Kamis, 12 Januari 2017

Asman Abnur, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Pegawai Lembur Jangan Cuma Diongkosi Martabak Doang..


 

Putra Batam ini tak menyangka jalan hidupnya tiba-tiba berubah, saat dia ditunjuk menjadi pembantu Presiden Jokowi. Empat bulan duduk di kursi Menteri PAN-RB apa saja yang sudah dilakukan? Seberapa sulit melakukan reformasi birokrasi dan mengubah kultur pegawai sipil kita? Berikut ini petikan wawancaranya dengan Kiki Iswara, Ratna Susilowati, Kartika Sari, Haikal Amrullah dan Wahyu Dwi Nugrono dari Rakyat Merdeka, akhir pekan lalu. 


Selama empat bulan jadi menteri, terobosan apa saja yang dilakukan untuk mereformasi birokrasi? 
Selama empat bulan ini, saya konsentrasi kepada dua hal. Pertama, fokus kepada pelayanan publik.  Dan kedua, penerapan sistem e-goverment di pemerintahan. Caranya, dengan menciptakan role model, dari pusat hingga ke banyak daerah, khususnya di tingkat kabupaten/kota dan propinsi.

 

Role model ini untuk bidang apa saja?
Fokus utamanya role model untuk pelayanan publik. Karena, selama ini pelayanan publik birokrasi banyak dikomplain masyarakat. Bukankah, nampak sekali terasa perbedaan sistem pelayanan, jika kita masuk ke kantor pemerintahan, dibandingkan masuk ke bank. Sekarang, sudah ada sekitar 59 role model. Dan ini, nanti direplikasi tingkat nasional hingga ke daerah. Jadi, jangan lagi pergi studi banding kemana-mana. Sudahlah, tiru saja 59 role model ini. Datang, lihat, copy atau tiru dan terapkan di daerahnya.

Di beberapa daerah kabupaten/kota, propinsi, sudah diterapkan e-budgeting. Dan dengan sistem ini, anggaran bisa dihemat luar biasa. Maka, saya menjadikan daerah ini contoh penerapan e-budgeting. Sistemnya, mulai dari e-planning, e-control dan e-procurement dan seterusnya. Saya harapkan, role model bisa mempercepat penerapan sistem reformasi birokrasi di daerahnya masing-masing. Di bidang SDM, saya menggenjot Lembaga Adminsitrasi Negara (LAN) untuk melakukan pelatihan-pelatihan. Sistemnya jangan seperti yang dulu lagi.

Dulu, sistem pelatihannya bagaimana?
Antara lain, pelatihan dijadikan (syarat) jabatan. Sekarang, tidak boleh lagi seperti itu. Masuk ke LAN karena pelatihannya memang bagus. LAN kini mereformasi diri juga. Saat ini ada mekanisme Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan (Diklatipim) 1 dan Diklatpim 2. Setiap lulusannya, misal, diwajibkan mencipta inovasi. Misal, jika dia birokrat dibidang keimigrasian, maka ciptakanlah sebuah sistem reformasi bidang keimigrasian. Hari ini, saya baru saja dari Kemenkumham menutup Diklatpim 2 dengan Menkumham. Target saya, setelah ini, pelayanan imigrasi kita tidak kalah dengan di luar negeri.

Peserta Diklatpim sekarang tidak akan diberi sertifikat sebelum menciptakan sebuah inovasi. Sekarang ini, tercipta sekitar 3.000 inovasi. Tinggal kita lihat saja, mana yang bisa ditiru dan dijadikan role model. 

 

Apa contoh ide inovasi yang menarik?
Diklatpim 2 di Ambon diikuti sekitar 52 peserta. Malahan ada yang dari Papua juga. Saat diberi tugas membuat sebuah inovasi, ada yang unik. Di Papua, ada pegawai kesehatan yang berusaha agar malaria tidak jadi penyakit mewadah. Caranya, dengan membuat sistem agen. Agen ditunjuk dari orang-orang biasa, tapi dididik untuk mengatasi demam malaria. Biasanya bidan yang keliling mengobari malaria, tapi ini agen. Orang ini mengobati, tapi sekaligus jualan di warungnya. Ini kan sebuah ide inovasi, yang perlu diapresiasi.Ada sekitar 52 ide inovasi pelayanan publik yang sudah dipamerkan. Dari dinas perikanan, misalnya, ada ide inovasi budidaya tidak perlu pakai kolam. Cukup dengan kotak-kotak buatan, diisi air, dan di situ dilakukan pengembangan ikan. Ternyata banyak diantara birokrasi kita pintar-pintar dan kreatif. Kini, tinggal diapresiasi saja kerja mereka. Sekarang ini, seluruh ASN (aparatus sipil negara), yang hendak naik jenjang jabatan, wajib mengikuti diklat dulu. Kalau tidak punya sertifikat diklatpim, tak perlu diberi jabatan tertentu. Sehingga, aparatur birokrasi itu perlu diakreditasi. Ibaratnya, kalau di perusahaan ada ISO.

 

Jadi Aparatur Sipil Negara nanti harus memiliki semacam sertifikat kompetensi?
Iya, kita arahkan seperti itu. Jadi tidak ada lagi kepala daerah yang memberi jabatan kepada seseorang, hanya karena dia, misalnya, bagian dari tim suksesnya. Karena dia ikut memenangkan sebagai bupati atau walikota, lalu diberi kedudukan tinggi. Tidak boleh ada yang begitu ke depan. Jabatan di birokrasi baiknya terpisah dari kekuatan politik.

Bukankah hal seperti itu sudah sangat lumrah dan menjadi kultur. Mungkin tidak mudah mengubahnya? Justru kultur yang seperti itu harus kita ubah. Dengan metoda dan sistem yang baik. Gunakan sistem merit. Inilah target kami di Kemenpan.

 

Apa hal tersulit dalam mereformasi birokrasi?
Banyak birokrat yang sudah merasa ada di zona nyaman. Maksudnya, mereka terbiasa dalam situasi yang menguntungkan dirinya. Maka, orang seperti itu akan berusaha mempertahankan sistem lama. Ini tidak ada tawar menawar lagi. Kita paksa ubah dengan sistem IT. Juga diberikan apresiasi untuk yang bisa melakukan inovasi di bidang unit kerjanya. Apresiasi dalam bentuk kenaikan pangkat lebih cepat, atau rekomendasi untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi agar mereka jadi ASN unggulan, yang diharapkan menjadi pemimpin di unitnya.

 

Berapa banyak aparatur sipil negara sekarang?
Banyak. Jumlahnya mencapai 4,7 jutaan. Terpenting, masing-masing unit, sistemnya sudah jalan dengan baik. Tinggal kita desain bagaimana sistem pelatihan dan pendidikannya. Jenjang karier pegawai tidak boleh ada lagi yang sistemnya suka-suka. Harus ada standarnya.

 

Saat ini banyak sekali badan-badan dan lembaga yang kerjanya tidak kelihatan di publik. Terkait reformasi birokrasi, apakah ada badan atau lembaga yang dibubarkan? Sekitar 11 lembaga non struktural, sudah kami bubarkan. Saya tidak hafal apa saja. Tapi, badan atau lembaga yang seperti itu, biasanya orangnya ada, pekerjaannya tidak produktif. Jadi dibubarkan saja. Hal lain, saya juga melakukan penyederhaanaan organisasi di Pemda. Sekarang ada PP No 18. Pemda tidak boleh mengembangkan organisasi di luar aturan yang sudah dibuat. 

 

 

 


Jiwa Birokrat Harus Melayani, Jangan Merasa Berkuasa...

 

Sebelum berkiprah di kabinet, Asman Abnur adalah anggota DPR RI. Mantan Wakil Walikota Batam ini, lahir di Pariaman, 2 Maret 1961. Asman adalah politisi berdarah pengusaha. Ayahnya pedagang emas yang sukses di Tanjung Pinang dan Batam. Asman Lulus S-2 Magister Manajemen tahun 2004 dari Universitas Airlangga. Dan saat ini tengah menjalani studi doktoral Ilmu Ekonomi Islam, di Universitas yang sama.

Selepas sarjana, Asman melanjutkan usaha orang tuanya berjualan emas, dan berkembang jadi banyak usaha. Diantaranya beberapa unit SPBU, sejumlah restoran, apotek, pusat kebugaran, Bank Perkreditan Rakyat Konvensional & Syariah dan money changer. Pernah menjabat Ketua HIPMI Batam dan Ketua Kadin Batam. Asman ditunjuk menjadi Menteri PAN-RB pada 27 Juli 2016. “Jadi menteri ini, saya anggap garis tangan, amanah, ada kesempatan memberikan pengabdian untuk negeri ini,” kata pria yang hobinya ngopi ini. 

Setelah jadi menteri, waktu luangnya makin terbatas. “Kalau weekend saya jogging, lalu ngopi. Atau ke Batam jenguk orang tua. Kadang kalau saya ke daerah, saya cari, kedai kopinya dimana,” ujarnya.

 

Sikap aparatur birokrasi yang baik, idealnya punya rasa melayani. Bagaimana caranya menumbuhkan kesadaran ini? Saya menuntut aparatur memiliki dua hal. Pertama, kesadaran hospitality, yaitu sikap melayani, ramah dan jangan lagi mengedepankan kekuasaan. Selama ini ada stigma, ASN seolah berkuasa, padahal harusnya dia melayani. Kedua, sikap entreuprenership. Jika memiliki jiwa ini, dia akan melakukan inovasi. Ini penting. Tanpa sikap seperti itu, kita akan kalah dalam persaingan. Dua hal ini membuat aparatur bersikap semangat kerja tinggi, tidak cepat menyerah dan mengacu pada hasil. Setiap langkah dan setiap anggaran yang dikeluarkan, harus dipikirkan, apa hasilnya untuk negara. Jangan sampai hanya berpikir, yang penting duitnya terserap, tapi hasilnya tak bisa diukur.

 

Di negara-negara maju, justru lulusan-lulusan terbaiknya diangkat menjadi birokrat. Di negara kita mengapa tidak seperti itu ya? Saya sedang menguber sistem pengupahan. Di jabatan-jabatan tertentu, seharusnya, gaji pegawai tidak kalah dengan swasta. Kita ini sudah melakukan penghematan, maka wajar kalau pegawai yang berprestasi diberi apresiasi. Ibaratnya, masa lembur sampai jam 10malam, tapi pulang cuma dikasi martabak doang.. hahaha (tertawa).

Selama ini begitu? Ya, palingan dibelikan nasi bungkus. Itukan tidak profesional. Mudah-mudahan ke depan segera diperbaiki. Aparatur sipil kita tidak boleh kalah dengan ASN di Korea, Jepang dan Singapura. Coba sekarang, lihat berapa gaji gubernur, walikota, bupati itu berapa? Saya tidak menyebut gaji menteri ya. Lalu, bandingkan dengan BUMN. Gaji menteri dengan gaji pegawai BUMN saja jauh. Saat ini saya sedang coba hitung, gaji standar eselon satu dan dua itu berapa yang baik. Kalau sistemnya bagus, kan mereka juga bahagia bekerjanya.

 

Bagaimana progress moratorium aparatur sipil negara? Ke depan, kita akan merekruit aparatur sipil sesuai kebutuhan. Jangan sampai membebani anggaran negara. Ada beberapa daerah, yang belanja pegawainya mencapai 80 persen. Coba, itu bagaimana kepala daerahnya bisa membangun kalau anggarannya banyak untuk belanja pegawai. Saya mensyaratkan, ke depan, belanja pegawai tidak boleh lebih dari 50 persen. 

Bagaimana upaya mengurangi jumlah ASN, apakah ada program pensiun dini atau sejenisnya? Sebetulnya, melalui sistem online, kita jadi bisa tahu mendetail jumlah pegawai. Misalnya, kita akan tahu jumlah guru yang menumpuk ada di wilayah mana, dan guru apa saja. Yang menumpuk itu, bisa kita distribusi ke wilayah yang membutuhkan. Saya mengharapkan, ASN ini jadi perekat nasional, jangan terkotak-kotak. Pegawai daerah A, tak berarti hanya bertugas di daerah A. Eselon dua, misalnya, harusnya diputar lintas kabupaten. Banyak terjadi, saat pilkada, pejabat eselon dua yang tidak mendukung, tidak terancam dinonjobkan. Untuk tamatan STPDN, setelah lulus, tidak dikembalikan dulu ke daerahnya. Ada 2000 tamatannya yang kita distribusikan lintas propinsi. Anak Papua, bertugas dulu di Jabar, Jateng, agar saat kembali ke daerahnya, dia punya wawasan nasional.

 

 

Tentang Pelaksanaan e-government

Dengan Sistem Online, Otomatis Tak Ada Lagi Pungli

 

Bagaimana penerapan sistem online kepegawaian. Sudahkah dilakukan menyeluruh?
Badan Kepegawaian Negara (BKN) wajib tahun depan akan online dengan seluruh kementerian, di seluruh propinsi, kabupaten dan kota. Kita sedang membangun data centernya di lantai 3 (kantor Kemenpan-RB). Jadi, kalau seluruh data sudah online, kita akan tahu, misalnya, hari ini, berapa orang pegawai yang pensiun di seluruh Indonesia, berapa yang harus naik pangkat, dan seterusnya. Kelak, tak perlu lagi ada pegawai bawa-bawa map mengurus dokumen ke BKN. Bahkan, seharusnya tak perlu lagi diminta surat pengangkatan pegawai negeri, karena itu harusnya otomatis terdata di BKN atau BKD. Dengan online, maka kita juga bisa tahu berapa komposisi pegawai yang dimiliki, di tiap daerah dan distribusinya.   

Kelak, mungkin kita juga bisa tahu jumlah pegawai yang bolos tiap harinya?
Ya, mudah-mudahan nanti bisa sampai begitu. Tapi, dengan sistem online, maka kita jadi bisa tahu formasi birokrat, dan standar pendidikannya. Saya targetkan, semua tamatan universitas yang IPK-nya tinggi, kalau perlu tak usah tes untuk jadi pegawai negeri. Ini agar kita dapat bibit-bibit yang bagus. Tentu, ini harus dibarengi dengan perbaikan tunjangan kinerja. Orang yang bibitnya bagus, dituntut kerja bagus dan transparan tapi kerja lembur selama ini tidak pernah dihitung. 

Jadi harusnya gaji birokrat yang ideal itu bagaimana hitungannya? Apakah lembur akan masuk hitungan pendapatan?
Nanti ada hitung-hitungannya. Ada peraturan pemerintah yang akan kita keluarkan. Saat ini, sudah disampaikan ke Presiden, mudah-mudahan dalam waktu dekat keluar. Mudah-mudahan disetujui Presiden. 

Dengan sistem online, apakah akan terjadi penghematan biaya birokrasi?
Saya yakin efisiensi akan terjadi. Dengan e-budgeting, e-planing dan e government, Kabupaten Banyuwangi, misalnya bisa hemat sampai Rp 1 triliun. Sistem online juga otomatis mencegah pungli. Kalau transparan, terbuka, kita jadi tahu prosesnya sudah sampai mana, kapan selesainya dan nomor antrian jelas. Bayarnya juga jelas ke bank, tidak ada lagi sistem pembayaran cash, dan tidak ada kesempatan untuk pungli. Selama ini, pungli terjadi karena ada celah, ada peluang. Bayangkan, jika uang pembayaran cash, melihat uang menumpuk, apa tidak tergoda?

 

Bagaimana caranya agar sistem online bisa menjamin tidak terjadi pungli? Sebab, pegawai yang nakal bisa membuat sistem yang online dimatikan. Sistem elektronik saja tidak menjamin. Sudah online tapi sistemnya di-off kan. Itu terjadi apabila pengawasan tidak ketat. Karenanya, kita perlu memperkuat sistem pengawasan internal. Inspektorat perlu diperkuat. Jangan sampai orang luar tahu lebih dulu daripada pengawas internalnya

Apa ada target dari Presiden, kapan pelayanan publik harus bisa online secara menyeluruh? Target Presiden, agar saya fokus pada dua hal. Yaitu, pelayanan publik dengan sistem e-gov. Jadi saya kencang saja di dua hal itu. Dan di daerah ternyata sudah banyak sekali perubahan. Bagi daerah-daerah yang belum, kami berikan role model. Saya suruh copy paste, nggak perlu studi banding kemana-mana lagi yang hanya menghabis-habisin duit.

 

Apakah Kementerian PAN-RB memiliki penilaian, birokrasi di kementerian mana yang paling rapi sistemnya? Itu rahasia. Saya memang membuat sistem penilaian. Yang dinilai, sistem reformasi birokrasinya, kinerjanya. Penilaian setiap tahun ada.

Apakah penilaian ini diumumkan di sidang kabinet?
Sementara ini belum. Saya akan lapor dulu ke Presiden. Nanti (penilaian) masing-masing kementerian ada tingkatannya. 

Parameternya apa? Itu ada metodanya. Kerja salah satu deputi bidang reformasi birokrasi dan pengawasan. Kita punya standar penilaian berdasarkan survei. Ada kuesionernya ke publik. Sistem kerja yang efektif ada ukurannya, ada targetnya. Hasil dari penilaian itu bisa rekomendasikan besarannya tunjangan kinerja. Di tahun 2017, saya ingin kita lebih fokus memberi apresiasi ke pelayanan publik yang bagus. Dengan KPK saya menghadiri acara antikorupsi di Riau. Dan kejutan, ada sejumlah Polres, yang dinyatakan bebas korupsi.

***

Wawancara ini sudah dimuat di

Harian Rakyat Merdeka

Senin, 19 Desember 2016

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar