Kamis, 16 April 2015

Menteri Perindustrian Saleh Husin: Yang Penting Kerja, Nggak Mikirin Reshuffle


            Saleh Husin mungkin termasuk menteri yang tahan banting dan tabah. Tak pernah marah kepada orang yang sinis dan kerap mengkritiknya. Dianggap tak mampu atau kurang pengalaman mengurus industri, Saleh senyum saja.   
            “Kritik itu bagus dan menjadi pemicu saya agar bekerja lebih baik dan lebih keras lagi,” katanya, saat diwawancarai Tim Rakyat Merdeka, yaitu Kiki Iswara, Ratna Susilowati, Kartika Sari dan Sarif Hidayat, Rabu malam. Malah, kini Saleh Husin berteman baik dengan para pengkritiknya. “Saya dekati, lalu kita berkawan. Dan kini, yang mengkritik sering ketemu dan ngobrol akrab dengan saya,” tambah Saleh Husin, sambil senyum.
            Menteri asal Rote, Nusatenggara Timur itu pun tak peduli dengan isu-isu reshuffle kabinet. “Nggak memikirkan soal itu. Yang penting saya bekerja,” ujarnya. Jabatan atau amanah, dia percayai sebagai bagian dari garis tangan. “Saya dulu jualan kue, mana pernah berpikir bisa sampai ke sini (jadi menteri). Jadi, mau dicopot ya tidak memikirkan,” katanya.
            Sebagai menteri asal parpol, bagaimana mengatur hubungan kerja dengan dua bos, yaitu bos Anda di partai dan bos di pemerintahan (Presiden). Sejak saya dilantik jadi menteri, Presiden meminta agar kita menanggalkan jabatan di partai. Pak Wiranto (Ketum Hanura) juga menugaskan saya bekerja total di kementerian.
            Apakah ada kawan-kawan parpol yang coba-coba main-main dengan Anda? Saya tetap menjagahubungan dengan kawan-kawan di parpol. Jangan sampai setelah jadi menteri, mereka sulit bertemu saya. Saya sering tekankan, ini kementerian yang urusannya kerja. Kalau mereka datang untuk bicara bagaimana industri maju, ya ayo. Tapi kalau ada yang coba-coba ganggu, ngga akan saya ladeni. Marah? Ya ngga apa-apa. Sebab kalau kerjaan saya diganggu, lalu performa jelek, nanti partai saya juga yang malu.
            Saleh Husin juga banyak bicara tentang program-program prioritasnya di Kabinet. ***


Saleh Husin
Kerja 7-11, Sering Lupa Kalau Sudah Jadi Menteri
            Membangun industri tidak bisa seperti sulap, tapi butuh waktu bertahun-tahun. Menurut Menteri Perindustrian Saleh Husin, setidaknya 2-3 tahun, pembangunan industri baru bisa kelihatan. “Target saya, investasi ke Indonesia bisa masuk sebanyak mungkin,” katanya saat diwawacara oleh Tim Rakyat Merdeka, Rabu malam.
            Begitu masuk ke Kementerian Perindustrian, bagaimana resepnya agar langsung tune in dengan dunia birokrasi? Alhamdulillah, tidak ada kesulitan. Saya bisa langsung bergaul dengan mereka. Suasana cair karena saya terbiasa berteman. Jadi tidak ada jarak. Kadang saking cairnya, sering lupa kalau saya ini menteri. Kawan saya sering ingatkan, Eh kamu sudah jadi menteri. (Saleh Husin masuk kerja mulai pukul 7 pagi, dan biasa pulang ke rumahnya sekitar pukul 23 malam. Dia menyebutnya seven-eleven). Saya terbiasa kerja keras dan selalu ada keinginan untuk mempelajari hal baru.
            Program quick win anda apa? Utamanya kawasan industri dan hilirisasi. Terutama tambang. Prinsipnya, sesuai UU harus diolah dulu, sebelum diekspor supaya ada nilai tambah. Ini hasilnya mulai kelihatan. Tidak lama lagi, akan diresmikan smelter di Morowali, untuk pengolahan bijih nikel. Investasi total sekitar 4,2 miliar USD.
            Buruh-buruh di Indonesia dikenal banyak menuntut. Bagaimana me-manaj hal ini agar tuntutan buruh terpenuhi, tapi industri juga tetap lancar dan investor nyaman berinvestasi. Upah buruh memang salah satu masalah yang sering mengemuka. Di sejumlah wilayah, misalnya ada kepala daerah yang memutuskan menaikkan UMR hanya demi popularitas, terkait pilkada. Tanpa melihat akibatnya pada dunia industri. Mengantisipasi tuntutan seperti ini, telah dibahas di pemerintah agar UMR ditetapkan lima tahunan, tapi kenaikannya dibuat berkala setiap tahun. Bagi buruh, ini memberikan kepastian kenaikan UMR. Bagi pengusaha juga memberikan kepastian untuk membuat rancangan anggaran yang pasti. Sudah dibicarakan di Rapat Kabinet, sedang dibuat aturan dengan Kemenaker dan beberapa kali, ada pertemuan dengan perwakilan asosiasi buruh. Semoga, dengan program itu, UMR prosesnya menjadi lebih baik.
            Bagaimana dengan industri automotif. Apakah pemerintah saat ini mendorong program mobil listrik, motor listrik atau angkutan umum listrik, untuk mendorong penggunaan energi alternatif. Apa benar ada hambatan dari sejumlah pengusaha automotif? Saat ini ada investor dari China yang mau masuk untuk memproduksi mobil listrik. Saya lagi coba mobil listrik, bajaj listrik dan motor listrik. Rencananya, investor akan membangun di Cirebon. Sekarang baru tahap pembebasan lahan. Kita akan mendorong investor buat pabrik, jangan hanya meramaikan atau mendorong program bikin 1-2 buah saja, sebab Indonesia harus jadi pasar potensial. Kalau rencana ini dihalangi, investor bisa saja lari ke negara lain, lalu Indonesia akhirnya hanya jadi pasar mereka. Rugi kita. Apalagi pasar bebas ASEAN segera dibuka Desember ini.
            Bagaimana kesiapan industri kita menghadapi pasar bebas ASEAN. Tidak ada masalah. Lalu lintas perdagangan barang antar negara, sebenarnya sudah lama berjalan. Pengaruh negatif pasar bebas ASEAN mungkin ada, tapi kecil. Concern saya yang utama, pasar ASEAN yang jumlahnya sekitar 600-an juta ini, 240 jutanya penduduk Indonesia dan 70 juta diantaranya kelas menengah. Ini artinya, 45 persen pasar ASEAN ada di Indonesia. Ini harus dikuasai dulu. Ngapain bicara ekspor, kalau kemampuan serapnya sedikit. Ekspor otomotif kita, misalnya, baru 200 ribu. Bandingkan dengan Thailand. Produksi otomotif Thailand mencapai 2,5 juta dan 50 persennya diekspor. Padahal jumlah penduduk Thailand hanya 67 juta.
            Mengapa pembangunan industri smelter terasa ribut yaPembangunan smelter nikel di Morowali lancar. Pembangunan smelter bauksit di Kalimantan Barat juga ngga ribut. Yang Freeport, ya mudah-mudahan. Mungkin ribut karena ada kaitan politik. Soal itu tanyakan pada Menteri ESDM saja.
            Bagaimana stretagi untuk membuat Industri terus tumbuh. Saat ini, investasi naik terus. Paling besar investor dari Singapura, Jepang dan China. Kalau industri mau tumbuh, harusnya memang ada subsidi energi ke industri seperti di negara-negara lain. Di sini, energi masih mahal. Di Indonesia, biaya listrik dan gas, kisaran 9-10 USD untuk industri. Bandingkan di negara tetangga, hanya sekitar 3-5 USD.
            Pengaruh gejolak kurs ini kelihatannya menyeramkan bagi dunia usaha. Ada yang takut bangkrut. Bagaimana anda melihatnya. Saya kira buat pengusaha, nilai tukar itu yang penting stabil. ***
Kisah Hidup Warna Warni
Numpang Di Rumah Jenderal, Tiap Hari Ngepel
            Kisah hidup Saleh Husin yang berwarna warni tak banyak terekspos. Lahir di Rote, Nusatenggara Timur, 16 September 1963, dia menjalani kehidupan penuh tangis dan air mata. Sejak kelas 5 SD sampai SMP, dia keliling kampung jualan kue-kue basah yang dibuat ibunya, Ma Aket. “Setiap sore, sampai jelang maghrib jualan,” kenang Saleh. Selain kue, kadang jualan ikan hasil tangkapan ayahnya, Husin, seorang nelayan.
            Lulus SMP, dia keluar dari Rote dan meneruskan SMA di Kupang. Saat di sekolah, mulailah dia terinspirasi sejumlah tokoh hebat asal NTT yang kerap didengarnya melalui media massa dan buku-buku. Antara lain, Letjen Julius Henuhili, Adrianus Mooy dan Prof Herman Johannes.
Julius Henuhili adalah perwira tinggi TNI AD, mantan Danjen Akabri dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal. Dikenal sebagai salah satu jenderal pemikir dan melahirkan berbagai konsep strategis. Sedangkan Adrianus Mooy adalah ahli ekonomi,mantan Gubernur Bank Indonesia masa jabatan 1988-1993. Dan Prof Herman Johannes adalah cendekiawan, politikus, ilmuwan Indonesia dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah Rektor UGM yang pertama (1961-1966).
            “Dalam hati kecil, saya ingin jadi orang seperti mereka itu,” ujar Saleh Husin. Tekadnya ingin kuliah. Tapi terbentur biaya, dia lalu mencoba tes masuk Akabri, supaya bisa sekolah tinggi dengan gratis. Dari puluhan orang yang disaring, dia lolos ke Magelang. Tapi saat tes kesehatan mata, dia dinyatakan gagal karena katarak. “Saya anak pesisir, biasa terjun ke laut tanpa masker, akhirnya kena katarak.” Gagal, Saleh malah nekat ke Jakarta. “Mau pulang kampung malu,” katanya, terkekeh. Di Ibukota, tekadnya menemui Henuhili. “Kenal pun tidak, tapi pokoknya harus ketemu idola,” kisahnya.
            Di rumah Jenderal Henuhili, akhirnya dia dibolehkan numpang. “Saya bilang, disuruh apa saja atau dipekerjakan jadi pembantu pun tidak apa.” Maka tiap hari, tanpa disuruh, Saleh mengepel, mencuci toilet, cuci piring, cuci pakaian, bersihkan kolam. “Saya bersyukur bisa tinggal di sana.” Lalu akhirnya bisa bergaul dengan kawan-kawan sebaya, di lingkungannya saat itu. Bahkan berkawan akrab dengan putra putri jenderal, di kawasan Menteng. Saleh sangat dekat dengan putra-putra Jenderal Try Soetrisno. Try, yang mantan wapres, ketika itu menjabat Pangdam Jaya.
            Perkenalan dengan anak-anak orang hebat inilah yang mengubah perjalanan hidupnya. Dibantu mereka, Saleh mulai usaha jualan banner, kaos dan bahan-bahan cetakan. Hingga akhirnya, usaha merambah ke bidang lain dan memiliki perkebunan terbesar di Sumatera Barat, hingga pabrik air mineral Ades. Anak ke-3 dari tujuh bersaudara ini pun akhirnya menjadi pengusaha.        Saleh Husin tertarik masuk politik, saat masa reformasi. Waktu itu, dia akrab dengan Amien Rais dan kerap mendampinginya. Tidak pernah masuk struktur di Partai Amanat Nasional, tapi dia malah diajak seorang kawannya, bergabung dengan Hanura.
            Kisah masa kecilnya yang sulit sempat dia ceritakan kepada Presiden, saat mengundangnya ke Istana, sebelum ditunjuk jadi menteri. Presiden pun bercerita balik. “Dan ternyata masa kecil beliau lebih sulit dari saya,” kata Saleh, mengenang.
            Bagaimana pola komunikasi menteri-menteri dengan Presiden. Apakah ada hambatan? Tidak. Komunikasi Presiden dengan menteri sangat cair. Komunikasi antar menteri juga amat baik. Kami mudah menghubungi Presiden. Dan Presiden menerima siapapun dengan terbuka. Suasana sidang kabinet pun tidak terlalu formal. Dialog lancar, dua arah. Gaya rapat juga bagus, seperti memimpin perusahaan. Bagus dan hidup.
            Apa benar jadi menteri di pemerintahan sekarang cape? Yaaa, tapi happy-lah. Kadang Sabtu Minggu juga kami kerja, kordinasi dengan teman menteri lain. Tapi, ini konsekwensi berbakti untuk masyarakat. Saya dari dulu terbiasa kerja keras. Keluarga sudah biasa menerima keadaan begini.
            Untuk menjaga kondisi, Saleh Husin menyempatkan olahraga. Karena waktu terbatas, dia mengayuh sepeda statis tiap hari, dan menjaga makanan. “Tidak ada pantang makanan, tapi porsinya dijaga tidak berlebihan,” katanya. ***

Wawancara ini telah dimuat di Rakyat Merdeka
Edisi Senin, 13 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar