Rabu, 27 April 2016

Eksklusif dengan Dirjen Pajak Ke Dwijugiasteadi (2)

Soal Perolehan Pajak: Kalau Semua Gotong-Royong, Insya Allah Target Tercapai

Dirjen Pajak dan Tim RakyatMerdeka di ruang kerjanya. (Foto by WahyuDwi)

 Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi memastikan target pajak tahun ini realisitis. Untuk mencapainya diperlukan kesadaran para wajib pajak. Dia menyampaikan hitung-hitungannya.

 Bapak optimis target pajak tercapai? Insya Allah mencapai target kalau kita semua bergotong royong. Saat ini jumlah kelas menengah ada ada 129 juta, sedangkan yang terdaftar memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) baru 27 juta orang.       

            Apa saja kesulitannya menambah jumlah wajib pajak? Kesulitan menarik pajak itu tergantung tingkat kepatuhan. Menarik pajak tergantung pada enam variable. Pertama, masyarakat percaya terhadap undang-undang pajak. Kedua, masyarakat percaya terhadap pegawai pajak. 

Ketiga, ada beberapa masyarakat mencoba tidak bayar pajak. Dalam pikiran mereka buat apa bayar pajak. Nanti saja (bayarnya) kalau sudah diperiksa. Keempat, norma sosial masyarakat belum malu jika tidak bayar pajak. Kalau di luar negeri masyarakat yang menunggak pajak merasa malu. Kalau disini emang gue pikirin hehe... Pemahaman seperti ini yang mesti diubah.

Kelima, kemudahan dalam membayar pajak dan terakhir adalah memberikan penjelasan kemana saja uang pajak digunakan. Misalnya untuk pembangunan jalan dan pembangunan sekolah, maka yang harus menjelaskan adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

 Ken memberi contoh di Amerika Serikat. Menurut dia, para guru di sana memberikan sanksi kepada anak sekolah yang mencoret-coret tembok dan trotoar dengan cara meminta maaf kepada pembayar pajak melalui media Youtube. Pasalnya, pembangunan jalan dan trotoar itu dibangun menggunakan uang pajak. 

“Semakin besar pajak, semakin besar infrastruktur yang bisa dibangun,” katanya. 

 Apakah jumlah aparat pajak saat ini sudah cukup? Jumlah pemeriksa pajak hanya 4.700-an orang. Jumlah wajib pajak yang diperiksa baru 0,01 persen dari yang terdaftar, yaitu 27 juta wajib pajak. Jadi sekitar 270 ribu orang. Apakah cukup? Tentu kurang.

 Idealnya berapa jumlahnya...

Seharusnya saya bisa memeriksa 25 persen wajib pajak dari yang terdaftar. Bukan 0,01 persen. Jauh banget. Tapi Ditjen Pajak tidak bisa komplain karena kami eksekutor policy.

 Bagaimana dengan tunggakan pajak 2.000 perusahaan? Terkait dengan 2.000 Perusahaan Modal Asing (PMA) saya sudah bentuk tim untuk memeriksanya.

            Mengenai peristiwa pembunuhan pegawai pajak. Menurut Anda, mengapa hal itu bisa terjadi? Anak buah saya membawa surat paksa membayar pajak karena Wajib Pajaknya ada tunggakan. Kenapa ada tunggakan? Karena ada pemeriksaan. Saat banding dia kalah, maka kita kasih surat paksa pajak. Ini bukan paksa badan dan disita. Dengan kejadian ini, kita langsung melakukan penagihan, semua kita sita termasuk rumahnya. Rumahnya akan dilelang untuk membayar tagihan pajak.

 Untuk diketahui, dua petugas Ditjen Pajak tewas ditusuk oleh seorang wajib pajak di Kepulauan Nias, Agusman Lahagu (45). Mereka adalah adalah Juru Sita Penagihan Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sibolga Parado Toga Fransriano Siahaan dan Tenaga Honorer di Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Gunungsitoli Sozanolo Lase. Keduanya ditusuk karena menagih tunggakan pajak Agusman yang mencapai Rp 14,7 Miliar. ***

Artikel ini sudah dimuat di Harian RakyatMerdeka edisi 22 April 2016


Eksklusif Dengan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi (1): "Kami Tidak Berburu Di Kebun Binatang..."

Dokumen Panama Papers dan rencana pemberian pengampunan pajak (Tax Amnesty) jadi buah bibir akhir-akhir ini. Banyak spekulasi muncul yang bikin orang penasaran. Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi buka-bukaan mengenai kedua hal tersebut dengan kepada tim Rakyat Merdeka: Kiki Iswara, Ratna Susilowati, Kartika Sari, Sarif Hidayat, Aditya Nugroho dan fotografer Wahyu Dwi Nugroho di kantornya, Selasa malam  (19/4). 


Dirjen Pajak berpose di ruang kerjanya. (Foto by ratnasusilo)

 Ken menerima tim Rakyat Merdeka di ruang rapat lantai 5 Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jalan Jenderal Gatot Soebroto, JakartaSelatan. 

Lelaki kelahiran Malang 8 November 1957 ini menjelaskan berbagai isu-isu aktual dengan slide power point di layar proyektornya. Sebagian informasi yang disampaikan sifatnya off the record.  Suasana wawancara sangat cair, gaya bicara Ken yang ceplas-ceplos mengundang tawa. Kami cukup terkejut, karena informasi yang dimiliki Ditjen Pajak tentang WNI yang diduga menyimpan uangnya di luar negeri, begitu lengkap.

 Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ingin sekali tax amnesty segera berjalan. Bisa diterangkan maksud dan tujuannya? Pertama, tujuan tax amnesty itu  untuk  meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kedua, untuk memasukan uang dari luar dan diinvestasikan di Indonesia. Sehingga bisa menyerap tenaga kerja. Dan, bila lapangan kerja bertambah, tentu meningkatkan daya beli masyarakat. Saat daya beli meningkat, maka produksi tumbuh dan akhirnya masyarakat sejahtera. Ketiga, selain dapat uang tebusan, tax amnesty digunakan untuk menciptakan objek pajak baru. 

Dengan tax amnesty, maka otomatis terjadi ekstensifikasi pajak. Artinya, akan muncul perusahaan-perusahaan baru yang berinvestasi. Jadi, kalau ada orang bilang kita berburu di kebun binatang, itu sebenarnya nggak. Nggak ada itu. Ngapain kita berburu di kebun binatang. Ya mungkin jika sesekali.  Binatangnya, misalnya, sapi 50 kilo, ngakunya satu kilo, ya kita kejar.

 Sebenarnya bagaimana cara menghitung kewajiban wajib pajak….

Ini informasi penting yang perlu diketahui. Sistem pajak kita self assessmentartinya hitung sendiri, lapor sendiri dan bayar sendiri. Ini diatur dalam Udang-Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal 12 yang isinya menyebutkan Ditjen Pajak tidak berkewajiban mengeluarkan surat ketetapan pajak. Itu sangat jelas. Jadi, jangan menganggap, seolah-olah orang pajak menghitung pajaknya orang. Nggak. Mereka (wajib pajak) ya menghitung sendiri. Kecuali, Ditjen Pajak mendapatkan bukti, dapat laporan, saya bisa melakukan koreksi. Bukan berarti saya kerja sendiri. Saya delegasikan ke pejabat yang berwenang. Kerja sendiri cape. Bisa gempor hehe...

          Jadi, bila selama lima tahun para wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT)-nya dengan benar, ya nggak usah diperiksa lagi. Dalam konteks ini, Saya nggak bisa paksa. Misal, eh kamu punya potensi sekian, laporin dong. Nggak bisa. Kecuali ada data. Data itu dari mana? Bisa dari semua pihak.

Dalam pasal 35 UU KUP setiap instansi pemerintah, lembaga dan asosiasi

wajib memberikan data dan informasi kepada Ditjen Pajak. Makanya asosiasi kartu kredit juga kita minta. Sudah ada Peraturan Pemerintah (PP)-nya. Bahkan data lalu lintas devisa juga harus diberikan.

Kapan tax amnesty bisa diterapkan? Saya berharap regulasi tax amnesty bisa selesai sebelum akhir bulan ini. Tax amnesty itu penting untuk perekonomian. Dari uang tebusan, pemerintah bisa menciptakan investasi baru, dapat wajib pajak baru, menyerap tenaga kerja, meningkatkan daya beli, hingga menjaga produksi terus berjalan dan meningkat.        

Berapa potensi pemasukan yang bisa didapatkan dari tax amnesty? Saya berharap ya potensi sebesar-besarnya.  Berapa targetnya tergantung tarif yang diberikan oleh Undang-Undang nanti.

 Bukankah pemerintah sudah menetapkan targetnya sebesar Rp 60 triliun? Saya tidak pernah bilang target. Saya masih menunggu (undang-undang). Saya punya catatan, tapi saya belum bisa sampaikan.

 Apakah Dirjen Pajak menetapkan target, berapa orang yang akan mengakses tax amnesty?Saya sih berharap sebanyak-banyak. Berapa angka pastinya? Saja jawab lagi, ya sebanyak-banyaknya, hahaha...

 Belum lama ini Ketua DPR Ade Komarudin bilang DJP sudah memiliki data lengkap orang-orang Indonesia di luar negeri yang berpotensi mengakses tax amnesty…. Oh, soal itu, data saya lengkap. Saya punya data, bukan (bersumber) dari pers, tapi dari tukar menukar informasi dengan beberapa lembaga internasional. Banyak orang bicara hanya tentang nama di Panama Papers. Padahal itu hanya salah satu dari 18 negara tax haven.

Dirjen Pajak memperlihatkan sejumlah slide tentang program institusinya. (Foto by WahyuDwiNugroho)

           Ken menunjukkan data lewat slide. Jumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang namanya tercantum di Panama Papers hanya sekitar 800-an orang. Sementara total orang Indonesia yang berinvestasi di negara tax haven mencapai 2.580 orang. Bahkan, Ditjen Pajak memiliki informasi lengkap. Mulai dari nama, alamat, email dan nomor paspornya. “Kalau nomor paspor tidak mungkin bisa dikibuli, karena orang keluar negeri pakai paspor,” kata Ken.

Apakah dokumen Panama Papers mendukung kebijakan tax amnesty? Itu mengkonfirmasi kalau data DJP benar. Dulu kalau kita ngomong tax amnesty, banyak orang bilang DJP bohong.

 Bagaimana cara memungut pajak dari potensi itu? Saya harus tahu subjek dan objeknya. Kalau nggak tahu bagaimana meyakinkan subjek untuk bayar pajak. Subjek itu orangnya. Misalnya di data itu, ada nama Ali. Kami harus tahu dulu, itu Ali siapa? Ali Topan atau Alibaba? Alamatnya di mana? Kemudian objeknya. Apakah  pajak penghasilan atau dividen atau yang lainnya. Kemudian pengenaan tarif? Apakah tarif tax amnesty atau tarif umum.

 Siapa yang menentukan tarif tax amnesty, pemerintah atau DPR? Bersama-sama. Pemerintah menyampaikan usulan, nanti ditanyakan DPR setuju atau nggak.

 Dalam dokumen Panama Papers disebutkan ada tiga pejabat negara masuk. Bagaimana tanggapan Anda?Saya belum menemukan. Pak Harry (Harry Azhar Azis, Ketua BPK) saya panggil klarifikasi karena di media sudah ribut. Dan, klarifikasi itu biasa-biasa saja. Bapak Harry saya panggil sebagai wajib pajak untuk memberikan klarifikasi.

 Apakah Menteri BUMN Rini Soemarno dan Wantimpres Rusdi Kirana juga akan dipanggil, sebab namanya juga disebut ada di list Panama Papers... Itu Rini yang mana? subjek harus jelas. Saya harus cek dahulu. Apakah sesuai dengan dengan data saya. Soal nama, kami sehari ngecek 200-an orang.

 WNI atau perusahaan yang disebutkan masuk dalam dokumen Panama Papers belum tentu bersalah… Betul. Anda lihat saja, Bank Mandiri masuk, apakah mereka salah? Hampir semua perusahan go public memiliki SVP (Special Purpose Vehicle). Itu boleh-boleh saja. Pertanyaannya apakah mereka menyembunyikan pajak? Ya harus dicek. Jangan WNI yang masuk dalam dokumen Panama Papers disebut koruptor. ***

Artikel ini sudah dimuat di Harian RakyatMerdeka edisi Jumat, 22 April 2016. 

 



Minggu, 24 April 2016

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan: Merangkai Indonesia, Butuh Ketabahan Hati....


          Salah satu menteri yang berusaha keras mewujudkan program Nawacita dan tol laut yang digagas Presiden Jokowi adalah Ignasius Jonan. Sepanjang 2015, Menteri Perhubungan itu telah membangun, memperbaiki banyak infrastruktur pelabuhan dan terminal penumpang hingga ke ujung-ujung pulau terpencil. 
          Kepada Rakyat Merdeka yaitu Kiki Iswara Darmayana, Ratna Susilowati, Kartika Sari, Sarif Hidayat, Aditya Nugroho dan Fotografer Wahyu Dwi Nugroho, Selasa malam (18/4) Menteri Ignasius Jonan menjawab banyak pertanyaan tentang hal-hal yang aktual sampai program kerjanya. Walaupun saat itu tengah malam, Jonan terlihat energik dan percakapan amat cair. Airmukanya sering kelihatan serius, padahal, sebenarnya dia menteri yang amat humoris.
 
Kementerian Perhubungan banyak sekali membangun bandara dan pelabuhan sampai di ujung-ujung pulau Indonesia. Bagaimana masa depan pengelolaannya? Ada 235 bandara di seluruh Indonesia. Siapa yang pernah melihat dua pertiganya saja? Hahaha (tertawa), pasti belum ada kan? Dari jumlah itu, Angkasa Pura 1 mengelola 13 bandara, Angkasa Pura 2 kelola 13 bandara. BP Batam mengelola satu bandara, dan 28 bandara dikelola Pemda. Sisanya? Sebanyak 180 bandara dikelola Kementerian Perhubungan. Bagaimana pengelolaan ke depan? Apakah akan dikomersialkan? Ya, tergantung. Kita melihat kondisi perekonomian suatu daerah. Sorong, misalnya, sekarang menjadi salah satu hub Indonesia di paling timur. Di tanah Papua. Meskipun bandaranya bagus, dan besar, tetapi kalau diserahkan jadi komersial, pasti akan ada yang teriak. Sebab dampaknya, charge naik. 
          Sekarang ini, pengelolaan bandara-bandara Kemenhub, sistemnya BLU (Badan Layanan Umum), dan pendapatannya PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak). Dengan sistem BLU, maka ada kelonggaran, karena pembiayaan tidak menggunakan standar yang sulit, tapi kualitas layanan tetap baik.  Coba, kalau bukan BLU, pegawai honorer misalnya dibayar Rp2 juta, ya mungkin nggak bisa mengharapkan kerjanya bagus sekali. Jadi masa depan pengelolaan bandara atau pelabuhan, kuncinya, daerah itu bisa komersial atau tidak. Thats the key.
          Di Papua, ada 54 bandara. Tapi yang dikelola Angkasa Pura 1 hanya di Biak. Itu pun pengelolaan komersil tapi nggak karu-karuan. Berantakan, belum terurus. Penumpang masih kurang, jumlah pesawat kurang. Padahal Bandara Biak itu, salah satu runway-nya terbaik di Indonesia. Jadi, kalau dikomersilkan, sementara pendapatannya sedikit ya, biayanya mepet-mepet.
 
Jadi, nasib Bandara Biak bagaimana? Apakah Angkasa Pura 1 mau mengembalikannya ke Kemenhub? Saya bilang sama Dirut AP1, kalau ngga bisa (urus Biak), ya kembalikan ke Kemenhub. Tapi, dia (Dirut AP1) menjawab, minta waktu. Lha, saya ledek saja. “Kamu itu sudah tua. Mau minta waktu berapa lama? Hahaha... (tertawa)” 
 
Dirut Angkasa Pura 1 Sulistyo Wimbo memang cukup senior. Saat ini berusia 60 tahun. Sempat lima tahun sebagai Direktur Komersil di PT KAI, saat Dirutnya dijabat Ignasius Jonan. Hubungan Jonan dan Wimbo memang amat akrab. Keduanya suka melucu. “Saya tandem full dan saling mengisi. Ibaratnya, saya dengan beliau (Jonan), ini satu mahzab,” kata Wimbo, saat wawancara dengan Rakyat Merdeka (Februari 2016).
 
Nasib pelabuhan bagaimana? Jumlah pelabuhan di Indonesia saat ini 1241. Yang dikelola oleh Pelindo ada 112 pelabuhan. Sisanya, 1129 ya diurus Kementerian Perhubungan. Yang baru saya datangi 300-an. Nah, segitu banyak kan.
 
Sepanjang 1,5 tahun bekerja, Menteri Ignasius Jonan telah membangun 
banyak pelabuhan dan bandara. Khusus mendukung program Nawacita dan Tol Laut, di tahun 2015, ada 35 lokasi pelabuhan selesai dibangun dan 6 peningkatan kapasitas pelabuhan. Juga menyelesaikan 86 trayek rute perintis, termasuk rute kapal ternak dan tol laut. Sepanjang 2015, Kemenhub memperbaiki 26 lokasi terminal penumpang, di wilayah timur, terpencil dan amat jauh. Bahkan, mungkin banyak diantara kita, yang baru mendengar nama lokasinya. Sebanyak 7 diantaranya rehab yaitu di Nabire, Baa, Papela, Laiwui, Babang, Tulehu dan Selayar). Dan 19 lainnya berupa perbaikan terminal yaitu di Jepara, Kolonedale, Siwa, Labuhan, Bajo, Tual, Luwuk/ Banggai, Wamengkoli, Tahuna, Petta, Ngalipaeng, Karatung, Miagas, Banabungi, Susoh, Reo, Bantaeng, Pulau Tello, Lawele, Atapupu.
 
Dari seribu lebih pelabuhan yang dikelola Kemenhub, sudah adakah yang untung? Bagaimana pengelolaannya? Lho, pengelolaannya profesional. Yang untung, kira-kira 50-an pelabuhan. Tahun ini, akan ada 20-an pelabuhan dibuat BLU. Menurut saya masih kurang. Saya maunya 50-100 pelabuhan. Nanti saya akan genjot lagi.
 
Program tahun 2016, Kemenhub melanjutkan pembangunan pelabuhan di 89 lokasi, dan peningkatan kapasitas pelabuhan sebanyak 6 lokasi. Juga menambah rute perintis 96 trayek dan tol laut 6 trayek. Serta mengadakan kapal ternak sebanyak 5 unit.
 
Bagaimana dengan angkutan darat, seperti bis dan terminal-terminal? Akhir tahun ini, sebanyak 140 terminal bis tipe A dan jembatan timbang, dikembalikan ke Kementerian Perhubungan. Ini sesuai perintah undang-undang. Sekaligus seluruh pegawainya juga menjadi di bawah Kemenhub.
 
Kemenhub akan tambah sibuk, dan tambah banyak pekerjaan dong ya? Apakah gajinya naik?Wah, itu tergantung Presiden.
 
Mengenai  pengelolaan terminal di provinsi kabarnya akan dikembalikan ke Pemerintah Pusat, bagaimana tanggapan daerah? Ya, ada yang senang, ada juga yang berusaha mempertahankan. Misalnya, ada yang sampai berkirim surat dan meminta agar pengelolaan terminal tetap di daerah. Saya sendiri menerima tugas ini, bukan soal senang atau tidak senang. Ini menjalankan undang-undang. Karena sesuai ketentuannya. Undang-undang yang mengatur pengelolaan terminal dan jembatan timbang ini, disahkan pada 2014 dan diberikan masa transisi sampai akhir 2016. 
Ada daerah yang tetap minta mengelola. Padahal menurut saya, terminal dan jembatan timbang itu lebih besar biaya mengurusnya, dibanding penerimaannya. Kalau diserahkan ke pusat, kan APBD daerah itu jadi lebih longgar. Sehingga bisa digunakan untuk kegiatan lain yang bermanfaat untuk masyarakat. Jadi, kalau daerah yang meminta terminal atau jembatan timbangnya dipertahankan, tak mau serahkan ke pusat, saya nggak ngerti. Itu ada apanya?
 
Tentang transportasi online yang sempat jadi perdebatan beberapa waktu lalu, bagaimana kelanjutannya? Saya memberi batas waktu hingga 31 Mei ini. Mereka sudah bersedia dan sepakat untuk mengurus perizinan. Apa yang saya lakukan adalah menegakan undang-undang. Sedangkan eksekusinya oleh Gubernur. 
 
Berapa jumlah armada online yang beroperasi di Jakarta? Apakah Kemenhub memiliki datanya? Jumlah armadanya belum tahu. Itu yang mengumumkan, Pemprov DKI. Eksekusi ada di setiap dinas perhubungan di daerah, bukan di Kementerian Perhubungan. Kalau angkutannya dalam kota, ya eksekusinya di bupati dan walikota. Kalau angkutan Antar Kota Dalam Provinsi, ya gubernur. Kalau Antar Kota Antar Provinsi, ya di Kementerian Perhubungan.
 
Bukankah jumlah angkutan umum dan tarif harus diatur supaya tidak memberatkan masyarakat dan terjadi kelebihan kendaraan? Ya benar. Dan yang mengatur adalah Pemprov DKI. Itu kewenangannya Pemprov. Jadi silakan menanyakan kepada Gubernur DKI. Saya menjelaskan peraturan yang berlaku, selanjutnya Pemda masing-masing yang melaksanakan. Misalnya di Solo, mereka reject transportasi online. Solo menolak, dan Presiden tidak apa-apa. Bandung juga nolak. Di luar negeri banyak case, ada yang menolak, ada yang tidak. Menurut saya, persyaratan bagi transportasi online memang berat. 
          Kendaraan umum adalah, kendaraan yang berbayar. Siapapun yang naik kendaraan dan membayar, maka itu kendaraan umum. Akibatnya, sopir harus didata, dan kendaraannya di-kir. Oke, anggaplah kir tidak masalah. Plat hitam juga boleh, karena kita, misalnya, biasa menyewa kendaraan rental, yang platnya hitam. Juga, tak perlu ada tulisan “taksi” karena mobil rental pun tak ada tulisannya. Lalu syarat pool, supaya tidak memenuhi badan jalan. Okelah tidak, karena masing-masing kendaraan memiliki garasi. Tapi soal SIM, sopirnya tetap harus pegang A-umum.
          Selain itu, kendaraan umum harus berbadan usaha. Tidak bisa milik pribadi jadi kendaraan umum. Perusahaan rental yang ada sekarang pun, bentuknya badan usaha. Dan badan usaha itu dicantumkan dalam STNK-nya.
Jadi, syarat-syarat itu memang cukup berat. Soal ini, sudah pernah saya ingatkan sejak setahun lalu. Mereka kita undang, lalu saya sampaikan, ikutlah peraturan. Tapi, mereka tak kunjung daftar. 
 
Soal transportasi online ini urusan teknisnya banyak di daerah, tapi kok yang ditembakin Kementerian Perhubungan ya? Ya, memang banyak permintaan agar Kementerian Perhubungan ikut menjelaskan. Mereka mungkin belum membaca undang-undangnya. Kalau nggak mau membaca ya susah juga. Apalagi, kalau apa-apa berdasarkan perasaan. Ya gimana.
 
Layanan transportasi online, secara umum lebih baik dari yang biasanya...
Saya akui, memang pada umumnya mereka lebih baik. Tapi, tetap harus didaftarkan resmi, karena undang-undangnya menyebut begitu, dan tujuannya demi keselamatan masyarakat. Bagi saya, jika aturan ini diikuti, akan muncul equilibrium baru dalam bisnis transportasi, sehingga akhirnya, taksimeter pun harus bebenah.
 
Apa kabar kereta cepat? Kita terus memantau. Saat ini sedang memulai. Karena proyek ini dibiayai oleh nonAPBN, dan BUMN-nya mencari uang sendiri, tentu sebagai regulator, saya senang, andai kereta cepat ini jadi. Artinya, ada alternatif, proyek yang dibiayai swasta. Saya mendukung
 
Apa kesulitan terbesar dalam mewujudkan proyek atau membangun pelabuhan dan bandara hingga ke ujung pulau? Pelabuhan dan bandara yang diujung-ujung pulau itu membangunnya setengah mati. Ada Pelabuhan Teor, Pelabuhan Baa, coba Anda tahu nggak itu dimana? Kesulitan terbesarnya, membutuhkan ketabahan hati. Kalau tidak, ini sungguh berat.
 
Jonan menceritakan, saat membangun Bandara di Wamena, misalnya, lokasinya sungguh ekstrim. Berada di ketinggian 6000 meter diatas permukaan laut, bahan material yang mahal dan mekanisme pengangkutan menggunakan hercules. “Harga semen di Jakarta 70-an ribu persak. Di sana mencapai Rp800-an ribu,” katanya. Lainnya, bandara dan pelabuhan ada yang dibangun di tengah hutan belantara, atau pinggiran laut yang amat terpencil. “Ini demi pemerataan pembangunan. Demi menghadirkan negara dan merangkai Indonesia. Banyak orang terharu saat kita datang hingga ke Pulau Rote, dan Kaimana. “Jangankan orang setempat, tentara yang jaga dan menyaksikan pembangunan itu, matanya bisa berkaca-kaca,” kata Jonan. ***

Artikel ini sudah dimuat di Harian RakyatMerdeka, edisi Jumat 22 April 2016.