawai Perhubungan. Itu memang bisa jadi motivasi. Tapi, objektivitasnya jadi menurun. Terhadap bandara, pelabuhan yang dikelola (pegawai Perhubungan) tidak tegas. Tapi, yang dikelola operator, lebih tegas. Karenanya, kita mau memberikan kesempatan 7 bandara dan 22 pelabuhan dikelola BUMN, atau sebagian di-swastakan.

Bandara mana saja yang akan diserahkan pengelolaannya ke BUMN?

Rencananya, Batam, Belitung, Lampung, Samarinda Baru, Berau, Tarakan dan Sentani akan diserahkan pengelolaannya ke Angkasa Pura. Prosesnya bertahap. Kita fact finding dulu. Katakanlah 1-2 bulan kerjasama, sampai akhirnya bisa digembrengkan ke BUMN.

Ada 235 bandara di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, Angkasa Pura 1 mengelola 13 bandara, Angkasa Pura 2 kelola 13 bandara. BP Batam mengelola satu bandara, dan 28 bandara dikelola Pemda. Sisanya? Sebanyak 180 bandara dikelola Kementerian Perhubungan, dengan sistem BLU (Badan Layanan Umum). Sedangkan, jumlah pelabuhan di Indonesia saat ini 1241. Yang dikelola Pelindo 112 pelabuhan. Sisanya, 1129 diurus Kementerian Perhubungan.

 Pembagian kepemilikannya bagaimana?

Ya, kalau dialih pengelolaan, berarti milik Angkasa Pura. Pemerintah memberikan sebagian modal. Akan ada dua skema. Bisa digembrengkan, dikerjasamakan. Atau yang kedua, privatisasi yang benar-benar di-swastakan. Misalnya, Kualanamu itu spin off. Rencana, bisa sekitar 49 persen sahamnya dijual ke internasional, apakah ke Jerman, Swiss, Perancis. Di Kualanamu, misalnya. Saya hitung-hitung market cap-nya sekitar Rp3 triliunIni tidak termasuk tanah lho. Cuma bangunan plus BOT (Build Operate Transfer) sekitar 30 tahun. Artinya, AP 2 bisa langsung dapat Rp1,5 triliun, dan bisa dipakai untuk membesarkan yang lain. Lalu, kemungkinan Ujung Pandang dan Balikpapan. Kedua wilayah itu, secara ekonomi sudah bagus, dan menjadi ujung tombak pertumbuhan baru. Saya ingatkan, saat proyek masih dibangun, investor kurang begitu eager, karena masih janji. Beda, kalau sudah operasi, investor langsung ada (minat). Size-nya di AP 1 kurang lebih sama. Bisa dapat sekitar Rp3 triliunan juga, dari dua tempat itu (Ujung Pandang dan Balikpapan).

 Dengan mengajak asing, maka akan ada vested interested dari asing untuk menguatkan wilayah itu. Kelak, muncul bali-bali baru, dan tempat-tempat turis lain.

 Ini sepertinya skema baru ya?

Iya. Baru. Malah ini masih di kepala, tapi saya sudah mendapat persetujuan dari Presiden Jokowi dan Bu Rini (Rini Soemarno, Menteri BUMN). Asing boleh masuk, tapi tidak mayoritas. Yang mayoritas tetap Angkasa Pura. Itu catatannya.

 Bandara di Bali & Jakarta bagaimana? Mau diswastakan juga?

Yang itu nggak boleh. Bali dan Jakarta tidak akan di-swastakan. 

 Lombok dan Labuan Bajo bagaimana, Pak? Ada rencana diambil alih oleh Angkasa Pura?

Itu belum komersial. Belum untung. Preferensi saya mengundang asing itu ke sana, seberapa banyak tamu Australia. Tamu kita yang terbanyak di Bali adalah dari Australia. Kalau mereka bisa bergeser, dari Bali ke Lombok, lalu Labuan Bajo. Saat sudah komersial, baru bisa (diberikan ke Angkasa Pura).

 Selain bandara, apakah perlabuhan juga akan di-privatisasi?

Ada 22 pelabuhan akan diambil Pelindo. Swasta juga diberi kesempatanKalo aset negara, tetap harus dijaga, jadi kita mintaPelindo mayoritas. Kalau swasta mau ambil mayoritas ya, silakan bikin baru. Jangan ambil aset pemerintah. Bikin baru misalnya terminal khusus, seperti di Natuna, atau ada beberapa tempat lain. Yang besar, yang sifatnya hub, itu seperti Kuala Tanjung, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Bitung, itu bisa asing. 

 Di urusan perhubungan darat, laut dan udara, mana yang paling rumit persoalannya?

Di laut, paling banyak homeworknya. Kenapa begitu? Ada dua hal. Pertama, laut memberikan dampak ekonomi paling besar, (logistik barang) bisa berton-ton. Yang kedua, banyak hengki pengkinya. Yang nggak-nggak-nya. Dan itu terbukti kan....

 Ada OTT pungli di Kemenhub itu ya...

Jadi, penangkapan itu menunjukkan, bahwa memang di laut banyak masalah dibandingkan direktorat lain. Di laut, izin dan uang banyak sekali, sehingga potensi (pungli) besar. Kalau darat, izin ya paling karoseri. Di udara, izin slot. Tapi sudah online.

 Yang urusan laut, kenapa tidak dibikin online?

Lho, sudah online. Tapi, justru yang canggih itu, sistemnya online tapi tidak dibuat online.

 Maksudnya? Banyak online tapi ya, tidak online. Yang online ini, malah rawan tidak di online-kan. Sekarang saya sedang mencari jalan menyelesaikannya. Memang nggak gampang menemukan cara efektif

 Penerimaan dari laut selama ini menyumbang cukup besar ya?

Incomenya memang paling besar karena kegiatan ekonominya juga besar di lautGCG (good coorporate governance) masih sangat lemah di situ, padahal, duitnya paling banyak. Soal PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari laut itu ibarat pisau bermata dua. Kalau dikencengin, kita dapat banyak uang. Tapi di sisi lain, kegairahan stakeholder menurun. Ini berdampak, daya saing turun, dan pajak juga menurun. Saya berkesimpulan, beberapa PNBP tidak harus tinggi, sebab kita ingin meng-encourage, agar mereka kerja dulu deh. Ibaratnya, mau motong ayam, atau mau dapat telurnya? Jelas, kita mau dapat telurnya kan.

 Selain dwelling time, PR lain di laut apa ya?

PR saya berikutnya soal kapal ngantri. Ini akan saya selesaikan. Setelah ditemukan masalahnya, saya akan ngomong. Itu kapal yang antri sebenarnya banyak banget. 

Memang, dalihnya kalau sembako atau orang, bisa diduluin. Tapi kan itu bisadimanipulasi. Siapa yang tahu. Nanti saya mau lihat caranya. Yang jelas, saya mau evaluasi antrian pelabuhan

 Primadona angkutan penumpang adalah kereta api. Apakah ada perhatian khusus terhadap kereta api.

Memang, laut menyimpan banyak cerita. Logistik itu laut. Kalau bicara penumpang, primadonanya ya kereta api. Saya take care kereta api, dengan cara lebih lugas. Bagaimana agar kereta bisa mengangkut sebanyak mungkin manusia dan menjangkau banyak tempat.

 Apakah pengurangan anggaran mempersulit target dan program kerja Kementerian?

Anggaran dikurangi bukan masalah besar. Saya mencari jalan dan bisa diselesaikan dengan baik. Contohnya, selama ini kita membeli bus, lalu kita berikan ke Pemda A, B dan C. Padahal, tidak semua Pemda punya kemampuan mengelola, sehingga dampaknya ada yang mangkrak dan terbengkalai. Nah, sekarang saya potong anggaran untuk itu sampai 50 persen. Kapal atau bis yang harusnya keluar 1 tahun, 3 tahun dicicil jadi 10 tahun atau sekian tahun. Saya panjangin. Lalu, saya siapkan skema subsidi. Ada 50 kota, semuanya saya subsidi. Soal ini, saya pikir sendiri, nggak mau diskusi berkepanjangan. 

 Lalu, soal perjalanan dinas. Ada biaya hotel, jalan, dan seterusnya. Sekarang, saya nggak mau lagi buka acara di Bandung, Semarang, Bali, misalnya. Lakukan saja di Jakarta, atau di kantor. 

Yang perjalanan ke luar negeri, ini saya tandatangani sendiri. Saya kurangi jumlah orangnya, waktunya. Masa, mau seminar di Eropa, butuh 10 hari. Itu nggak bener. Pejabat yang ikut, saya hilangin kenek-keneknya. Ibaratnya, ya cukup supirnya. Nggak usah pake kenek. Hahaha (tertawa).

 Bagaimana perhatian Anda mengenai perhubungan udara?

Urusan udara, style-nya saya ubah sedikit. Industri penerbangan kita sedang sakit, jadi akan diberi kesempatan recovery supaya lebih kompetitifapalagi penerbangan menjadi ujung tombak mendatangkan turis. Safety and security tidak boleh dikesampingkan, tapi kita akan checking langsung saja. Kerja sedikit cape, tapi langsung tertuju ke inti-intinya. 

Baik di udara, maupun laut, kita punya masalah, negara kita bukan hub. Sementara tetangga jadi hub. Padahal, hub itu berbanding lurus dengan potensi turism. Bagaimanapun, kita harus membangun diri kita, agar kita bisa jadi hub.

 Dengan hadirnya terminal 3, apakah kita berpotensi jadi hub? Paling tidak menyaingi Singapura dan Malaysia?

Terminal 3 adalah modal kita. Tapi hal lain, kita ini punya potensi banyak sekali membuka jalur penerbangan. Lawan kita semakin sangat kuat. Sehingga saya minta, lima maskapai (Garuda, Citilink, Lion, Sriwijaya, AirAsia), membuka destinasi-destinasi baru. Coba bayangkan, kita sekarang baru punya 35 destinasi, sementara di negara tetangga, bisa sampai 100 destinasi. Ke Srilangka, Mumbai, Maldives, kota-kota di China coba buka. Ini supaya mereka juga ke sini. 

 Kapan Terminal 3 fully operated?

Fully operated menjadi bandara internasional rencananya April 2017. Tetapi, harus menunggu penyelesaian kereta api bandara. Dan itu schedule-nya selesai pertengahan tahun depan. Saya akan menunggu kereta api, kalo memaksakan, saya kuatir itu lalu lintas antaranya repot. Target, sebelum bulan puasa tahun depanlah. 

 Anda termasuk menteri yang banyak blusukan. Fokusnya ke mana saja?

Kerja di balik meja saja tidak cukup. Banyak keputusan saya buat, setelah saya turun ke lapangan, karena jadi tahu realitasnya. Misalnya, di Ilaga, Papua. Saya menteri pertama yang datang ke sana. Runaway-nya cuma 600 meter dan miring. Dulu katanya, nggak bisa dipanjangin karena ujungnya jurang. Ternyata kalau runawaynya dibuat belok bisa.  Lalu di Wamena, saya juga panjangkan runawaynya. Dan beberapa contoh lain.

 Setelah jadi menteri, apakah waktu untuk keluarga banyak berkurang?

Saya selalu pulang ke rumah. Rasanya komunikasi dengan keluarga makin bagusDi rumah, pagi masih sempat olahraga. Pingpong, jalan pagi atau senam ringan. Dalam sepekan, tetap ada libur sehari. Seperti hari ini. Libur, tapi tetap bisa bertemu teman-teman saya. ***

Artikel ini sudah dimuat di edisi khusus Harian Rakyat Merdeka Jumat, 28 Oktober 2016


 

 

 

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (1)

 “Saya Tak Bermaksud Membuat Luka Di Antara Kita....” 

            Upaya Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membersihkan rumahnya, jadi berimbas ke rumah-rumah tetangga. Semua institusi, bahkan Presiden membentuk Saber Pungli. Operasi Sapu Bersih Pungli, dipimpin langsung oleh Menko Polhukam Wiranto.

            Kepada Rakyat Merdeka, Budi Karya Sumadi menceritakan kisah operasi pemberantasan pungli di kementeriannya itu. Dia tak bermaksud membuat luka, di institusinya sendiri. Yang dilakukan adalah upaya shock therapy. Apabila setelah ini, masih ada pungli, Budi tak segan melakukan shock therapi lagi.

 Saya cerita sedikit ya. Saya bukannya mau membuat suatu luka di antara kitaSaya tidak bermaksud melukai temen-temen birokasiTapi, apa yang terjadi, ini jadi shock therapy. Ya sudah, cara lama jangan diteruskan. Ini zaman baru, kita serius kerja. Kalau masih kebangetan, dan begitu juga, ya mungkin perlu shock therapy dua tiga kali lagi.

 OTT itu terjadi, karena saya mendapat informasi itu. Saya terganggu. Bagaimana mungkin kita bekerja di sini, sementara di sebelah kantor terjadi praktek-praktek seperti itu. Marak sekali, calonya kayak gimanalah.  Saya lapor ke polisi, karena nggak punya pilihan. Saya ikutin kata hati saja. Tapi, intinya niat ingin memperbaiki. Saya kirim text ke Pak Tito (Tito Karnavian, Kapolri), masalah ini harus diselesaikan. 

 Saat hari OTT itu, paginya sempat bicara dengan Presiden, berdua saja. Tapi beliau hanya bicara soal bandara, pelabuhan. Nggak ngomongin tentang itu (pungli). Lalu, saya balik ke kantor. Saya sedang kumpulkan Pelindo 1, 2, 3 dan 4, karena banyak PR yang harus dikerjakan. Akhir rapat, Pak Tito whatsaap. “Ini ketangkap dua. Dan kelihatannya Presiden mau ke sana.” Wah, saya kaget. Dan 20 menit kemudian, Presiden sudah ada di kantor Kemenhub. Jadi, penangkapan itu menunjukkan, bahwa memang di laut banyak masalah dibandingkan direktorat lain. Di laut, izin dan uang banyak sekali, sehingga potensi (pungli) besar. Kalau darat, izin ya paling karoseri. Di udara, izin slot. Tapi sudah online.

             Lebih lengkap wawancara dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (2). ***

 

Menpora Imam Nahrawi: Pemuda Indonesia Harus Menatap Dunia



Memperingati Hari Sumpah Pemuda (HSP) bagi Menpora Imam Nahrawi bukan hanya sekadar membaca teks.  Sumpah Pemuda harus teraktualisasi dalam banyak kegiatan konstruktif demi persatuan dan kesatuan. Baik dalam bidang Kepemudaan atau Keolahragaan. Tim Rakyat Merdeka Kiki Iswara Damayanti, Ratna Susilowati, Kartika Sari, Supratman, Saiful Bahri dan Fotografer Wahyu Dwinugroho bersilaturahmi ke kantor Imam Nahrawi di kawasan Senayan, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Indonesia yang akan menjadi tuan rumah even akbar se-Asia yakni Asian Games 2018  dan soal PSSI termasuk yang dibahas dalam wawancara santai tersebut. Berikut petikannya.

 Menghadapi Hari Sumpah Pemuda, bagaimana cara membangkitkan semangat persatuan kesatuan pemuda? 

Belakangan ini, kita menghadapi situasi yang mengkhawatirkan. Nasionalisme, kemanusiaan, persaudaraan sedang diuji atas nama perbedaan. Di saat bersamaan, ada keinginan dari pemuda untuk menorehkan sejarah, baik individu atau kolektif, bahkan ada sebagian yang sudah menyiapkan sumpah ketiga sebagai manivestasi dari Sumpah Pemuda pertama. Ini harus dikemas, sesungguhnya ada potensi kebersamaan, persatuan, potensi budaya yang mempersatukan. Inilah yang menjadi fondasi penting dalam kehidupan ini.

Bagaimana mengelola potensi kebhinekaan tersebut?

Potensi kebhinekaan harus dipupuk sebagai citra diri bangsa. Sehingga momentum Sumpah Pemuda bukan hanya membaca teks,  tentang  satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Tapi bagaimana itu, teraktualisasi dengan baik.  Bahwa sumpah yang pernah dilakukan  anak muda hari ini, betul-betul terwujud. Dihidupkan kembali, bahwa kita meskipun berbeda tetapi tetap satu.  Dalam bahasa, nusa dan bangsa serta persaudaraan. Jika sudah diramu, tentu kita masuk pada fase yang mengagungkan yakni bonus demografi. Di saat bangsa lain rindu, Indonesia sudah punya fase tersebut. Kalau ini tidak terkelola secara baik oleh anak muda sendiri, akan menjadi kecelakaan pada momentum berikutnya.

Faktor terbesar yang mengoyak kebhinekaan kita itu apa?

Keterbukaan, karena kita terbuka maka cukup mudah menerima informasi, doktrin, ajaran, bahkan ajakan salah. Dan itu dilakukan secara massif. Contoh adanya group Whatsapp. Di sisi lain memudahkan anak muda untuk berinteraksi, tapi pada sisi lain juga, memungkinkan masuknya informasi atau doktrin-doktrin baru yang mencoba mencerabut dari akar budaya kita.

Untuk membentengi agar kebhinekaan tidak terkoyak?

Sektor keluarga penting, sekolah penting, media massa penting, pemeritah hadir. Salah satu solusinya adalah selain kegiatan keolahragaan. Kita punya 13 program kepemudaan meskipun secara kuantitatif tidak bisa menyentuh pemuda yang jumlahnya 60 juta, karena dibatasi anggaran. Kita hanya memberikan stimulant. Ada Pemuda Maritim. Pemuda Tani, Pemuda Anti Narkoba, kepemimpinan pemuda, kewirausahaan pemuda.

Bagaimana dengan program Olahraga?

Kita mencoba melakukan pendekataan lewat olahraga. Kita coba massalkan olahraga. Sepakbola misalnya. Kita putar beberapa kelompok usia se-Indonesia. Ada kelompok usia-12, usia-14, usia- 16, usia- 18 dan  mahasiswa. Termasuk liga santri nusantara kita coba gerakkan ini.

Pada tahun 2017, kita coba gerakkan dari desa. Nanti kita hidupkan kembali Liga Desa untuk 6 cabor. Sepakbola, badminton, bolavoli, sepak takraw, pencak silat dan atletik. Semua kita hidupkan kembali. Mungkin ini menjadi solusi. Saat mereka harus berolahraga bertanding, di saat bersamaan mereka sedikit lupa terhadap hal hal yang distruktif.


Pengiriman atau pertukaran pemuda antar daerah, apakah ada program tersebut?

Sampai sekarang tahun 2016,  ada 1000 anak muda yang kita kirim ke daerah. Namanya SP3. Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan. Mereka datang ke daerah, kita gaji per-bulan Rp 3,5 juta. Kita kasih modal Rp 25 juta pertahun untuk menggerakan desa. Demikian pula ada pertukaran pemuda di level provinsi atau negara yang sudah MOU.

Apakah pertukaran pemudanya dicross untuk yang di level provinsi?

Dulu seperti itu, tapi tahun 2016, kita ambil kebijakan tidak di-cross, tapi satu provinsi satu putra daerah. Dulu lintas provinsi, sekarang lintas kabupetan. Mengurangi cost, kedua mengurangi waktu adaptasi. Begitu berat anak Jakarta harus adaptasi di Papua. Butuh waktu, sementara dia harus dikejar melaksanakan tugasnya. Program ini sudah berjalan 23 tahun. Rata-rata menjadi usahawan muda. Outputnya bagus meski kami akui belum ada data yang valid yang menunjukkan pasca mereka mendapat program ini. Tapi selama setahun kita pantau. Biasanya mereka menjadi motivator terutama di bidang kewirausahaan.

Bagaimana dengan program Satu Desa, Satu Lapangan?

Itu semangatnya kita ingin berolahraga Tapi ruang hijau terbatas. Jangan kan di desa. Kota apalagi. Tetapi dalam sejarahnya, desa pasti punya inventaris lapangan. Masa kecil kita semua mengalami itu. Yang belakangan karena arus urbanisasi, akhirnya sarana itu menjadi tempat lain. Berubah fungsi, jadi sawah untuk pemenuhan perangkat desa. Jadi perumahan karena disewa. Akhirnya kita berpikir, sudah saatnya kita lakukan revitalisasi, jadi kita hanya membelikan fasililitas, karena anggaran yang terbatas. Tidak sampai kita beli lapangan. Lapangan yang sudah ada diperbaiki.

Apa itu dititipkan dari dana desa?

Bukan. Di luar itu. Ke depan, dari dana desa juga harus dialokasikan untuk olahraga. Baik itu sarana ataupun kegiatan. Kami sudah membuat MOU dengan Kemendes. Kita hanya membuat semacam guidance kalau sebuah desa lewat APBDES nya meng-anggarkan lapangan. Ada standar. Itu kita lakukan untuk untuk memenuhi kuota yang tidak imbang. Kita hanya 1000 desa pertahun. Sementara jumlah desa 74.000. Berarti 5 tahun hanya 5 ribu desa. Masih ada 69 ribu desa yang belum. Anggaran kita terbatas.

Berapa anggaran Kemenpora tahun 2016?

Sangat kecil. Tahun 2016, hanya 2,7 triliun. Kena efesiensi tinggal 2.1 triliun. Itu termasuk Asian Games. Meski dana terbatas tidak menjadi kendala dalam prestasi. Karenanya kami dorong ke dalam, bahwa APBN  itu jangan hanya menjadi dana utama, tapi itu cara kita membuka masuknya sponsor. Banyak kegiatan kita dibantu pihak ketiga, APBN hanya stimulan. Seperti liga santri. Anggarannya hanya 7 miliar. Padahal mereka habis sekitar 20 Miliar. Sisanya cari sponsor. 

Hari sumpah pemuda, apakah akan dikaitkan dengan kita menjadi tuan rumah Asian Games?

Saya sudah mengambil kebijkaan di  internal kita. Semua program internal, baik terkait olahraga pemasalan, olahraga prestasi atau kepemudaan harus dikaitkan dengan Asian Games,  karena AG ini merupakan bagian dari nation branding. Olahraga salah satu untuk mem-branding negeri ini. Yang paling monumental karena kita tuan rumah.  Semua acara termasuk Jambore Pemuda Indonesia (JPI), Sumpah Pemuda, momen  Asian Games terus digelorakkan.

Makanya semangat tema peringatan Sumpah Pemuda adalah Pemuda Indonesia Menatap Dunia. Kita ingin pemuda Indonesia sudah berpikir dunia. Saya ingin semua atlet menjadikan Asian Games dan Olimpiade sebagai ending dari pencapaian puncak prestasi.  Bukan lagi PON, apalagi Porprop atau porkab. Semua harus diarahkan ke sana. 

 Jepang begitu gencar mempromosikan Olimpiade, semua dikerahkan ke sana, apa yang akan dilakukan Kemenpora dengan Asian Games?

Saya  kira memang kebijakan besarnya adalah bagaimana semua Kementerian Lembaga menjadikan Asian Games sebagai ending untuk level kegiatan tahun periode ini. Semuanya harus diarahkan ke sana. Tapi memang harus ada, semacam peta jalan. Kira kira semua melakukan apa dalam rangka rangkaian menuju ke Asian Games

Ada kegiatan penunjang yang dilakukan Kemenpora sebelum Asian Games?

Kita menggerakkan bagaimana program-program diarahkan untuk Asian Games. Contoh nanti pada 2017, kita ingin bersepeda mulai Sabang sampai Mereuke. Kita beri nama namanya  Tour The Nusantara. Diharapkan menjadi agenda tour dunia, kemudian bisa  juga untuk mengerakkan masyarakat bersepeda. Juga untuk mengetahui konsolidasi demokrtasi kita seperti apa. Karena itu melintasi sekian provinsi, kabupaten kecamatan dan sebagainya.

Itu akan menjadi sejarah dunia, mengalahkan Tour The France?. 

Ya karena lintasnya panjang sekali. Sekarang rekor masih dipegang oleh India 14 000 KM. Kita hitung  Indonesia sekitar 17600 km. Itu rute wajibnya,  Ada juga rute sunahnya. Sulawesi atau Makasar, itu rute wajib. Tetapi ada kabupaten-kabupaten yang tidak dilalui, dari Kabupaten menyebar ke kecamatan sampai ke desa. Kita setahun penuh bersepeda.

Akan dihitung berapa Kecamatan, berapa Kabupaten,  berapa orang yang terlibat, berapa ekonomi kreatif yang hidup. Berapa acara-acara kepemudaan, berapa acara keolahragaan yang terlibat di dalam sana.  Dan kalau ini menjadi kegiatan rutin pertahun, saya kira kita akan bangkit sebagai bangsa. Lebih dari itu sehat.

Kapan mau digelorakkan, karena ini akan melibatkan sektor pariwisata juga?.

Sedang dimatangkan dengan DPR, kita usualkan Rp 50 Miliar. Tapi ini hanya stimulan. Selebihnya  kita ngajak Kementerian lain. Saya harap ketika anggaran ini muncul, maka saya akan lapor ke Presiden. Berharap ada Inpres sehingga semua kementerian terlibat. Dan ini menjadi nation branding. Tidak hanya melahirkan destinasi wisata baru, tapi orang akan  berbondong bondong ke jalan. Yang paling penting insfrastuktur terbangun. Dan akan jadi  fokus perhatian dunia.

Bagaimana dengan persiapan Asian Games 2018?

So far so good. Hanya memang masih ada kendala, terkait dengan dana broadcasting (hak siar-red) kepada Olympic Council of Asia (OCA) sebanyak 30 juta dolar AS.  Kenapa? Karena kita lagi penghematan. Kita kan ingin tanya  dana yang sudah masuk 15 juta dolar AS (sebelumnya Kemenpora sudah membayar 15 juta US dolar untuk kontrak tuan rumah Asian Games 2018-red).  Termasuk yang akan kita renegosisiasi, boleh nggak ditawar. Mereka mengiyakan, dengan syarat perusahaan perusahaan yang terlibat dalam broadcasting itu harus memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh OCA. Dan tidak banyak di negeri ini. Pasti itu, jariangan jaringan yang sudah terbangun sebelumnya. Tapi DPR memberikan dukungan, nggak usah dinego, bayar saja.  Ok asal duitnya ada.  Nanti akan kami lapor ke menteri Keuangan. Kalau duitnya ada, akan kami bayar. 

Sebegitu ketatnya standar OCA?

Standar OCA  memang ketat. Sampai-sampai  ke masalah cuaca. OCA berharap ada terobosan baru, lewat mungkin moda transportasinya. Sampai persoalan penyejuk udara harus bagus. Memang agak ribet.   Termasuk partner lokal untuk hak siar mereka yang tentukan, apakah sesuai standar  OCA atau tidak.  Jadi betul kita murni pelaksana. Sementara propertinya mereka punya. Saya baru tahu kontraknya ribet. Bukan saya tandatangan, tapi saya melaksanakan.

Bagaimana dengan dukungan transportasi, seperti MRT ?

Pada 2017 akan kita lihat apa MRT sudah siap, apakah Bandara Palembang siap, rekayasa Gelora Bung Karno apakah siap. Semuanya nanti di bulan November 2017. Nanti pada akhir 2007 akan ada test even. Dulu namanya ada Asian Youth Games sebelum Asian Games digelar yang akan mempertandingkan cabang olahraga untuk remaja, tetapi Asian Youth Games ini menjadi formal. Harus ada openingclossing, sehingga dana kita habis untuk itu. Makanya cukup saja, test even beberapa cabor. Di pertandingkan, tapi tidak ada seremonial. Dalam rentang waktu setahun akan ada kesempatan evaluasi. Apakah menurut OCA, venue venue yang sudah direnovasi ini memenuhi standar atau tidak untuk ditempati Asian Games.  Akan diverikasi. Mereka perempatbulan memperivikasi. Nanti November 17 akan ada koordinasi lagi  mereka.

Siapa penangungjawab pembangunan, restorasi dan rehabilitasi venue?

Kita beruntung, karena Presiden setahun lalu, sudah memutuskan bahwa untuk perbaikan renovasi pembangunan itu kewenangan kementerian PU. Sementara kami sudah terlanjur mendapat anggaran renovasi GBK sebanyak Rp 500 miliar, nah ini yang dibahas di oleh DPR. Mestinya untuk renovasi, tapi kami ubah ke kegiatan. Soal venue, kami memberi guidance terkait standart masing masing cabor, misalnya harus ada ruang transit. 

Bagaimana dengan arahan Presiden Jokowi?

Presiden sangat perhatian sekali. Minimal sebulan sekali saya lapor, bahkan sering setengah bulan sekali atau seminggu sekali. Kita sering diskusi. Inikan momentum yang tidak mungkin datang dalam 10 atau 20 tahun . Terakhir kita menjadi tuan rumah pada tahun 1962.

Apakah dengan pengurangan anggaran berpengeruh kepada program-program di Kemenpora?

Tidak,  karena kita melakukan banyak efesiensi di sektor yang tidak  berakibat langsung pada masyarakat. Seperti  perjalanan dinas, rakor-rakor atau rapat rapat.  Kita kurangi besar-besaran. Dulu kalau ada kegiatan di luar negeri melibatkan banyak orang. Saya ambil contoh saat Olimpiade kemarin, pasti romobongan besar. Kemarin rombongan, mestinya 40 orang, jadi hanya 9 orang. Termasuk pengurangan penginapan. Saat saya tidur di Bandara, hahahah, saya kecepean memang.  Saya kan nggak bisa nahan kalau ngantuk. Kopi bukan obat. Obatnya ya tidur.

Soal PSSI, apa tanggapan perihal konggres nanti?

Ya ini  momentum yang tidak boleh terlewatkan, pemerintah punya  konsen, semua insan sepakbola tanah air punya konsen untuk berubah ke arah yang kebih baik. Kata kata perubahan yang lebih baik ini harus dikawal dengan baik, oleh orang yang baik yang punya niat yang baik, untuk menghasilkan prestasi yang baik.

Karena itu kita berharap betul, sepakbola yang sesungguhnya kalau dikemas secara profesional atau baik, maka akan melahirkan industri  yang baik. Akan melahirkan atlet atau sepakbola yang baik, karena tidak ada penangguhan gaji. Akan menghasilkan prestasi yang baik karena tidak dinegoisasi atas nama kepentingan klubnya. Dan tentu akan melahirkan kebanggaan nasional.

Bagaimana persoalan suporter sepakbola yang selalu menjadi perhatian kalau ada pertandingan?

Kita minta tidak lagi fanatik buta antarsuporter. Kita berharap semua ini dikelola oleh orang-orang yang baik, yang mengerti tentang keinginan suporter yang bisa hidup berdampingan antar satu sama lain. Hari  ini, kita memang mengalami situasi yang merisaukan, kalau Persib main di Jakarta, pasti  harus izin dulu pada Jakmania. Sudah ijin masih ada aja masalah.  Ketika Bonek bertemu Arema, luar biasa. Tidak menggambarkan sebuah persatuan dan persaudaan nasional, yang ada hanyalah saling mengancam. Itu harus disudahi. 

Bagaimana caranya?

Caranya harus ada regulasi yang ketat, kuat, tegas, tega dan berani. Siapapun yang menyinggung tentang kemanusiaan, harus diambil tindakan tegas, pertandingan berikutnya tidak ada suporter. Ini butuh orang yang berani dan tegas.

Artikel ini sudah dimuat di Edisi Khusus Sumpah Pemuda Jumat, 28 Oktober 2016