Minggu, 21 Agustus 2016

Pernak-pernik Pasca Reshuffle (2) Keluar Dari Sangkar Kabinet, Hinggap Dimana Rajawali Ngepret...


            Kawan saya, pimpinan media online yang juga seorang pembantu rektor di sebuah universitas swasta, mengupload foto menarik di facebooknya, persis di hari pengumuman reshuffle kabinet. Menu sarapan di kediaman Rizal Ramli, pada 27 Juli lalu. Dia upload fotonya, pukul 11.45siang, dengan caption: “Tadi sarapan di kediaman Rizal Ramli,” tulisnya. Ada tempe goreng, telur dadar, tumis sayuran dan sejenis ikan berbumbu, mendampingi semangkuk nasi. Sederhana tapi cukup menggugah selera. Hanya ada tiga piring di meja itu. Sebuah tanda, peserta makan jumlahnya amat terbatas, dan hanya orang tertentu saja. Kawan saya ini, salah satunya.
            Awal pekan kemarin, saya kebetulan bertemu dengannya. Maka, rasa penasaran saya terpuaskan. “Apakah masih enak, rasa sarapan yang diiringi pergantian jabatan?” tanya saya. Maka mengalirlah cerita menarik seputar detik-detik jelang pencopotan Rizal Ramli. Tak jauh berbeda dengan yang dialami Anies Baswedan atau Ignasius Jonan. Rizal dipanggil Presiden Jokowi, dan diterima di ruang kerja Istana. Tak sampai 10 menit. 
            “Paling lama tujuh menit,” katanya. Saat itu, Rizal sama sekali tidak menduga bakal diganti. Sehingga, ketika diberitahu dia dicopot, reaksinya amat kaget. “Presiden mengatakan, saat ini pemerintah menghadapi banyak masalah pelik, dan seterusnya. Lalu, Presiden menyebut banyak yang ingin terlibat di pemerintahan, sehingga perlu diakomodir, dan seterusnya, dan seterusnya,” ucapnya. Kawan saya ini berusaha keras mengingat, tak yakin betul, apa persisnya kalimat Presiden, seperti dituturkan Rizal Ramli kepadanya. Lalu, ada lanjutan, ucapan terimakasih atas bantuan Rizal selama menjadi menteri. Seterusnya, Presiden menyampaikan pesan bahwa dia diganti, esok hari. 
            Di ruang facebook kawan saya, bertebaran komentar menarik. Bukan tentang menu sarapan Rizal Ramli pagi itu, tapi tentang pencopotannya. “Perjuangan menolak reklamasi kian berat.” Atau “Pak Rizal bukan kalah, tapi pahlawan bagi kesewenang-wenangan,” komentar lain.
            Bagi Rizal, keluar masuk kabinet sebetulnya tidak istimewa. Dia pernah dua kali jadi menteri di era Presiden Gus Dur. Menteri Keuangan lalu Menko Perekonomian. Saat itu, kondisi fisik Rizal sedang bagus-bagusnya. Agak beda dengan suasana sekarang. Ketika diajak Jokowi masuk kabinet, Agustus 2015, usia Rizal sudah 60 tahun. Performanya sebagai Menko Kemaritiman dianggap sebagian orang cukup bagus, tapi ocehannya sering bikin kuping kementerian atau institusi lain panas. Bahkan, dia tidak ragu melakukan serangan politik kepada Wapres JK. Tentang jurusnya itu, Rizal menyebut dirinya sedang berperan sebagai Rajawali Ngepret.
            Banyak yang sepakat dengan penilaian Prof Syamsuddin Haris, tentang kinerja Rizal Ramli. Pakar dari LIPI itu menyebut, ocehan Rizal bisa membebani Jokowi, dan membuat gaduh kabinet. “Menteri direkrut presiden untuk bekerja, bukan untuk ngomong terus seperti anggota DPR,” katanya, Januari lalu. Waktu itu sedang seru-serunya polemik terkait Menteri BUMN Rini Soemarno. Menyangkut pembelian pesawat Garuda dengan utang China, kasus Freeport sampai Pelindo. 
            Selain soal ini, Rizal juga didera isu kesehatan. Ada menteri yang mengabari saya, Rizal beberapa kali tertidur di tengah sidang kabinet. Mungkin karena kelelahan. Tapi bisa  juga karena sakit. “Soal itu saya tidak tahu. Tapi yang jelas, berat badannya turun amat drastis selama dia jadi menteri,” kata kawan saya itu. Dia menggambarkan kurusnya. Kalau pakai celana pendek, pahanya terlihat kecil sekali. “Saya sampai tidak tega melihat,” ujarnya. 
            Saya jadi ingat pertemuan Rizal Ramli dengan Forum Pemimpin Redaksi, di kediaman dinas, Oktober tahun lalu. Bahasan diskusi ketika itu cukup seru. Soal kontrak karya Freeport. Dia sebenarnya cukup bersemangat. Tapi, aura kelelahan tak bisa disembunyikan. Saat itu Rizal tampak kuyu, rambutnya kusut. Padahal, baru dua bulan duduk di kabinet. 
            Mengapa bisa begitu? “Masalah yang dia hadapi di dalam pemerintahan, ternyata jauh lebih besar dari yang dia perkirakan. Itulah yang menyebabkan Rizal begitu all out bekerja, sampai lupa pada kesehatan dirinya,” kata kawan saya itu.
Hanya setahun di kabinet, tapi jurus ngepretnya, terlontar kemana-mana. Yang terakhir, tentang Reklamasi. Dia mengatai Ahok, Gubernur DKI, sebagai karyawan pengembang, karena dianggap terlalu ngotot mempertahankan pembangunan reklamasi Pulau G di utara Jakarta. Sungguh sebuah julukan yang amat pedas dari Rizal untuk Ahok. Bisa jadi, gara-gara serangan ini, lalu ada yang mengusulkan agar Rajawali, ngepret saja di Ibukota. Langsung berhadapan dengan Ahok, di pertarungan Gubernur DKI. Tentu ini belum ditanggapi serius oleh Rizal Ramli. Tapi sebagai keisengan politik, tetaplah menarik perhatian publik. 
Kini, Rizal jadi orang bebas. Rajawali sudah keluar dari sangkar kabinet. Ketika serahterima jabatan, Rizal mengutip puisinya Rendra. “Kemarin dan esok adalah hari ini. Bencana dan keberuntungan sama saja. Langit di luar, langit di badan, bersatu dalam jiwa,” ucapnya. 
Rizal adalah orang pergerakan. Sehingga berjuang di luar pemerintahan, bukanlah hal baru untuk dia. Tak akan patah sayap Rajawali, meskipun dia terbang dan hinggap sesuka hatinya. Rajawali yang terbang mengangkasa sendiri, kini lebih leluasa memainkan jurus. Di luar sangkar, dari langit yang tinggi, kepretannya bisa makin lepas kemana-mana. || Ratna Susilowati ||
 
 Artikel ini sudah dimuat di
Harian Rakyat Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar