Rabu, 29 April 2015

Pro Kontra Kereta Super-Cepat “Saya Tidak Menentang Tapi Jangan Paksa Saya Keluarkan Anggaran”


Sebulan terakhir ini, ada pro kontra soal pembangunan kereta super-cepat atau highspeed train. Menteri BUMN Rini Soemarno kelihatannya antusias dengan proyek ini. Kabarnya investor Jepang dan China tertarik menggarap proyek tersebut. Bagaimana pandangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan? Berikut wawancaranya dengan Rakyat Merdeka.

            Menurut Anda, apakah Indonesia saat ini membutuhkan kereta super-cepat? Saya tidak menentang proyek ini sama sekali. Sangat mendukung kalau ada investor yang mau membangunnya. Rute Jakarta-Surabaya atau Jakarta-Bandung. Silakan. Tapi dengan satu syarat, pemerintah tidak memaksa saya mengeluarkan anggaran dari Kementerian Perhubungan.
            Mengapa? Kemenhub punya call centre di 151. Banyak yang tanya, kenapa kereta dibangun lagi di Jawa, di Ambon saja jalanan masih banyak yang hancur. Dan di Papua infrastruktur transportasi masih buruk. Mereka khawatir, apakah pemerintah hendak memperbesar ketimpangan? Jadi, Saya mohon tidak pakai APBN. Saudara-saudara kita di perbatasan dan pedalaman, infrasturkturnya masih jauh ketinggalan. Saya ingat pesan Presiden. Bahwa pembangunan hendaknya harus dimulai dari wilayah terluar, terpencil, perbatasan, atau wilayah rawan bencana. Kami di Kementerian menerapkan itu untuk tujuan pemerataan pembangunan. Mungkin kalau Menteri BUMN tugasnya memodernisasi infrastruktur dan komersial.
            Sudah pernah diajak bicara rencana ini baik oleh Presiden atau Menteri BUMN? Di rapat kabinet belum ada. Menteri BUMN juga belum pernah bincang secara resmi. Presiden kalaupun mendukung program ini mungkin karena yang membangun swasta.
            Berapa biaya membangun kereta super-cepat? Kira-kira all in cost 15-20 juta USD per kilometer. Jakarta-Surabaya sekitar 800 kilometer. Kalau keretanya jadi dibangun, harga tiketnya kemungkinan lebih mahal dari pesawat terbang.
            Jadi, kereta super-cepat ini bukan angkutan rakyat ya. Di dunia ini, hanya ada satu negara, yang pendapatan GDP-nya di bawah 10 ribu USD tapi punya kereta super-cepat, yaitu China. Mereka membangun itu untuk propaganda besar-besaran memodernisasi negara. Sisanya, di Jepang, Perancis, Jerman, Spanyol dan Korea. Dipakai untuk angkutan rakyat, tapi rakyat yang penghasilan GDP-nya 40 ribu USD. GDP kita sekarang kisaran 4 ribu USD. Amerika saja tidak punya kereta super-cepat. Itu luxury. Di Jepang dan China tidak semua orang bisa naik kereta itu. ***

Wawancara ini dimuat 
Rakyat Merdeka, 
edisi Senin 27 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar